Sudah satu bulan lebih masyarakat magelang, baik kabupaten maupun kota kesulitan mendapatkan gas 3kg untuk keluarga mereka. Menurut seorang pegawai sebuah agen, pasokan dari pertamina sengaja dipangkas sampai 50% sejak pertengahan april lalu. Saat ini banyak ibuy rumah tangga terutama yang bedomisili di pinggiran menggunakan tungku bakar sebagai alternatif memasak. Di hari ke 3 UASBN, beberapa siswa di sebuah sekolah swasta mengeluh karena tidak sarapan, tidak ada minuman hangat pagi, dan terpaksa mandi dengan air dingin, meskipun di Magelang saat itu sedang musim 'bediding' (musim dingin pancaroba).
Di tingkat pengecer harga tertinggi gas sudah mencapai Rp.20.000 terjadi di kios-kios pinggiran, harga rata-rata di kota mencapai Rp.18.000~Rp19.000. Meskipun masyarakat rela mengeluarkan uang lebih untuk mendapatkan bahan bakar yang menurut wakil presiden Yusuf Kala adalah bahan bakar termurah dan paling melimpah, namun masyarakat harus bersabar karena tidak adanya pasokan ke pengecer. Menjadi pemandangan biasa setiap sore banyak kendaraan roda dua yang membawa tabung kosong menyusur kios-kios yang diharapkan memiliki sisa pasokan gas, meskipun lebih sering mereka pulang dengan membuang premium kendaraan tanpa mendapatkan hasil.
Jarak tempuh untuk menyisir kios menambah ketidakekonomisan penggunaan gas 3 kilogram di rumah tangga. Rata-rata keluarga menengah menggunakan gas untuk memasak air dan kebutuhan sehari-hari dengan durasi ketahanan sampai 5 hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H