Mohon tunggu...
little fufu
little fufu Mohon Tunggu... Jurnalis - Pembelajar aktif

manusia freedom yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku, Kunci Motor, dan Mantan

15 Februari 2020   06:49 Diperbarui: 15 Februari 2020   06:52 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aduh, kunci motor aku dimana ya? Lupa, nih"

"Ini apa ya jawabanya, tadi aku baca kok"

"Eh, nama kamu tadi siapa ya? lupa, hehehe", dan lain sebagainya.

Pernah mengalami hal diatas? lupa terhadap sesuatu. Kalau saya sih, yes.

Tapi, mengapa kita bisa lupa akan sesuatu? Bukankah kita memiliki organ pusat syaraf yang super dahsyat yang diantara lainnya berfungsi untuk berpikir ataupun menyimpan ingatan?

Lupa, meskipun kita sudah memiliki organ untuk mengingat yang sangat keren, tapi kita juga masih bisa melupakan sesuatu, seperti lupa nama seseorang, blank saat ujian, atau lupa menaruh barang. Sebenarnya ada apa gerangan di dalam otak? Sehingga kita bisa lupa terhadap sesuatu.

Pada artikel sebelumnya, telah dibahas mengenai otak dan kognitif, dan lagi-lagi kita akan melanjutkan pembahasan mengenai otak dan kognitif dengan tambahan topik yaitu lupa. Otak, kognitif, dan lupa merupakan sesuatu yang pantas untuk saling dihubungkan. Oke, langsung saja.

Lupa, lupa, dan lupa. Bisa dibilang, lupa merupakan fitrah dari manusia. "Manusiawi", katanya. Banyak orang yang berasusmsi bahwa "lupa" identik dengan orang tua atau mereka yang sudah lanjut usia. Padahal, "lupa" bisa dialami oleh siapapun, tidak pandang usia. 

Contohnya, siswa yang mengalami kesulitan recalling ingatannya saat ujian berlangsung, termasuk lupa juga, bukan? Intinya, lupa merupakan kejadian yang menimpa manusia tanpa memandang usia. Lalu, bagaimana lupa itu bisa terjadi?

Here we go. Lupa sering didefinisikan sebagai gangguan mengingat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lupa adalah lepas dari ingatan. Intinya, lupa adalah kehilangan informasi yang sempat melekat di otak. Setiap individu memiliki daya ingat (memori) yang digunakan untuk menyimpan informasi, yang kemudian dapat dipanggil kembali untuk digunakan sewaktu-waktu. Lalu, apa kaitanya lupa dengan kognitif?

Begini, bisa dibilang daya ingat (memori) merupakan unsur inti dari perkembangan kognitif. Mengapa? Karena daya ingat (memori) selalu dilibatkan dalam berbagai macam bentuk belajar manusia untuk disimpan di dalam otak. Tanpa daya ingat (memori), yakin kita bisa sampai disini sekarang?

Jika ada "lupa", tentu ada "ingat". Proses ingat dan lupa (remember and forgetting) saling beriringan dalam proses belajar dan mengingat. Orang memiliki kemampuan mengingat dengan baik, tentu memiliki kualitas belajar yang baik pula. Betul tidak?

Daya ingat (memori) merupakan komponen dari fungsi kognitif. Ketika kita menerima suatu informasi, secara langsung otak mengolah informasi tersebut. Sistem pemrosesan informasi secara otomatis memprosesnya. 

Menurut  Solso (1979), suatu informasi akan melalui berbagai macam tahapan (proses internal), yaitu sistem sensorik (Indra yang menangkap atau merekam sebuah informasi yang kemudian disalurkan ke otak), menuju ke transduksi (proses penerjemahan informasi, proses mengolah informasi dari sistem sensorik) lalu Penyimpanan sensorik (dapat berupa iconic (mengingat dengan melihat icon) atau econic (mengingat dalam bentuk suara)), setalh itu lanjut ke Central Nervous System (Pusat sistem saraf), lanjut pada Memori pemrosesan, yang akhirnya terciptalah suatu kegiatan yang kita lakukan. 

Setiap apa yang kita lakukan,  otak kita melalui tahapan tersebut dengan waktu sepersekian detik. Informasi yang telah kita dapat, diserap oleh otak, yang akhirnya menjadi daya ingat (memori).

Memori dapat diartikan sebagai proses dimana kita melakukan mengorganisasikan dan membentuk informasi. Dalam memori memiliki beberapa fungsi, diantara Receive (menerima, yaitu proses pemasukan informasi ke dalam memori yang didapat melalui panca indra yang dapat terjadi secara sengaja ataupun tidak sengaja), storage (penyimpanan, proses menyimpan informasi yang telah didapat), dan retrieval (pengambilan, merupakan hasil akhir dan mengacu pada pemanfaatan informasi yang dimiliki. Baik secara Eksplisit maupun implisit).

