Mohon tunggu...
Machmud Yunus
Machmud Yunus Mohon Tunggu... lainnya -

Suka menulis fiksi (novel dan cerpen), dan non fiksi. Sarjana Biologi lulusan FMIPA Universitas Brawijaya ini memiliki ketertarikan lebih pada bidang kesehatan, flora-fauna, iptek, wirausaha dan keuangan. Mudah dihubungi di www.facebook.com/yunusmachmud

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Benarkah Asuransi Menjual Nyawa?

1 Maret 2013   14:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:29 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang menolak berasuransi dengan berbagai alasan. Kalau alasan belum memiliki dana berlebih, itu masih bisa diterima. Namun, tidak sedikit orang yang memiliki anggapan bahwa asuransi adalah produk yang menjual nyawa; di mana nyawa seseorang akan ditukar dengan sejumlah uang; yang akan diterimakan kepada ahli waris, jika orang tersebut meninggal dunia. Dan itu bertentangan dengan ajaran agama; nyawa adalah sesuatu yang haram untuk diperjual-belikan.

Ada cara pandang yang keliru--bukan nyawa yang dilindungi oleh asuransi--melainkan kesejahteraan keluarga. Di mana ada atau pun tak ada ayah (sebagai sumber penghasilan), kesejahteraan keluarga tetap terjamin. Dalam hal ini yang dilindungi bukanlah nyawa sang ayah, akan tetapi nilai ekonomi yang dimiliki ayah sebagai sumber penghasilan. Nilai ekonomi adalah dana yang bisa didapat apabila seseorang melakukan pekerjaannya.

Beberapa dari mereka, mungkin akan menunjukkan kepada agen asuransi; ayat-ayat dari kitab suci yang menurutnya melarang ikut program asuransi atau semacamnya karena ada unsur riba atau masir (judi) di sana. Bukan kapasitas saya untuk membantah pendapat tersebut karena saya bukan ahli agama. Hanya satu hal yang saya pahami. Jika musibah datang menimpa anda--membuat anda meninggal atau anda mengalami cacat permanen--yang membuat anda tidak bisa menjalankan fungsi sebagai penghasil keuangan bagi keluarga anda. Dan anda tidak cukup memilki aset atau tabungan yang bisa dimanfaatkan istri dan anak-anak unuk melangsungkan kehidupan. Sepeninggal anda, kesejahteraan istri dan anak-anak anda akan menurun--mereka putus sekolah karena ketiadaan biaya. Istri anda harus menjadi tulang punggung untuk menggantikan posisi anda. Kesusahan hidup yang mereka alami sepeninggal anda, membuat mereka melupakan jasa anda semasa hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun