Mohon tunggu...
Made Marhaen
Made Marhaen Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

hanya seorang bocah yang sedang melukiskan gambaran hidupnya dalam kanvas kehidupan pemberian Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Anak Bangsa

5 September 2011   09:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:13 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Suara mereka begitu riuh menggema di ruang kecil itu. Lagu Laskar Pelangi ciptaan grup band Nidji itu pun nyaris tak terdengar sama sekali. Padahal agenda saat itu adalah menyanyi bersama.

Tidak kurang dari puluhan anak usia sekolahan duduk dan saling berebut mengambil alat-alat musik yang terbatas dan seadanya. Sembari memegang kertas di mana lirik lagu tertulis, mereka coba menyanyi sambil sesekali menepuk-nepuk galon bekas air mineral di pangkuannya. Begitu ceria dan penuh kebahagiaan. Tak sedikitpun nampak raut kelelahan menggelayuti wajah lugu mereka. Padahal beberapa jam sebelumnya, mereka semua, anak-anak kecil itu bergulat dengan debu jalanan dan teriknya siang hari kota Surabaya. Ya, mereka adalah anak-anak pinggiran yang berasal dari daerah sekitar Jagir, Bendul Merisi, Tales dan sekitarnya. Anak-anak yang tidak punya cukup banyak waktu untuk bermain dan bersosialisasi dengan alam dan kawan-kawannya. Mereka yang terlalu disibukkan dengan kewajiban bekerja mencari uang sekedarnya untuk membantu perekonomian keluarga.

Kami yang baru saja tiba di tempat itu sekitar pukul 8 malam langsung mendapati keramaian dan sambutan hangat baik dari pengelola sanggar maupun anak-anak kecil itu. Pikiran yang mengkusut pasca kuliah seharian pun serasa menghilang seketika setelah melihat antusiasme anak-anak itu menyambut kedatangan kami. Dengan berbagai macam pertanyaan lucu khas anak-anak dalam bahasa jawa, aku yang mahasiswa perantauan mau tak mau menjawab sekenanya tak beraturan menggunakan bahasa jawa, bahasa indonesia dan bahasa daerahku. Tawa renyah mereka pun tak terhindarkan.

Malam itu kami lewati dengan menyanyi dan bermain musik bersama. Nampaknya kegiatan ini begitu menyenangkan bagi mereka semua, terbukti ketika waktu menunjukkan pukul 9 malam, malah mereka yang nampaknya enggan mengakhiri kebersamaan itu. Satu persatu mereka menyalami kami semua dan mengucapkan salam perpisahan sembari tersenyum bahagia. "Sampai jumpa esok hari nak", begitu ucapku dalam hati.

"Anak berhak untuk beristirahat dan bersenang-senang, untuk terlibat dalam bermain, dan rekreasi sesuai dengan umur anak itu dan berpartisipasi dengan bebas dalam kehidupan budaya dan seni". Setidaknya itulah isi pasal 31 ayat 1 Konvensi Hak Anak yang mengatur 31 buah hak anak-anak di seluruh dunia. Ini memang hanya sebuah konvensi Internasional biasa yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat kepada negara-negara di dunia. Namun, pada tanggal 25 Agustus 1990 Pemerintah Republik Indonesia melalui Keppres No 36 Tahun 1990 telah meratifikasi Konvensi tersebut. Tentu saja akibat hukum yang ditimbulkan dari diratifikasinya konvensi tersebut adalah transformasi bentuk dari sebuah Perjanjian Internasional menjadi sebuah Hukum Positif Nasional. Sehingga, baik Pemerintah Republik Indonesia maupun segenap warga negara Indonesia memiliki tanggung jawab yang sama besarnya dalam menjalankan isi peraturan tersebut semaksimal mungkin.

Hampir satu dekade pasca pengeluaran Keppres tersebut, nampaknya masih terlalu banyak hak anak-anak kita yang belum terpenuhi. Salah satunya adalah pendidikan. Ya, pendidikan sebagai salah satu pilar bangsa adalah sekian dari banyak kewajiban pemerintah yang dilupakan.

Tapi kita sebagai warga negara (setidaknya bagi yang masih merasa memiliki jiwa nasionalisme) memiliki tanggung jawab yang sama untuk memenuhi hak-hak mereka yang terlupakan. Siapapun dirimu, mari kita bergerak, memberikan semampu kita demi anak-anak dan adik-adik kita. Kita dan Mereka adalah sama, kita adalah mereka yang lebih beruntung.

Ingatlah, mereka semua adalah pemilik masa depan. Pendidikan bagi mereka tidak dapat ditunda, apalagi ditiadakan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun