Film "Negeri 5 Menara" bukan hanya bercerita tentang pendidikan ala pesantren, perjuangan tak kenal lelah, dan kepatuhan terhadap orang tua, tetapi juga tentang persahabatan. Maka, saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman satu kelompok belajar saya di dalam "Geng" Lebah, yaitu Yeni, Farid, Lutfi, dan Randy, yang bersepakat untuk menonton bersama film ini di Cinema 21 Bintaro Plaza. Pastinya, menonton bersama para sahabat akan jauh lebih berkesan daripada menonton seorang diri. Ya, film N5M ini seharusnya ditonton secara kolektif: bisa keluarga, teman satu kelas, kelompok belajar, "geng", dan lain-lain. Bagi pasangan muda-mudi, alangkah baiknya jika mengikuti saran saya: kali ini ajaklah keluarga besar calon mertua untuk menonton bersama, jangan berdua saja karena ini bukan film romantis :D. Sebenarnya Cinema 21 Bintaro Plaza memperoleh kehormatan untuk menayangkan film ini sebelum dirilis secara resmi pada tanggal 1 Maret 2012. Sayangnya, pada tanggal 12 Februari itu, satu-satunya tanggal di mana Cinema 21 BP menayangkan film ini sebelum rilis, bertepatan dengan saat kami Ujian Akhir Semester 5. Kami tidak berani berkompromi soal ini. Meski tentu sangat ingin bagi kami untuk menonton film ini bersama A. Fuadi dan para pemain. Oh ya, saya mempunyai sebuah hipotesis mengapa Cinema 21 BP mendapat keberuntungan memutar film N5M sebelum rilis. Mungkin karena Bang A. Fuadi bertempat tinggal di bilangan Bintaro. Setidaknya, mendahulukan tetangga itu adalah hal yang baik. Ketika film ini tayang perdana secara serentak, yakni tanggal 1 Maret 2012, kami sedang libur kuliah dan pulang ke kampung masing-masing. Sekembalinya ke Bintaro, kami segera menyepakati sebuah tanggal. Hari Rabu tanggal 14 Maret menjadi keputusan bersama. Malam itu kami berlima menonton film N5M. Sungguh pun produser maupun sutradara menginginkan cerita yang berbeda dengan versi novel, dalam film ini--lagi-lagi sebagaimana film adaptasi dari novel--suasana yang terbangun tidak mampu menampilkan seluruhnya seperti suasana dalam novel. Orang-orang telah sepakat bahwa film pada dasarnya memang membatasi imajinasi penonton. Maka, wajar bila banyak orang yang menganggap suatu film tidak bisa mewakili gambaran yang ada pada novel. Sebenarnya, ini hanya masalah imajinasi yang beda antara pembaca dengan sutradara. Namun, saya kira sang Sutradara, Affandi Abdul Rahman, sudah memberikan visualisasi yang paling mewakili dari semua imajinasi yang ada di kepala pembaca novel. [caption id="attachment_181745" align="aligncenter" width="300" caption="Recommended Movie!"][/caption] KG Production sangat cermat menilai potensi film asli Indonesia. Novel yang sarat nilai-nilai ini diangkat menjadi film dengan judul yang sama untuk tujuan yang pasti: menyebarkan semangat "man jadda wajada" kepada sebanyak-banyaknya umat manusia. Dengan skenario yang ditulis oleh Salman Aristo, film ini menjadi begitu ramah bagi pancaindra kita, memudahkan setiap individu untuk menyerap pesan-pesan kebaikan yang disampaikan. Ranah Minang telah terkenal sejak dulu. Dari masa ke masa, tokoh-tokoh bermunculan saling menggantikan dan meneruskan. Kini sudah bukan eranya pahlawan dalam peperangan, maka muncullah kisah heroik yang lebih berkenan di hati masyarakat dewasa ini. Alif (diperankan oleh Gaza Zubizareta) adalah seorang remaja Minang yang masih terlalu dini untuk bijak dalam memilih. Keinginannya berlainan dengan kebijakan orang tua. Amak (Lulu Tobing) dan Ayah (David Chalik) menginginkan Alif menuntut ilmu tidak hanya untuk dunia saja. Sosok Buya Hamka menjadi tokoh ideal di mata orang Minang. Maka, berdasarkan rekomendasi Pak Etek Gindo, Alif di-"paksa" untuk nyantri di Pondok Madani (PM). Jadilah Alif menuntut ilmu di PM. Lambat laun Alif menemukan hikmah di balik paksaan orang tua seiring dengan terjalinnya persahabatannya dengan kawan seperjuangan di PM. Mereka berenam menamakan diri sebagai Sahibul Menara. Dari konflik dengan orang tua, cerita dilanjutkan dengan kisah persahabatan satu "geng" remaja beranjak dewasa. Dengan semangat muda, mereka menjadi lakon dalam mempraktikkan mantra "man jadda wajada". Nyaris setiap anggota Sahibul Menara: Alif, Baso (Billy Sandy), Said (Ernest Samudra), Raja (Jiofani Lubis), Atang (Rizki Ramdani), Dulmajid dan (Aris Putra), menjadi tokoh penting dalam kehidupan di PM sesuai dengan kompetensi mereka. [caption id="attachment_181746" align="aligncenter" width="560" caption="Sahibul Menara: persahabatan yang mengagumkan."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H