Dari tigaratus duapuluh ribu anggota kompasiana, yang notabene adalah penulis dari berbagai strata dan kelas serta profesi, saya yakin lebih dari 50% tahu apa arti kata 'dumeh'. Sekalipun dalam kesehariannya tidak berbahasa Jawa, paling tidak pernah mendengar atau melihat (membaca) kalimat yang mengandung kata 'dumeh' ini.
Kalimat yang paling sering muncul adalah "aja dumeh" tetapi banyak sekali orang Jawa sendiri salah tulis dan salah baca menjadi "ojo dumeh". Entah apa alasannya, seringkali ketika diberi tahu letak kesalahannya, justru mereka "melawan" dengan berbagai dalih. Itulah gambaran sebagian besar orang Jawa yang kurang bisa menghormati dan menghargai budayanya sendiri, warisan leluhurnya.
Maka tidak heran jika ada yang berteori bahwa suatu saat nanti budaya Jawa, khususnya Bahasa Jawa akan hilang dari Tanah Jawa, dari bumi Indonesia. Bukan karena gempuran budaya dan bahasa asing, tetapi oleh karena sikap dan penghargaan orang Jawa sendiri terhadap budaya Jawa yang semakin hari semakin pudar.
Contoh nyata yang sekarang sangat jelas adalah justru di ibukota Budaya Jawa sendiri yakni di Jogjakarta dan Surakarta, tak sedikit penduduknya yang tidak dapat berbahasa Jawa dengan benar, huruf Jawa hanya menjadi hiasan dinding, papan nama Jalan, papan nama instansi (itupun sangat sering salah tulis).
Bagian anehnya adalah ketika orang Jawa sedang berada di luar komunitasnya, pada umumnya sangat membanggakan ketinggian budaya Jawa, sekalipun tidak paham seperti apa sebenarnya budaya Jawa itu. Terlebih ketika mereka dipuji maka segera saja jumawa dengan lebih berbusa-busa "ngomongin' ketinggian budi dan daya agar pujian meningkat menjadi sanjungan.
Sumbangan lagu-lagu Jawa yang didangdutkan ataupun digubah menjadi lagu pop atau lagu baru bersyair Bahasa Jawa, memberi kontribusi yang sangat besar terhadap kekeliruan pemahaman tata tulis, tata bahasa dan filosofi budaya Jawa pada orang Jawa sendiri maupun pada orang non Jawa.
Waduh.. maaf, niatnya cuma mau nulis buat prolog, malah keterusen ...
Kembali ke dumeh itu tadi, yuk...
Dumeh adalah salah satu sikap kurang baik yang dimiliki manusia, tak hanya manusia Jawa meski saya menulisnya pakai bahasa Jawa, eh bukan ding, Bahasa Indonesia disisipi istilah Jawa. Mengapa saya pilih istilah Jawa ? tentu saja karena saya orang Jawa, lebih mudah menceritakan milik sendiri dari pada menceritakan milik orang lain. Saya rasa ada nuansa yang berbeda ketika menggunakan istilah dumeh ini dibanding ketika menggunakan istilah dari bahasa lain.
Kalimat "aja dumeh" seringkali diucapkan dengan nada datar yang mencerminkan sikap penuh kesabaran sebagaimana orang tua menasehati anaknya, atau seorang guru menasehati muridnya. Sementara jika menggunakan istilah lain lebih sering ada nuansa marah, diucapkan dengan nada agak tinggi, contoh kecilnya adalah "hei, jangan mentang-mentang kaya ya !.
Ya, "dumeh" itu artinya kurang lebih sama dengan "mentang-mentang".