Malam tak tenang, karena batuk yang terus menantang saat-saat waktu nyenyak istirahat. Malam lusa juga batukku sering membangunkanku tengah malam. Namun batukku malam ini menjadi batuk yang sangat menggebu dan merusak malam, tiada persiapan obat, sirup kering yang kubeli dari apotek juga tertinggal di sekolah. Sisa obat dari dokter Hasan Mojokerto juga sudah habis kuminum dua hari sebelumnya.
Mau ke dokter Hasan lagi, saatnya kerja dan bermalam di Surabaya. Mau pulang ke Mojokerto pulang kerja sampai malam, dan sampai Mojokerto dokter Hasan pasti sudah tutup. Akhirnya tetap bermalam di Surabaya, setelah kerja dijemput sang istri dan kami putuskan mampir ke Viva Generik, istriku membeli obat seperti dari dokter Hasan yang sudah habis. Tiga obat tidak tersedia dan hanya satu obat batuk tablet yang dibeli, itupun tidak sesuai merek hanya saja kandungannya sama.
Habis beli obat kami, mencari makan malam. "Mau makan apa?" Tanya istriku. "Mau apa sajalah, terserah pean," Jawabku. "Loh, mau makan apa kok!" Nada suaranya meninggi, Aku mengalah. "Gimana makan mie kuah saja!, kepingin yang anget-anget, tenggorokanku ngrasa nggak enak." Jawabku sambil melihat wajahnya dari sepion sebelah kiri. Aku tau istriku lelah dan merasa capek, seharian kerja dan pulang menjemputku di tempat kerja. Sore-sore lagi pasti jalan banyak yang macet, pikiran panas dan belum sempat istirahat.
Malam itu batukku, pusing bercampur demam, kucoba memanaskan air di dispenser beberapa menit air hangat sudah kuminum beberapa teguk, untuk menghangatkan tubuh dan tenggorokan yang gatal. Setelah minum air hangat, batuk belum juga reda, semakin kutahan batukku begitu sakit di tenggorokan hingga dada terasa sesak. Aku bingung, istriku terbangun karena suara-suara berisik yang keluar dari mulutku.
"Obatnya apa sudah diminum?" Tanya istriku sambil berdiri dari tidurnya. Aku merasa bersalah telah membangunkannya, karena dua hari kemarin menyelesaikan laporan tugas KTI dari sekolahnya. Akupun hanya sekedar bisa membantu tugasnya tersebut.
"Belum, obatnya tertinggal di sekolah!" Jawabku melas. "Dadaku sesak, mulai merasa sakit yank, gimana?" tanyaku sambil melirik jam dinding, pukul satu lebih tujuh belas menit dini hari dan istriku juga mengikuti arahku menuju jarum jam.
"Baru jam segini, maaf cari obat keluar aku nggak berani dan K-24 jauh dari sini. Coba makan bawang putih!" Istriku menjelaskan dan meminta maaf serta memberi solusi. Ia bergegas berdiri menuju ke lemari TV, kemudian menjulurkan tangannya dengan membawa dua siung bawang putih.
"Terimakasih! Yang satu kumakan pelan-pelan dengan tangan kosong sambil meresapi rasa bawang yang masuk dalam tenggorokan. Walupun panas dan bau yang menyengat, aku tahan dan bertahan. Yang satu siung kubagi empat iris, kemudian kuminum satu-persatu seperti meminum obat dengan air.Â
Beberapa menit menikmati bawang putih sambil duduk di lantai, alhamdulillah batukku mulai reda dan dada merasa ringan. Setelah satu jam kurang lima belas menit di lantai bawah, aku kembali ke tempat tidur untuk istirahat. Â Dengan pelan kulewati istriku yang tertidur pulas. Alhamdulillah sejak memakan dan menelan dua siung bawang putih serta pertolongan Tuhan aku bisa tidur sampai subuh.
Esok harinya, setelah subuh berjamaah. Batukku belum bersuara, Aku mencuci baju yang kami pakai kemarin dan istriku menyetrika baju seragam sekolah yang akan kami pakai kerja. Setelah menjemur baju, kubeli sarapan dan bertahan masih meminum obat yang kami beli. Istriku tidak biasa sarapan pagi, dia langsung berangkat kerja dan meminta sepeda motor untuk dipersiapkan di halaman Kos.Â