Malam;
Adakah terlontar dari wajahmu penanda kerinduan yang menikam
Saat-saat kesunyian menjadi sampah menyumbat comberan sanubari
Hingga jantung tak lagi berdenyut, hendak meledak!!
Dan kau!
Yang jauh diujung cakrawala sana, adakah kau saksikan seorang pesakitan
Menghentak-hentak sajak-sajaknya sendiri, sampai lumat
Sampai kata-katanya berhamburan kesana-kemari bercampur debu,
abu dari sisa pembakaran tubuhnya yang sebentar lagi dikremasi.
Aku tahu kau menunggu diantara kesunyian yang beku,
Hingga desau angin malam menyusup ruas-ruas tulang
Menyemburkan gigil dipuncak ratapan
dan tangisan yang merintih-rintih.
Akupun tahu kau menunggu isyarat diujung harapan,
Ketika daun-daun bergoyang, seolah lambaian tangan
Dan senja semakin melahapmu, menggarisi putih wajahmu yang pucat saat itu
Aku tahu apa yang keluar dari celah diantara dua bibirmu yang gemetar,
“aku sudah tak kuat lagi menunggu, bayangan kelam telah melayang-layang”
Kemudian kau rebahkan tubuhmu disandaran kursi tua dipinggir telaga.
Sementara malam telah rebah diatas meja
Sajak-sajak sudah selesai dikremasi,
Pun perih telah sampai diujung daun-daun,
Melambai terdesir angin, isyaratkan selamat tinggal
Kau masih rebah bersandar dikursi tua,
Dan aku belumlah sampai dipenghujung cerita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H