Perhelatan PILGUB DKI putaran 2 sudah berhasil dilaksanakan dengan tertib dan aman. Gaungnya pun tak kalah dengan pemilihan presiden. Hasil penghitungan cepat versi Lingkaran Survei Indonesia memenangkan Jokowi-Basuki atas pasangan Foke-Nara sebesar 53,68% - 46.32%. Sementara Lembaga Survei Indonesia, pasangan Jokowi-Basuki mendapatkan suara 53,81 persen dan Foke-Nara sebesar 46,19 persen suara.
Kunci Keberhasilan Jokowi:
1. Kekuatan Figur Pribadi
Berbeda dengan pemilu legislatif, perilaku pemilih pilkada serupa dengan pemilih pilpres, tak tergantung mesin partai. Sebagaimana SBY di pilpres 2004, memenangkan pemilihan presiden, padahal Partai Demokrat kala itu hanya memperoleh suara 7%. Figur pribadi memang jauh lebih berpengaruh.
Figur Jokowi-Basuki berpenampilan sederhana, gaya bicaranya menyenangkan, gambaran pemimpin yang ‘abdi rakyat’. Sementara Foke-Nara lebih bergaya aristokratik, kaku, dan ‘kumis’ seringkali menggambarkan gaya kepemimpinan yang tegas dan otoriter.
2. Faktor-faktor Eksternal
Faktor Jawa:
Jokowi-Basuki didukung penuh orang Jawa yang ada di Jakarta. Persentase mereka sekitar 35%, di atas jumlah warga Betawi yang hanya 25%.
Tionghoa dan Non Muslim
Jokowi-Basuki didukung warga keturunan Tionghoa dan warga non-Muslim. Hal itu dipicu oleh penolakan beberapa kalangan yang tidak menginginkan seorang Tionghoa dan non-Muslim menduduki jabatan penting di pemerintahan (isu SARA yang dihembuskan pada mereka justru berdampak positif). Kelompok ini berjumlah sekitar 25%.
Mesin Partai Pendukung
Jokowi-Basuki didukung oleh PDIP dan Gerindra. Sebagaimana kita ketahui, PDIP adalah satu-satunya partai yang memiliki basis simpatisan yang sangat kuat, dan mesin partainya berjalan sangat efektif. Dukungan semua partai seperti: Demokrat, Golkar, PAN, PPP, PKS, PKB pada pasangan Foke-Nara ternyata tak memberi pengaruh apa-apa. PDIP dan Gerindra pada pemilu lalu memperoleh sekitar 18% suara.
Kelompok Muslim Non Fanatis
Jokowi-Basuki didukung oleh warga Muslim non fanatis. Kelompok ini berpikir secara obyektif, lebih mementingkan visi dan misi calon pemimpin dibanding sekedar memilih berdasarkan latar belakang agamanya.
Mengapa Jokowi-Basuki Masih Bisa Kalah
Pada Pilgub Jatim 2008, Khofifah juga memenangkan perolehan suara berdasarkan versi ‘Lembaga Survei’. Dia kalah dalam versi KPU Jatim, dan saat putaran ke-2 suaranya hampir 50%. Sebuah manipulasi yang luar biasa, menyebabkan dia ‘harus kalah’ di putaran ketiga.
Nasib Khofifah bisa saja menimpa Jokowi. Quick count bukanlah hasil akhir, kita mesti bersabar menunggu penghitungan suara KPUD DKI. Jokowi-Basuki bisa unggul, bisa juga kalah. Andai Foke-Nara yang kalah sekalipun, masih ada kesempatan baginya untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Proses bisa saja jadi makin panjang. Sekali lagi, kita masih harus menunggu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H