Bagi kalangan guru yang telah melek IT dan internet, perbincangan tentang aplikasi kependidikan dan keguruan bukanlah sebuah wacana baru, namun telah lama menjadi sebuah tantangan.
Komunitas sejuta guru ngeblog, komunitas bisa menulis, gurusiana, dan tentu saja kompasiana, adalah forum yang tidak asing bagi para guru pegiat IT. Tidak sedikit guru Indoensia yang meskipun tidak berlatar belakang keilmuan di bidang IT tetapi menguasai IT dengan kualifikasi yang lumayan, bahkan ada dan banyak yang dapat dikategorikan expert. Digitalisasi pendidikan sudah bukan lagi barang baru, karena mereka sudah lama melakukannya dan terus menerus mengupdate pengetahuan dan ketrampilan seiring perkembangan I yang semakin menggila. Bahkan banyak juga di antaranya yang menjadikan IT sebagai salah satu kesenangan / hobi selain karena memang kebutuhan.Â
Jauh sebelum CEO Gojek duduk di kursi panas pendidikan Indonesia, kementerian pendidikan pun sudah merintis usaha ke arah digitalisasi pendidikan. Tidak ada guru di era ini yang tidak kenal apa itu dapodik (Data Pokok Pendidikan), kecuali guru yang baru beberapa bulan masuk lingkungan sekolah. Jika sudah setahun bahkan lebih, maka pasti guru tersebut akan diperkenalkan dan kemudian oleh sekolah diwajibkan (baca: diusahakan dengan sangat) masuk dalam database dapodik. Ini sudah berjalan sejak tahun 2006 kalau tidak salah, di mana saat itu sekolah kami masih menggunakan komputer dengan spek Pentium 3 dan 4, dan distribusi softwarenya masing menggunakan CD.Â
Hari ini (Senin, 2/11/2019) sambil membuka-buka file lama di tengah kegiatan sosialisasi portal Rumah Belajar milik kemdikbud, yang akan digunakan sebagai sarana pembelajaran digital di semester 2 tahun pelajaran 2019/2020 ini, saya menemukan file sekolah dan file pribadi yang sudah tersimpan sejak 2015, file yang berisi akun di portal Rumah Belajar, karena itulah saya jadi terinspirasi untuk menuliskannya di sini.Â
Mendikbud baru kita yang berlatar belakang IT yang sangat kuat, dan tentu saja sangat populer, sejauh ini - saya gunakan istilah ini meski sebenarnya mendikbud belum (jauh) melangkah- ternyata "hanya" Â mendapatkan momen yang sangat pas. Pas dengan mulai berjalannya digitalisasi pendidikan kita, kepopulerannya menyalip upaya kementerian pendidikan dalam mensosialisasikan portal Rumah Belajar kepada para guru dan siswa di Indonesia yang lebih banyak dilakukan secara luring alias offline karena masih banyaknya sekolah dan guru yang terkendala dalam mengakses internet.Â
Kalangan di dunia pendidikan termasuk guru pun ikut terjangkit euforia dengan ditunjuknya anak muda yang  cerdas dan ide-idenya brilian itu menjadi mendikbud, seolah lupa bahwa teknologi digital sudah sejak lama mewarnai pendidikan Indonesia. Banyak komentar di grup-grup media sosial guru yang membandingkan, berharap, meramalkan, atau hanya sekedar urun meme dan candaan tentang masa depan pendidikan kita yang mungkin akan seperti gojek, yang menjadi pionir dengan aplikasinya. Hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak terpikir bahwa pada beberapa tahun lalu sempat disibukkan dan dihebohkan dengan aplikasi bernama "Padamu Negeri", yang selain cukup merepotkan para guru dan siswa, kepala sekolah, sampai pengawas dan pejabat pendidikan di daerah, juga sempat menimbulkan konflik di antara para pejabat internal kemdikbud terkait dengan dualisme aplikasi digital yang berjalan bersamaan. Hal itu bisa diketahui dari beberapa kejadian perubahan kebijakan yang sempat viral di media sosial.Â
Bisa dipahami mengapa hal itu bisa terjadi. Peran media yang terus menerus secara maraton mengangkat fenomena CEO Gojek menjadi Menteri Pendidikan Nasional, juga masalah latar belakang menteri yang jauh dari perkiraan khalayak, turut menenggelamkan kenangan masa lalu para guru dan pelaku pendidikan di sekolah terkait digitalisasi pendidikan. Tak hanya itu, perintisan dan pengembangan portal pendidikan yang sudah berjalan lama seolah hanyalah sebuah proyek, gaungnya kalah dengan aplikasi pendidikan yang dikembangkan oleh anak muda Indonesia lain yang dalam perkembangannya mirip seperti gojek, pengelolanya pun anak muda seperti mendikbud kita, bahkan sempat disandingkan saat menjelang penunjukan menteri dan digadang-gadang serta ditengarai bakal menjadi mendikbud. Iklannya di media begitu gencar hingga menjangkau seluruh lapisan dan pelosok tanah air, bahkan tak sedikit pemerintah daerah yang sudah menjalin kerja sama dengan mereka.Â
Ironis, ketika kementerian (pemerintah pusat) sedang berusaha membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan digital, justru jajaran beberapa pemerintah daerah bekerja sama dengan swasta yang menjadi "pesaing" pemerintah. ini mengindikasikan bahwa ada kesenjangan (informasi atau mungkin koordinasi) sehingga ada jajaran di pemerintahan sendiri tidak / kurang mendukung upaya itu.Â
Momen sosialisasi portal rumah belajar yang saya ikuti hari ini mungkin menjadi momen yang sangat pas dengan euforia digitalisasi pendidikan, seolah dengan terpilihnya mendikbud yang baru ini pemerintah dalam waktu sekejap telah berhasil membuat gebrakan baru yang sangat sesuai dengan visi misi sebagaimana telah disampaikan pada media. Ekses lain yang timbul adalah legitimasi penunjukan mendikbud oleh presiden, dengan seketika akan dapat diperoleh secara luas, bahwa presiden tidak salah pilih.Â
Sisi positifnya adalah sosialisasi yang saat ini masih dilakukan oleh jajajaran pemerintah, nantinya akan tergantikan oleh peran media mainstream ketika mendikbud atau bahkan presiden memperkenalkannya secara langsung, mungkin dengan peresmian atau penerbitan aturan pemanfaatan dunia digital dalam pendidikan, khususnya dalam pembelajaran di dalam kelas di sekolah-sekolah yang dikelola pemerintah.Â
Semoga saja muaranya adalah benar-benar pada upaya pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang unggul di masa depan, dan dengan mengesampingkan kepentingan-kepentingan politis maupun kepentingan lain yang kontra produktif, yang dapat mengotori proses pembangunan ini.Â
Sekian.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!