Mohon tunggu...
Mac Arif Hamdanas
Mac Arif Hamdanas Mohon Tunggu... lainnya -

I am just me. The REAL me. macariflc@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Bukan Pejabat Ideal

11 September 2014   16:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:00 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat kampanye PilPres 2014 lalu, Jokowi sangat banyak diserang dengan kampanye negatif bahkan kampanye hitam. Salah satunya adalah menyatakan bahwa Jokowi seorang penghianat karena Gerindra [merasa] berjasa atas kemenangan Jokowi di Jakarta dalam PilGub namun ia seolah kemudian melawan Prabowo dalam perhelatan PilPres 2014.

Setelah Jokowi, kini Ahok pun disebut-sebut sebagai Malin Kundang karena menentang kebijakan Gerinda yang bahkan tak bersesuaian dengan hati kita sebagai manusia.

Idealisme Ahok

Jakarta banyak sekali mengalami perubahan dalam masa pemerintahan Jokowi-Ahok. Mulai dari proyek MRT, rusun, hingga mengubah waduk yang kumuh menjadi taman indah. Ahok sangat tidak ideal bagi partai pemanen kuasa seperti Gerindra. Ketidak-setujuan Ahok sebenarnya sudah dibaca publik sejak koalisi pe[r]manen Merah-Putih mengukuhkan diri. Arah koalisi sangat jelas terbaca oleh publik, bukan untuk kepentingan rakyat di negeri ini, melainkan kepentingan elit partai dalam koalisi. Koalisi gembong koruptor ini dalam kegamangan politik karena satu-satu orang partainya diciduk oleh KPK. Sementara pemerintahan Jokowi menunjukkan keseriusan dalam hal pembrantasan korupsi.

SBY pun bermain halus dalam koalisi ini. Menjalankan politik cari muka alias muka duanya di parlemen. Pada publik menyatakan netral untuk tidak mendukung salah satu kandidat tapi terang-terangan mendukung koalisi Merah Putih. Warisan yang sangat tidak bijak di kala tampuk pemerintahan akan segera ia akhiri.

Tapi Ahok baru-baru ini malah merangkul KPK untuk sidak di KIR yang akhirnya berujung pada terbongkarnya korupsi puluhan juta rupiah per hari. Ini jelas sangat tidak ideal bagi partai yang juga sedang sibuk menutupi dosa masa lalu sang pendirinya yang terus aja ditutupi dengan peti batu walaupun baunya sudah semerbak tercium ke muka publik. Jokowi melalui tim transisi juga kekeh menyelesaikan kasus HAM ini. Akhirnya mereka sibuk mencari cara menyelamatkan diri.

Koalisi Merah-Putih menyusun strategi demi mengamankan kekuasaan di parlemen, hingga mencari-cari celah mengotak-atik pemerintahan Jokowi. Setelah kalah di MK, katanya akan mengajukan gugatan ke PTUN dan MA. Sayangnya, kekalahan di PUTN seolah menghentikan niat bulus gugatan ke MA. Hingga kini, omongan sesumbar mereka hanyalah kalimat sampah yang terbuang begitu saja.

MD3 adalah kebusukan hati para pembesar partai dalam koalisi untuk menghambat gerak KPK dalam penyidikan anggota dewan. Meski kita tahu bahwa koalisi Merah-Putih sendiri adalah sebuah konspirasi busuk sejak awal!

MD3 digulirkan dan masih belum puas. UU Pilkada yang dulu mereka tolak ramai-ramai ketika Demokrat mengajukannya [mungkin untuk mengamankan kekuasaan hingga tingkat daerah], kini berbalik arah membela dan kekeh memperjuangkannya. Apa alasannya? Biaya! Padahal PilPres kemarin mereka minta diulang dan Prabowo bilang “Tak Perlu Khawatir tentang Dana”. Apaan ini? Alasan model apa yang sedang mereka suarakan? Benarkah itu suara kita?

Penentangan Ahok, jelas tidak ideal dengan kebusukan koalisi ini. Idealisme Politik Untung-Rugi.

Loyalitas Ahok

Sebagai pejabat publik, Ahok sangat gencar menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak rakyat. Sulit disentuh dengan sogokan murahan dan tak ingin menjabat bukan karena pilihan tapi karena mesin partai.

Jabatan dari hasil mesin partai adalah jabatan sogokan untuk menyenangkan seseorang yang berjasa pada partai. Seperti Fauzi Bowo yang kalah dalam PilGub DKI lalu misalnya, disogok dan disenangkan oleh SBY dengan dihadiahi hadiah jabatan sebagai Duta Besar Indonesia di luar negeri. Ini kah bukti kepentingan rakyat yang menjadi priority?

Ahok jelas bukan tipikal penjabat model ini. Karenanya ia sangat tidak ideal berada di partai gila kuasa. Sibuk mengamankan kursi dengan cara apapun juga. Menggunakan power sebagai legislator yang UU-nya akan diubah sesuai dengan kepentingan mereka.

Sebagai pejabat publik yang sangat patut dicontoh, Ahok lebih mengedepankan loyalitasnya pada rakyat, bukan partai apalagi pada pembesarnya. Semoga dari sini, lahir Ahok-Ahok berikutnya.

Ahok jelas bukan dewa apalagi titisan Allah. Tapi segala kebijakannya membuktikan bahwa loyalitasnya adalah kepada kita. Rakyat yang memilihnya hingga mengantarkannya sebagai wakil Gubernur Jakarta dalam Pilkada.

Tetaplah bersama kami, Pak Ahok. We love you as who you really are.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun