Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa yang namanya orang tua akan senantiasa berusaha membahagiakan keluarga dan anak-anaknya. Jika perlu, segala kebutuhan akan dipenuhi. Istilah susah dan menderita pun akan dihilangkan dari kehidupan keluarga. Tidak sedikit pula di antara mereka yang kemudian memanjakan keluarga. Terhadap anak-anak khususnya. Namun, bagaimanakah batasan orang tua dalam membahagiakan keluarga, khususnya anak-anaknya?
Ada hadits yang barang kali bisa kita jadikan renungan. Dari Mu’adz bin Jabal r.a bahwa Nabi SAW bersabda: [Iyyaaka wa at-tana’ ’um, fainna ‘ibaadaLlahi laysuu bi al-mutana’ ’imiin] yang artinya “Hati-hatilah dengan kesenangan; karena para hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang bersenang-senang” [HR. Ahmad dalam musnadnya, Al-baihaqi dalam Sunan-nya, Shahih al-Jaami’ No. 2668)
Mengomentari hadits ini, Fahd bin Muhammad Al Hamizy dalam al-Aabaa-u Madrasatul Abnaa-i (versi bahasa ini berjudul Merindukan Anak Shalih) menyatakan “Ini diartikan kepada berlebih-lebih dalam kesenangan dan senantiasa menyengajanya. Hal itu karena bersenang-senang dengan suatu yang mubah – meski dibolehkan – menyebabkan terbiasa dengannya dan dikhawatirkan penyimpangannya, seperti kesombongan, melampaui batas dalam kegembiraan, melampaui kemakruhan, dan semisalnya. Memperbanyak kesenangan dengan perkara mubah adalah bahaya yang besar, karena ini menyebabkan seseorang senang kepada dunia dan bersandar kepadanya, serta jauh dari rasa takut yang hal itu merupakan sayap orang mukmin”
Jadi, boleh-boleh saja kita kita membahagiakan keluarga dan anak-anak kita. Namun demikian jangan sampai kesenangan tersebut menjadi kebiasaan sehingga menyebabkan anak-anak kita menjadi pribadi yang sombong, cinta dunia serta jauh dari rasa takut, khususnya rasa takut kepada Allah SWT. Allahua’lam bishowab. [] Mabsus AF
Pernah diposting di Anak Sholeh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H