Data survey sosial ekonomi (Susenas) Maret 2019 menunjukan jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 1.146,32 ribu jiwa. Angka ini meningkat 12,21 ribu orang dibanding keadaan pada periode  September 2018. Pada periode September 2018-Maret 2019, persentase penduduk miskin di daerah pedesaan mencapai 24,91 persen, sementara wilayah perkotaan mencapai 8,84 persen.Â
Dari sisi demografi, sebaran penduduk NTT memang sebagian besar berada di daerah pedesaan. Angka BPS NTT pada 2018 tercatat penduduk di wilayah pedesaan mencapai 78,13 dari jumlah keseluruhan penduduk NTT.
Data BPS juga menunjukan rata-rata lama sekolah di NTT pada 2018 masih berada pada angka 7,3, berada di bawah angka nasional yang mencapai 8,17. Artinya secara rerata, penduduk NTT yang berusia 25 tahun menempuh pendidikan selama 7,3 tahun atau menamatkan kelas VII, (tamat SMP kelas VII), (opini Leonar Do Da Vinci, florest post.com 12/8/2019). Data ini mengerikan, untuk generasi dan masa depan NTT.
"NTT membutuhkan investasi besar di semua sektor ekonominya, dan investasi yang akan membuahkan hasil terbesar adalah komitmen semua pihak untuk meningkatkan pendidikan di berbagai jenjang. Sang etnolog bahkan menganjurkan kepada warga NTT yang berada di NTT maupun dalam diaspora untuk mendorong pengembangan sumber daya manusia dengan mengembalikan budaya pendidikan. Tidak bisa lain harus melalui pendidikan,".Â
Garis tebal dari kode keras Fox adalah pentingnya pendidikan. Â Alam NTT yang tandus tidak cukup menjadi sandaran hidup. Butuh akses lain untuk mewujudkan kesejahtraan warga, dan itu adalah ilmu pengetahuan.
Sayang, berpuluh puluh tahun komitmen pemerintah baik propinsi dan kabupaten/kota di NTT pada pengembangan pendidikan belum menggembirakan. Kita jadi iri pada niat pemprov Jawa Tengah. Gubernur Ganjar Pranowo memprogramkan sekolah gratis bagi siswa miskin di Jateng mulai 2020 dengan dukungan anggaran 1 triliun, (kompas.com, 14/8/2019).Â
Membandingkan NTT dengan Jateng memang tidak apple to apple, hanya saja ini bukan soal nilai anggarannya, tapi komitmen pemerintahnya yang mesti jadi contoh. Di NTT, kita terus berkutat dengan  akses ke sekolah yang jauh, fasilitas belajar terbatas, kekurangan tenaga guru, anggaran pendidikan 20% belum terkover dalam APBD murni, ini cerita lama yang terus berulang.Â
Dengan begini, perjuangan nona Bansole menjadikan pendidikan sebagai exit strategy dari jerat kemiskinan keluarganya tampak berat, tetapi jika semua pihak terkait di NTT merespon nasehat James Fox, maka kita mungkin belum terlambat untuk memperbaiki rapor merah statistik kemiskinan di NTT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H