Pada umumnya, memory berkerja atas operasi dasar dari Sensory memory, short term memory, dan long term memory.

1. Sensory memory (Semua ingatan yang berasal dari panca indra), yang terdiri dari Iconic (dalam bentuk melihat ikon yang berlangsung selama detik) dan echonic (dalam bentuk suara yang berlangsung selama 2-4 detik). Bentuk forget dari sensory memory dapat berupa decay (informasi yang seiring berlalunya waktu dan tidak pernah diulang, maka akan rusak atau menghilang ), dan kegagalan konsolidasi (mengalami hilangan akibat gangguan organik terhadap otak).

2. Short term memory (Ingatan jangka pendek), diperkirakan berlangsung selama 75-30 detik dan mencakup 2- 7 ikon saja. Kelupaan? Tentu bisa. Forget short term memory, meliputi: decay, sengaja lupa (seperti mengingat gerakan apa saja yang kita lakukan setiap detik), dan failure to endcode (kegagalan dalam mengkode). 

3. Long term memory (ingatan jangka panjang). Ingatan jangka panjang disini dibagi menjadi dua, yaitu Eksplisit (pengetahuan secara sadar, seperti diminta menyebutkan alamt rumah) dan implisit (bersifat prosedural, seperti cara menuis, cara bersepedah, dan lain-lain). Apakah LMA juga bisa mengalama kelupaan? Tentu bisa. Forget long term memory, meliputi: decay, amnesia, sengaja lupa, interference (menggantikan hal baru, hal yang lama pun terlupakan), dan Retrieval Failure (kekeliruan dalam memanggil ulang informasi (recalling)).

Setelah melihat penjabaran diatas, bisakah kita menghindari kelupaan? Jika menghindari, sepertinya tidak, namun jika ingin mengasah ingatan kalian, sepertinya dapat meningkatkan kualitas dari ingatan itu sendiri. Mau tau seperti apa caranya? chect it out!

Latihan yang dapat kita lakukan, seperti:

1. Metode Laci (menyelipkan, atau menitipkan ingatan-ingatan kita terhadap suatu obyek yang sangat kita kita, seperti kamar, rumah, dan lain-lain). Contoh: Menggunakan kursi sebagai obyek atau ikon pengingat dari nama orang seperti putri. Jadi, setiap kita melihat kursi, bisa dibilang kita secara otomatis memproses informasi yang kita lihat dan irecallingi yang merujuk pada putri. Karena kursi merupakan ikon dari putri.

2. Key word method, dengan meletakan imajinasinya yang nyata pada kata-kata yang penting. Contoh: Ingin menghafal freedom yaitu bebas, yang Anda imajinasikan dengan kupu-kupu yang dapat terbang bebas.

3. Verbal technic (mempermudah mengingat dengan memperpendek key word dalam otak). Disini verbal technic berupa akronim atau akostik, diaman menyingkatkan setiap huruf dibagian depan, seperti menyingkat 10 dasa dharma pramuka menjadi tacipaparerahedibesu yang akhirnya memudahkan kita untuk mengingatnya) dan akostik.

dan masih banyak lagi, latihn-latihan yang dapat digunakan untuk memperkuat ingatan kita.

Oh iya, FYI: sebuah informasi yang adanya keterlibatan emosional, rata-rata memiliki daya ingat yang bagus. Contoh ringannya seperti kenangan bersama mantan yang dapat diklasifikasikan LMA, bahkan meskipun sudah move on. Mengapa hal itu bisa terjadi?  Apakah ini berbanding lurus dengan mereka yang susah untuk move on? 

Ini pendapat saya, bisa dibilang, ketika melihat atau mengingat nama mantan, otak akan merespon dengan mengeluarkan semua informasi yang terkait dengan nama tersebut, yang rata-rata berupa kenangan, apakah itu kenangan yang indah atau buruk. Setiap informasi tersebut adanya penyertaan emosional yang membuat kita terhanyut atau terbawa dalam suasana.

Cukup menarik memang jika membahas mengenai memori manusia, terkadang sesuatu yang penting mudah sekali untuk dilupakan, seperti mengingat pelajaran, dan sesuatu yang tidak penting justru teringat, seperti kenangan bersama Dia. tetapi itu semua tetap berada pada satu kendali, yaitu diri kita masing-masing, bagaimana kita mengatur atau memanajemen ingatan kita tersebut. Bukankah begitu?

Apakah seharusnya ketika proses pembalajaran di sekolah atau kampus berlangsung, kita menyertakan emosional kita disana agar informasi tersebut melekat dengan baik? Mari kita coba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun