Banyak orang menolak berasuransi dengan berbagai alasan. Kalau alasan belum memiliki dana berlebih, itu masih bisa diterima. Namun, tidak sedikit orang yang memiliki anggapan bahwa asuransi adalah produk yang menjual nyawa; di mana nyawa seseorang akan ditukar dengan sejumlah uang; yang akan diterimakan kepada ahli waris, jika orang tersebut meninggal dunia. Dan itu bertentangan dengan ajaran agama; nyawa adalah sesuatu yang haram untuk diperjual-belikan.
Ada cara pandang yang keliru--bukan nyawa yang dilindungi oleh asuransi--melainkan kesejahteraan keluarga. Di mana ada atau pun tak ada ayah (sebagai sumber penghasilan), kesejahteraan keluarga tetap terjamin. Dalam hal ini yang dilindungi bukanlah nyawa sang ayah, akan tetapi nilai ekonomi yang dimiliki ayah sebagai sumber penghasilan. Nilai ekonomi adalah dana yang bisa didapat apabila seseorang melakukan pekerjaannya.
Beberapa dari mereka, mungkin akan menunjukkan kepada agen asuransi; ayat-ayat dari kitab suci yang menurutnya melarang ikut program asuransi atau semacamnya karena ada unsur riba atau masir (judi) di sana. Bukan kapasitas saya untuk membantah pendapat tersebut karena saya bukan ahli agama. Hanya satu hal yang saya pahami. Jika musibah datang menimpa anda--membuat anda meninggal atau anda mengalami cacat permanen--yang membuat anda tidak bisa menjalankan fungsi sebagai penghasil keuangan bagi keluarga anda. Dan anda tidak cukup memilki aset atau tabungan yang bisa dimanfaatkan istri dan anak-anak unuk melangsungkan kehidupan. Sepeninggal anda, kesejahteraan istri dan anak-anak anda akan menurun--mereka putus sekolah karena ketiadaan biaya. Istri anda harus menjadi tulang punggung untuk menggantikan posisi anda. Kesusahan hidup yang mereka alami sepeninggal anda, membuat mereka melupakan jasa anda semasa hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H