Mohon tunggu...
Machmud Yunus
Machmud Yunus Mohon Tunggu... lainnya -

Suka menulis fiksi (novel dan cerpen), dan non fiksi. Sarjana Biologi lulusan FMIPA Universitas Brawijaya ini memiliki ketertarikan lebih pada bidang kesehatan, flora-fauna, iptek, wirausaha dan keuangan. Mudah dihubungi di www.facebook.com/yunusmachmud

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gandamayu, Pengorbanan Para Perempuan

10 Maret 2013   08:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:02 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13629031821069512469

[caption id="attachment_241094" align="alignnone" width="400" caption="Putu Fajar Arcana dan Novelnya, Gandamayu (gandamayu.blogspot.com)"][/caption]

Novel ini dapat dinikmati oleh siapa saja. Walaupun berlatar belakang kisah epik Mahabharata. Namun, Putu Fajar Arcana mengemasnya secara puitis, menyentuh dan sangat memikat. Bahkan, kalangan yang awam kisah pewayangan sekalipun. Gandamayu,  sebuah lakon wayang Sudamala. Mengisahkan keberhasilan Sahadewa meruwat Dewi Durga. Dewi berparas seram, bertaring tajam, lidahnya menjulur, berambut putih dengan markota api di atas kepalanya. Sosok raksasa yang sesungguhnya adalah Dewi Uma yang cantik jelita. Yang menjalani kutukan Dewa Siwa, suaminya sendiri. Justru setelah membuktikan kesetiaan seorang istri. Justru setelah mengorbankan kehormatannya demi kelangsungan hidup suami yang sangat dicintainya. Ironisme kehidupan kaum perempuan. Putu Fajar Arcana, menuturkan kembali lakon wayang ini dengan cara yang tidak biasanya. Dia berhasil menggabungkan fiksi dan fakta. Alur cerita dibiarkan mengalir bersama, saling mengisi, saling melengkapi, hingga mencapai muaranya secara harmoni, seiring dan sejalan. Realitas kehidupan kahyangan yang magis, yang hanya ada di dunia wayang. Dipadukan dengan kehidupan nyata penulis di Bali semasa kecil. Kisah romantisnya bersama sang ayah, yang sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan bertani dan menekuni sastra tradisi. Kita dibawanya sejenak untuk menikmati keindahan alam pedesaan:  air, lumpur, padi, ikan, belut dan kunang-kunang. Sangat kental nuansa kehidupan masyarakat, yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual, persaudaraan, menghidupkan tradisi, sekaligus melestarikan sebuah seni sastra kuno. Kunti, ibu para Pandawa, juga diceritakan secara apik dan sangat mengesankan. Profil seorang perempuan yang rela mati, asal anak-anaknya bisa tetap hidup. Demi keselamatan Indraprasta, dia bersimpuh di kaki Dewi Durga hingga air mata mengalir di pipinya. Saat Sahadewa diminta sebagai tumbal. Kunti menolak persyaratan itu dan berkata, “Ibu, saya tidak berani. Sahadewa putra dari madu saya Dewi Madri. Ambilah putraku yang lain....”  Sebuah momen yang sangat mengharukan dan menyentuh hati. Suri tauladan bagi kaum perempuan, pemulia kehidupan. Setra Gandamayu, juga menjadi tempat pembuangan Kalika. Perempuan kahyangan cantik, yang dikutuk akibat membunuh suami dan 34 lelaki lain. “Suamiku telah menghinaku, menistakanku dengan berselingkuh di depan mataku. Itulah yang menjadi kekuatan bagiku untuk membunuhnya. Dan celakanya mereka juga ikut meminum air yang telah kuracun.” Dia masih menjalani kutukannya sebagai raksasa buruk rupa dengan penuh keikhlasan. Setelah menumpas perbuatan tak bermoral. Bukankah seharusnya dia mendapatkan penghormatan. Namun, para lelaki justru menghukumnya begitu lama. Atas restu Dewa Siwa, Sahadewa berhasil melepaskan Dewi Durga dari kutukan dan mengembalikannya menjadi Dewi Uma yang cantik mempesona. Dewi Uma menghadiahkan nama baru Sudamala, dan mempertemukannya dengan Resi Tamba Petra dari negeri Prangalas. Keteladanan bagi perempuan juga ditampilkan oleh Diah Padapa, salah seorang putri Resi Tamba Petra. Putri yang sangat cantik. Bahkan, tak kalah cantik dengan dewi dari kahyangan. Namun, justru kecerdasannyalah yang mempesonakan hati Sudamala. “Bertani tak harus mengerjakan sawah, tetapi juga membenahi hidup di sekitar kita,” kata Padapa. Sebuah kalimat yang penuh kedalaman makna. Hanya bisa diucapkan oleh perempuan yang telah menemukan saripati kehidupan. Menjelang penghujung ditampilkan penggalan kisah pertempuran Barata Yudha. Perang saudara antara Pandawa melawan Korawa.  Dulu, sekarang, maupun yang akan datang. Perang selalu menampilkan arogansi kaum satria. Perang tak lebih dari sebuah parade pembantaian, penderitaan, dan kesengsaraan bagi rakyat jelata. Perang pada akhirnya hanya akan menyisakan darah dan air mata. Demi mewujudkan perdamaian dibutuhkan sebuah peperangan. Ironisme di alam mitologi yang juga berlaku di kehidupan nyata. Dan akhir pertunjukan dominasi kaum lelaki pada perempuan ditampilkan secara dramatis di bagian akhir cerita. “Uma menemani Kalika sampai senja benar-benar pamit dari langit. Sisa cahaya yang dipantulkan di pucuk pohon kenanga membawa kabar keresahan Dewa Siwa. Para dewa menemukan tubuh Uma seperti kepompong yang telah ditinggalkan  kupu-kupu, bersandar di Siwa Loka. Siwa panik, berlari kesana kemari mengelilingi Kahyangan. Ia merasa kehilangan dewi penerang Kahyangan selamanya...” Pengalaman hidup penulis, dipadukan  kecerdasannya mengolah kata-kata. Membuat kisah mitologi ini menjadi benar-benar hidup. Dengan caranya sendiri, dia telah membuat tafsir baru tentang kecantikan perempuan. Patut dibaca oleh para gadis, istri dan ibu di Indonesia yang sedang mencari jati diri. Juga bagi para lelaki. Karena memuliakan perempuan, berarti memuliakan kehidupan. Data Buku: Judul               : Gandamayu Penulis             : Putu Fajar Arcana Penerbit           : Penerbit Buku Kompas Cetakan           : I Tahun 2012 Tebal               : xviii + 189 halaman

  • Muna Masyari, cerpenis: "Buku yang memikat. Resensinnya mengundang selera."
  • Putu Fajar Arcana: "terima kasih telah membuat resensi yang penuh ketelitian dalam menemukan pesan moral dari kisah ini."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun