Amerika Serikat (AS), negara super power yang memiliki tradisi berburu. Budaya warisan zaman prasejarah yang terpelihara, dan dilegalisasi undang-undang. Demi pelestarian budaya berburu di AS ― suku Indian-Amerika dibebaskan memakai bulu elang. Dan penduduk asli Alaska mendapatkan pengecualian atas Undang-Undang Perlindungan Mamalia Laut.
Sebagai sebuah budaya, berburu telah melalui perjalanan sejarah yang panjang. Bahkan, sama panjangnya dengan sejarah kemunculan Homo sapiens. Berburu merupakan komponen penting pembentuk masyarakat purba sebelum era bercocok-tanam 11.000 tahun yang lalu.
Budaya berburu juga mempengaruhi perkembangan masyarakat modern. Hal tersebut dapat kita amati dari perkembangan teknologi peralatan dan teknik berburu ― yang mengalami kemajuan dari masa ke masa. AS di masa kini ― mengoleksi senjata, berburu hewan liar, dan menembak sasaran ― menjadi hobi yang disukai seluruh lapisan masyarakat. Mereka yang berumur di atas 21 tahun dan sudah memiliki lisensi ― boleh memiliki senjata api. Umumnya, mereka membeli senjata api untuk proteksi diri, sebagai alat pertahanan, dan perlengkapan berburu.
Hewan yang diburu disebut spesies ‘game’. Biasanya jenis mamalia, hewan yang bermigrasi, atau jenis burung lokal. Pengelolaan satwa liar berada di bawah pengawasan Department Fish and Game, yang ada di setiap negara bagian. Sedangkan pelaksana teknis perburuan dilakukan oleh Fish and Game Commision. Satwa liar dianggap sebagai sumber daya terbarukan sehingga harus memberi kontribusi ekonomi kepada negara.
Pemerintah AS mendapatkan pemasukan dari penjualan lisensi berburu (hunting licenses), pajak berburu (hunting tag), dan biaya ujian tulis (hunting education equiralency exam). Sebagai gambaran, saat ini harga sebuah lisensi berburu ( hunting licenses)di California $43.46 untuk penduduk (resident hunting licenses). Sedangkan bagi pendatang (non resident) $151.20. Itupun masih dikenai lagi pajak berburu (hunting tag) sebesar $29.16 untuk sekali berburu. Setiap tahun pemerintah AS memperoleh pemasukan hampir $ 200 juta, yang berasal dari pajak federal atas penjualan lisensi senjata api dan pajak berburu.
Memiliki senjata api dan keahlian menembak menjadi gaya hidup masyarakat AS. Berburu merupakan bentuk olah raga dan hiburan yang menyenangkan. Bahkan, jenis perburuan hewan yang berbahaya, seperti berburu singa di Afrika ― diyakini mampu meningkatkan status sosial.
Hampir seluruh pemuda dewasa menyukai olah raga ekstrem ini. Tak terkecuali James Holmes, pemuda 24 tahun,Sarjana Neuroscience lulusan Universitas California. Terobsesi tokoh ‘Joker’ yang diperankan oleh Heath Ledger di film The Dark Knight(2008). Pelaku tunggal penembakan sadis di premier film Batman The Dark Knight Rises di Teater Film Century Aurora 9, Denver, Colorado, Amerika Serikat. Joker jadi-jadian itu menewaskan 12 orang, dan melukai 58 orang pada Jumat dini hari 20 Juli 2012 waktu setempat.
Peristiwa itu menambah panjang tragedi penyerangan masal terburuk sepanjang sejarah di AS. James Holmes, pelaku penembakan itu, sekali lagi bukan berasal dari steoritipical kaum bandit. Dia seorang terpelajar, berasal dari kelas menengah atas, dari keluarga baik-baik, dan terdidik pendidikan tinggi.
Holmes masih berada di ruang isolasi Arapahoe Detention Center, Arapahoe County. Sidang pendahuluan akan segera dilakukan di District County Court di Centennial, Colorado. Tragedi di Aurora kembali memicu perdebatan atas kebebasan bersenjata api di AS. Masyarakat sangat menyesalkan kepemilikan 4 senjata api Holmes, yang ternyata kesemuanya dimilikinya secara legal. Berikut kepemilikan lebih dari 6 ribu amunisi yang dia beli secara online.
Tak dapat dipungkiri, perdagangan senjata telah memberikan pemasukan berarti kepada pemerintah. Selain berupa pajak penjualan, pemerintah juga mendapatkan pemasukan pajak federal atas penjualan lisensi senjata api dan pajak berburu. Namun, ada hal yang tak terelakkan, resiko yang harus dipikul pemerintah juga tak kalah besarnya. Kontrol yang kurang baik, dan kebebasan yang tak terkendali, telah memicu meningkatnya kasus kejahatan dengan senjata api.
Kebebasan bersenjata api di AS ― membawa manusia pada era perburuan modern. Dulu, dulu sekali, di zaman Mesolithic, 18.000 tahun yang lalu, manusia berburu hanya dengan mempergunakan busur dan anak panah. Manusia purba berburu binatang untuk dimakan. Sedangkan perburuan manusia modern hanya untuk kesenangan saja. Teknologi yang digunakan pun sudah sedemikian canggih ― senjata api otomatis yang dilengkapi telescop. Gaya hidup dan teknologi telah merubah motif perburuan manusia.
James Holmes adalah gambaran kecil dari sekumpulan manusia yang sedang mengalami gangguan jiwa. Di hadapan polisi, Holmes masih bisa tertawa. Dia meludah di sembarang tempat ― di lantai dan di dinding ruangan. Dia bahkan meludahi polisi yang memeriksanya. Holmes bersikap seolah-olah tak pernah melakukan kesalahan apapun. Tak ada rasa penyesalan sedikitpun. Dia tak sadar bahwa perbuatan biadabnya telah mengguncang jiwa seseorang ― saat dia memusnahkan jiwa yang lain. Jiwa-jiwa manusia, mungkin bagi Holmes tak ubahnya jiwa hewan-hewan buruan (spesies ‘game’).
Jika seorang James Holmes saja sudah bisa menimbulkan trauma yang mendalam. Bagaimana jika James Holmes itu berjumlah puluhan ribu?Para James Holmes yang berkeliaran di Afganistan dan Irak sejak beberapa tahun lalu. Yang tentunya telah menimbulkan berjuta-juta trauma yang tak kalah mendalam.
Seleksi alam terus berlangsung hingga kini. Sumber daya alam kian menipis. Manusia selalu dihadapkan pada sebuah kompetisi. Dan kompetisi hanya akan menyisakan manusia terkuat. Sementara manusia yang lemah akan terpinggirkan. Manusia terkuatlah yang akan menjadi penguasa tunggal di bumi. Dan sekaligus sebagai penentu arah evolusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H