Mohon tunggu...
little fufu
little fufu Mohon Tunggu... Jurnalis - Pembelajar aktif

manusia sanguin melankolis yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Merasa Rendah Diri karena Patokan Kecerdasan Masyarakat Awam? Coba Baca Ini

12 Oktober 2020   00:19 Diperbarui: 21 Oktober 2020   21:23 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Everybody is genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid"

-Albert Einstein-

Kalimat sarkas diatas adalah kutipan ter-epic yang dapat menampar sesiapa saja yang masih saja memiliki hobi mematokkan kecerdasan seseoramg berdasarkan asumsi pribadi yang tidak berdasar. Mungkin contoh ini sudah bosan kalian lihat disetiap tulisan saya, namun begitulah adanya, seperti mereka yang cerdas adalah mereka yang lihai dalam berhitung, mereka yang cerdas adalah mereka yang ketika SMA masuk di kelas IPA, mereka yang cerdas adalah mereka yang selalu mendapatkan peringkat 3 besar ketika di sekolah, dan masih banyak lagi. Oke, memang benar, mereka yang lihai dalam berhitung, masuk kelas IPA dan selalu mendapat ranking adalah manusia yang cerdas. Iya, cerdas pada bidangnya. Tapi meskipun begitu, bukan berarti dengan tidak menguasai bidang tersebut disebut anak yang bodoh. Hwaaa, mengerikan.

Coba lah buka mata selebar-lebarnya. Maksut saya, buka mata dan perhatikan sekitar anda. Dunia sudah sangat berubah bukan? Perubahan yang begitu terasa adalah berkembangnya Ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga menjadi seperti saat ini. Nah, ilmu pengetahuan saja sudah berkembang sedemikian rupa, masa iya di zaman sekarang masing mematokan kecerdasan seseorang sebagaimana yang sudah saya paparkan di atas? Tentu tidak adil. Coba bayangkan, berapa banyak manusia yang akan rendah diri karena menganggap dirnya bodoh hanya karna kurang dalam berhitung, ketika SMA tidak masuk di kelas IPA, semasa sekolah tidak mendapatkan ranking, dan lain-lain. Miris sekali bukan? Secara tidak sadar telah memupuskan semangat-semangat muda, yang tentunya menjadi penerus bangsa. Masa iya, penerus masa depan begitu sedikit karena banyak dari mereka yang merasa rendah diri sehingga tidak mengantongi percaya diri terhadap dirinya sendiri. Begitu fatal akibatnya. Duhai kita, ranking bukanlah segalanya. Itu yang perlu kita ingat. Tidak mengapa jika ingin berkompetisi dengan menjadi yang terbaik di antara yang terbaik, hanya saja jangan coba-coba memberikan framing mereka yang mendapatkan ranking adalah pintar dan yang tidak masuk ranking kurang pintar bahkan dianggap bodoh.

Oke, disini akan saya berikan contoh nyata bahwa semua dari kita adalah cerdas, terlepas dari kurang lihai dalam berhitung, tidak pernah mendapat ranking dan tidak masuk kelas IPA. Disini akan saya sandingkan dengan salah satu teori kognitif intelegensi, yaitu teori yang dikemukakan oleh Howard Gardner tentang multiple intelligences. Mendengar nama beliau dan istilah multiple intelligences sudah tidak asing untuk di dengar. Beliau menulis buku tersebut dan di dalam buku tersebut beliau mengatakan bahwa kecerdasan bukanlah kemampuan tunggal seseorang, melainkan kumpulan dari beberapa kemampuan intelektual yang relative tidak berkaitan satu sama lain. Awalnya beliau mengajukan 7 kecerdasan majemuk, namun di tahun 1998, beliau mengajukan 2 kecerdasan lagi. Total menjadi 9 jenis kecerdasan majemuk menurut beliau, yaitu logical, visual, musical, intrapersonal, kinestetik, interpersonal, naturalistic, dan linguistc. Nah, jadi disini sudah jelas bahwa setiap manusia itu unik. Mengapa? Karena setiap dari kita memiliki kombinasi kecerdasan yang berlainan satu sama lain. Anak kembar yang lahir identik saja memiliki kecenderungan yang berbeda, lalu? Apa kabar kita? Jelas bedaa.

Boleh jadi Si A lemah dalam berhitung, namun dia unggul dalam bermusik. Boleh jadi Si B lemah dalam berbahasa, namun dia unggul dalam memvisualisasikan sesuatu. Jelas sudah semua ini, bahwa tidak ada orang yang bodoh, titik. Contoh yang hendak saya berikan merupakan kisah nyata dari salah seorang kenalan saya, dimana dia tidak begitu lihai dalam berhitung tetapi dia memliki kesempatan untuk sekolah di luar negeri melalui beasiswa karena dia memenangkan lomba cipta cerpen. Nah, dari situ saja sudah dapat menyadarkan kita bahwa semua orang berhak sukses. Kita semua akan sukses dengan cara kita masing-masing, dengan keahlian kita masing-masing. Maka dari itu, mulailah secara perlahan menghilangkan persepsi yang tidak benar tentang kecerdasan seseorang.

"Noob matematika is nolep? Engga gitu konsepnya hyung!"

Hal tersebut patut diperhatikan, mengapa? Jangan sampai, kelak anak-anak kita akan terdoktrin dengan hal-hal semacam itu. Sebagai calon orang tua atau yang sudah menjadi orang tua, sudah selayaknya membimbing anak dan membantu anak untuk mencari titik kecenderungan anak dan titik kelemahan anak, sehingga orang tua dapat menstimulus anak dengan cara yang tepat. Jangan memaksakan kehendak, jangan melampiaskan ambisi yang belum sempat tercapai kepada anak. Ingat yaa, anak bukanlah sasaran balas dendam. Anak berhak mendapatkan kehidupan nya.

Setiap dari kita memiliki jalan dan cara nya masing-masing, setiap dari memiliki perspektif masing-masing, setiap dari ketika memiliki plihan masing-masing, dan setiap dari kita berhak untuk sukses dengan caranya masing-masing.

Hidup terasa begitu sia-sia jika kita habiskan untuk mempertanyakan kepada diri, apakah kita pintar? Apakah kita bodoh? Nyatanya, pertanyaan tersebut pasti pernah terpikirkan oleh kita, meskipun sejatinya kita tahu bahwa tidak ada manusia yang bodoh. Alih-alih mempertanyakan pertanyaan retoris tersebut, alahngkah baiknya kita mulai melakukan perpindahan. Bukankah kita semua telah dibekali otak yang begitu canggih dengan kapasitas penyimpanan melebihi RAM manapun? Gunakan itu dengan baik dan buktikan pada diri sendiri, buktkan pada dunia bahwa tidak bisa berhitung bukanlah akhir dari segalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun