Periode kehamilan, melahirkan dan menyusui merupakan periode terberat seorang ibu. Pada periode ini merupakan tantangan terbesar seorang ibu terutama pada periode post partum atau pasca persalinan atau pasca melahirkan. Ditandai dengan berbagai perubahan dan penyesuaian diri. Depresi pasca persalonan adalah gangguan mood yang berkembang setelah kelahiran. Menurut WHO, sekitar 300 juta orang di seluruh dunia menderita depresi pada tahun 2019. Insiden depresi pasca persalinan adalah 10-15% di seluruh dunia. Di Asia, angka kejadian depresi pasca melahirkan sangat tinggi, berkisar antara 26 hingga 85%. Sementara itu, 50-70% perempuan di Indonesia menderita depresi pasca melahirkan. Ada beberapa penyebab depresi pasca melahirkan, antara lain first-time mother, kehamilan yang tidak diinginkan dan kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat.
Respon setiap ibu menghadapi pasca melahirkanb bisa saja berbeda-beda. Wanita primipara adalah ibu yang baru pertama kali melahirkan mungkin saja akan tinggi tingkat depresinya, dan sebaliknya wanita multipara adalah ibu yang telah melahirkan berkali-kali, mungkin saja akan lebih siap menghadapi masa pasca melahirkan sehingga tingkat depresinya lebih rendah atau bahkan tidak ada. Kurangnya persiapan menghadapi kehamilan dan persalinan juga dapat memicu stres dan depresi pada ibu yang baru pertama kali melahirkan. Ibu yang berjuang untuk menyesuaikan diri dengan peran baru sebagai ibu dapat mengalami depresi pasca melahirkan yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya pengetahuan mengenai peran ibu, seputar perawatan bayi, kesiapan fisik, mental, hingga finansial. Beberapa karakteristik ibu yang mengalami depresi antara lain rasa cemas yang berlebihan, kesulitan tidur dan penurunan atau penambahan berat badan signifikan.
Kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan juga menjadi salah satu penyebab depresi pasca melahirkan. Kurangnya persiapan ibu membuat mereka tertekan dan mudah stres, serta masalah keuangan yang tidak terduga dapat berujung pada depresi. Ibu akan menjadi acuh dan berfikir anak akan menambah beban pikiran mereka. Ibu dengan usia remaja menjadi salah satu faktor risiko kehamilan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu pendidikan seks usia dini harus lebih digalakkan untuk menghindari kejadian serupa.
Dukungan dari orang terdekat terutama suami sangat mempengaruhi tingkat depresi ibu pasca melahirkan. Dukungan tersebut dapat berupa kasih sayang ekstra untuk ibu, perhatian dan penyampaian afirmasi positif untuk memperkuat mental ibu yang lemah pasca melahirkan. Bila hal ini dianggap kurang, sang ibu akan merasa dirinya gagal dalam menyandang peran barunya. Self Eficacy seorang ibu akan meningkat bila dukungan sosial keluarga terpenuhi.
Depresi pasca melahirkan ini berdampak pada ibu yang dikemudian hari akan sulit dalam menjalani aktivitas, sampai mempengaruhi produksi Air Susu Ibu (ASI), self blaming, mudah tersinggung, sedih, menyalahkan diri sendiri hingga melukai diri. Menurut Teori Keperawatan oleh Ramona T. Mercer, pada teorinya "Becoming a Mother". Menurut Mercer, proses Becoming a Mother ini diawali dari komitmen dan persiapan kehamilan pada saat sebelum terjadinya konsepsi. Pada prosesnya dukungan keluarga dan bonding pada bayi menjadi sangat penting. Mercer mengungkapkan bahwa perawat adalah petugas kesehatan profesional yang terus-menerus melakukan kontak dengan wanita sepanjang siklus kelahiran mereka. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan keluarga dan anak. Perawat adalah pelopor dalam mengembangkan dan mengkomunikasikan strategi penilaian kepada pasien. Dukungan dan perawatan yang diterima seorang wanita selama kehamilan dan tahun pertama setelah melahirkan dapat memberikan dampak jangka panjang pada dirinya dan bayinya.
Menurut Cherly Tatano Beck, dalam Teori Depresi Postpartum miliknya, keperawatan adalah suatu profesi yang berfokus pada caring baik dalam penerapan maupun pencapaiannya. Penelitian Beck juga mengemukakan bahwa proses melahirkan mempunyai dampak jangka panjang dalam konteksnya (medis, sosial, ekonomi) dan reaksi-reaksi ini merupakan reaksi ibu terhadap proses tersebut dan proses membesarkan anak. Dari sudut pandang Beck, perawat dapat berkontribusi pada pengembangan program skrining intervensi dini dan strategi pemulihan yang memadai untuk mencegah bahaya pada wanita, anak-anak, dan keluarga klien dalam depresi pascapersalinan. Penelitian Beck dan instrumen PDSS (Postpartum Depression Screening Scale) memberikan bukti bahwa perawat dapat memfasilitasi deteksi, intervensi dini, dan pengobatan depresi pascapersalinan.
Â
REFERENSI
Arimurti, I. S., Pratiwi, R. D., & Ramadhina, A. R. (2020). Studi literatur faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian depresi post partum. Edu Dharma Journal: Jurnal penelitian dan pengabdian masyarakat, 4(2), 29-37.
Chanora, R., & Surjaningrum, E. R. (2022). Pengalaman Depresi Postpartum pada Ibu Usia Remaja. Buletin Penelitian Psikologi dan Kesehatan Mental (BRPKM), 2(1), 434-444.
Dira, I. K. P. A., & Wahyuni, A. A. S. (2016). Prevalensi dan faktor risiko depresi postpartum di Kota Denpasar menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale. E-jurnal medika, 5(7), 1-5.