Pemerintah Pusat dalam hal ini bekerja sama dengan beberapa Pemerintahan Daerah di wilayah Propinsi Papua maupun Papua Barat, guna berupaya mensosialisasikan pentingnya Elektonik-Kartu Tanda Penduduk (E-KTP) bagi masyarakat untuk pergunakan sebagaimana mestinya. Beberapa tahapan sosialisasi, Pemerintah daerah setempat telah lewati. Namun, apa kata masyarakat ?
Belum lama ini banyak masyarakat di Papua berbondong-bondong menolak penerbitan E-KTP. Aspirasi yang mereka bahwa hingga sampai di meja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bahkan di meja Bupati. Masyarakat merasa bahwa E-KTP merupakan sebuah program untuk memaksa kehendak rakyat bahkan tidak sesuai dengan nurani masyarakat. Sehingga, masyarakat komitmen untuk tetap menolaknya.
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nasional yang cukup sekian tahun bergema di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun faktanya belum tersosialisasi ke dusun-dusun. Contoh kasus, daerah pegunungan di Propinsi Papua, masih menggunkan KTP biasa atau lokal. Ketika masyarakat merantau ke kota terdekat, dipastikan mereka memiliki KTP lokal. Jangankan di pedalaman, pinggiran kota-kota besar di papua juga masih memiliki KTP lokal. Artinya, KTP nasional belum berhasil sosiaslisinya. Apalagi E-KTP yang Pemerintah sedang mamaksakan masyarakat untuk dimiliki.
Beberapa waktu lalu, masyarakat yang tinggal di kota jeruk, Nabire, telah menyampaikan aspirasi atas tindakan pemerintah daerah yang semena-menanya bertindak di luar dugaan masyarakat. Seperti, pembuatan E-KTP. Setidaknya Pemerintah Daerah harus mengakomodir aspirasi masyarakat. Karena, tuntutan dari masyarkat merupakan suatu keinginan yang mereka sampaikan secara spontan di depan publik.
Penolakan E-KTP yang serupa juga sedang terjadi di beberapa daerah Pegunungan. Seperti, Paniai, Dogiyai, Deiyai, dan sepanjang Penungan Puncak. Bahkan hal penolakan tersebut menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Namun, pemerintah pusat maupun daerah sedang bekerja keras untuk sosialisasi serta sudah kucurkan dana milyaran rupiah hanya sosialisasi.
Sosialisasi lainnya sedang di lakukan melalui segelintir orang yang terdekat dengan salah satu stakehorders atau pejabat terdekat. Contoh kasus lain, beberapa waktu lalu, di kota nabire, ada seorang lelaki, David namanya. Di paksa untuk harus memiliki E-KTP. Oknum tersebut menurut dia, orang terdekat dengan salah satu pejabat, yang namanya tidak sebutkan. Namun, lelaki tersebut menolak penawaran tersebut.
Telaahan kasus-kasus di atas merupakan suatu unsur paksaan terhadap masyarakat agar mereka memiliki E-KTP. Mestinya, pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat ke tahapan selanjutnya. Tapi, aspirasi tersebut belum pernah di tindaklanjuti. (Madai)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H