Mohon tunggu...
Machin Muhammad
Machin Muhammad Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya adalah saya, bukan kamu, kalian atau mereka.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Beberapa Meter dari Pintu Kamar; Aku Mencoba Mengakrabi

11 Juli 2011   23:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:45 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagi, tak segera aku campakkan tubuhku diatas kasur, aku ingin menikmati seratus meter sebelum bertemu dengan pintu kamar. Suara motor menderum bersilangan dengan kicauan burung dalam sangkar, dan siutan angin kemudian pagi yang agak mendung, ah!! Entahlah, pagi ini tak seperti biasanya,……

Hmmm,…

Udara yang aku hiruppun terasa bersih dan segar, seperti aku lihat kelokan jalan menuju pegunungan dengan berderet pepohon disebelah menyebelah dengan desir lembut gerak daun-daunnya.

**

Langkahku kecil-kecil dan ringan, seperti tarikan nafasku juga demikian, sangat ringan, hampir tak ada koma maupun sengal. Tak ada pikiran apa-apa dalam kepalaku, kecuali hanya denyut jantung yang berdetak dengan wajar, dan itupun terdengar meski hanya lamat-lamat.

**

Lima meter dari pintu kamarku, adalah jalan kecil yang mirip lorong, tak seperti hari-hari biasa, suasana jelas dikacaukan oleh sisa bau busuk masakan yang berhamburan, dengan lalat yang terbang sambil menggeremang, selebihnya sejauh lorong kecil itu, berderet cucian, saat itu sungguh sangat memuakkan. Tapi sekarang?,...

Meskipun lorong kecil yang sama, bau, lalat dan berderet cucian yang tak berbeda, tapi kenyataan itu justru menambah riangnya suasana. Apakah aku sedang jatuh cinta?

Aku coba meyakinkan dengan menyentuh dada dengan sebelah telapak tangan, aku dengarkan, akan tetapi tak ada denyut jantung yang berbeda, semua wajar-wajar saja, dan memang aku tidak sedang jatuh cinta.

**

Dari jalan lorong kecil aku berbelok ke halaman rumah yang aku tinggali,

Gila!! Suasananya terasa memekarkan dada, seolah ada semacam penyambutan yang sangat akrab, betul-betul sangat bersahabat, meskipun tempat sampah disudut depan halaman penuh dengan sisa dan bungkus makanan, semerbak baunya yang meskipun sangat mengecam hidung akan tetapi terasa seperti wangi kasturi.

**

Apakah ini yang dinamakan susana keseharian yang dihayati?

Tanyaku pada diri sendiri, sesaat sebelum aku membuka pintu kamarku,

ah tapi entahlah.

Akupun masuk dengan langkah ringan seperti berjalan diatas awan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun