Darso, oh, Darso. Malang nian nasibmu. Setelah ditemukan terkapar di tengah jalan oleh Suroso; seorang petani tua yang rumahnya tak jauh dari gubuk milik Darso, dan untungnya dengan besar hati dia mau membersihkan luka Darso dengan kaos oblong lusuh milik Suroso. Lelaki penuh tatto itu diberinya minum setelah agak tersadar. Mungkin Suroso kasihan melihat muka Darso yang pucat pasi seakan kehabisan darah. Setelah beberapa saat, ia meninggalkan Darso dengan dirinya bertelanjang dada. Darso hanya sempat berucap lirih, "Terimakasih banyak, Suroso."
Kalau bukan karena Laras mungkin aku tak akan kesini. Setelah aku dan dia selesai mencuci, dia menyarankan untuk mampir ke gubuk Darso. Di sebuah rumah kecil berlantai semen yang mirip dengan gardu pos ini Darso berada, tak begitu luas, terlalu sempit bahkan. Mungkin hanya cukup ditempati empat orang lelaki ketika tidur berjajar rapi, itupun berdesakan. Di dalamnya terdapat tikar dan sepotong kayu yang dipahat sedemikian rupa agar nyaman untuk menyandarkan kepala ketika tidur. Satu-satunya penerangan hanya berasal dari sebuah bohlam kuning tepat di tengah-tengahnya, dengan hiasan sarang laba-laba di sekitar bohlam yang menggantung, agaknya cukup untuk menambah kesan suram tempat ini. Pun dengan botol-botol miras berserakan di dalam ruangan yang turut andil membuat sesak dan kumuh. Aku dan Darso duduk di atas dipan di depan rumah, menunggu Laras kembali membawa makan malam buat kami.
Tiba-tiba Darso bangkit menuju ke dalam rumah, diambilnya sebotol anggur yang kemudian disuguhkannya kepadaku.
"Sepertinya mereka suruhan Si Tua bangsat itu," tuturnya.
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku pernah melihat mereka berada di rumahnya, bajingan itu mau cari masalah denganku."
Dalam gelap kulihat Laras kembali. Tanpa basa-basi dia langsung menyiapkan makanan ke depan kami. Sebungkus nasi serta beberapa lauk seadanya diletakkan di atas daun pisang, "Lagi ngobrol apa? Ayo makan dulu, Darso pasti lapar," Laras tersenyum, lantas dibalas senyum oleh Darso yang sedikit gelagapan. Malam itu kami bertiga makan, mengisi perut yang kosong dan bergemuruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H