Sumber Gambar: @Hariadhi
Hang out atau kumpul bersama di luar menjadi kegiatan yang barangkali hampir kebanyakan orang di Jakarta, khususnya kawula muda, dijadikan sebagai rutinitas di antara padatnya mobilitas sekolah, kuliah, ataupun kerja. Semantara pilihan tempat makan di Jakarta sangat banyak dan beragam. Dari yang paling mahal sekelas hotel bintang lima sampai yang di pinggir jalan ada.
Omong-omong tempat makan, belum lama ini saya berkunjung ke Monas, Jakarta. Berhubung masih tanggal tua tapi saya butuh piknik, saya pilih ke Monas. Sore menjelang Magrib, perut saya keroncongan dan mata saya tertuju pada tempat makan Lenggang Jakarta yang ada di dekat parkiran IRTI Monas. Penasaran, saya coba masuk. Dari jarak beberapa meter, terpampang nama “Lenggang Jakarta”.
Kebetulan saya tipe orang visual, maksudnya gampang tertarik dengan apa yang saya lihat. Nah, Lenggang Jakarta ini oke banget viewnya dari luar. Karena hari sudah gelap, dari kejauaha, kata-kata Lenggang Jakarta jadi tambah menarik karena menyala, menarik perhatian deh.
Lantas mata saya mulai jelalatan pas masuk ke dalam. Mulai milih-milih makanan. Terpampanglah papan segede gaban yang pasti kelihatan, kecuali mata kalian minusnya parah ya. Nah, di papan itu tertulis berbagai menu makan yang nggak cuma khas Betawi, tapi rupa-rupa, pokoknya lidah Indonesia banget deh.
Dan, pilihan saya jatuh pada sate ayam. Sambil nunggu makanannya datang, saya iseng googling tempat ini. Tempat ini ternyata punya sejarah yang menarik nih. Dari laman resmi Lenggang Jakarta, tempat ini katanya diresmikan pada 22 Mei 2015 oleh Pemprov DKI Jakarta. Katanya juga, tempat ini menjadi pusat kuliner ini menjadi wadah para pedagang Monas yang sebelumnya berdagang secara serabutan di area Monas. Diperkirakan ada 329 pedagang yang terdaftar di pusat kuliner Lenggang Jakarta. Kabarnya, 329 pedagang ini diberikan fasilitas di Lenggang Jakarta secara gratis.
Wah, jadi bisa dibilang tempat ini merupakan bentuk perhatian Pemprov DKI Jakarta kepada para pedagang yang mungkin tadinya jadi PKL doang ya. Soalnya, kalau diperhatiin, tempat ini bersih lho. Kios makanannya juga diatur sedemikian rupa jadi teratur. Bangku-bangkunya juga kinclong dan banyak tapi nggak bikin engap.
Fasilitas lainnya ternyata ada wifi, bayar makannya juga pakai e-money. Oya, range harga makanan di sini dari Rp 15.0000-Rp 40.000. Sedikit lebih mahal sih di banding makanan di pinggir jalan, tapi jelas lebih murah dan mengenyankan di banding makan di mal-mal. Hal ini juga menjadi janji Ahok nih. Katanya, harga jual makan di sini memang agak dimahalin dari harga kaki lima, hal ini untuk meningkatkan penjualan mereka. Yaa, harga segitu kebayar sih sama fasilitas yang didapat dan suasana makan yang enak.