Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Diksi Indah Pak Manten: Kompensasi Janji Turun Gunung yang Terkendala

24 Desember 2023   16:33 Diperbarui: 24 Desember 2023   16:38 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pak Manten sudah sejak lama dan tidak diragukan lagi keahliannya sebagai seorang tokoh yang memiliki kemampuan berbicara dan berpikir lain dari yang lain, istimewa. Meski kemudian ada yang menilai secara negatif dengan menyebutnya sebagai ahli retorika, itu hal yang lazim sebagaimana umumnya yang terjadi pada tokoh-tokoh lain.

Heboh kampanye akbar paslon 02 di GBK jadi makin berwarna dan memancarkan aura yang makin kuat dengan datangnya surat cinta Pak Manten. Surat cinta yang sebenarnya sudah ditunggu-tunggu, baik  oleh para pemujanya, followernya, maupun para haters dan kawan-kawannya. Sudah barang tentu  mereka begitu rindu setelah kebersamaan selama 10 tahun yang kemudian oleh karena alasan konstitusi harus berpisah nyaris 5 tahun lamanya. Apalagi janji untuk hadir dan menyapa dalam acara yang diselenggarakan oleh mitra politiknya kemudian tertunda atau bahkan gagal terwujud karena sesuatu hal yang di luar kehendaknya. 

Apa isi surat cinta itu sebenarnya tak begitu penting bagi mereka, karena alamatnyapun bahkan bukan ditujukan pada mereka. Tapi mengapa mereka begitu atusias membacanya, menciumi wangi kertasnya, memandangi sampulnya dengan binar-binar kerinduan terpancar terang di setiap sudut matanya ? Hingga kemudian berbunga-bunga dan berbusa-busa membicarakannya sepanjang siang hingga jelang tidur malamnya ? 

Begitulah cinta

Pak Manten masih belum hilang sisi romatisnya, kepiawaiannya menata harmoni kata dan menyusunnya menjadi sebuah puisi dan larikan lirik lagu menyesuaikan birama nada. Bahkan tanpa terasa, histeria dalam diam dan kerinduan telah tercipta nyaris bersama. Bangkitkan kecemburuan para pemuda di seberang pagar kompleks hunian kampungnya. 

Pak Manten begitu paham isi hati cinta sejatinya, hingga tak perlu nada mendayu di tengah tingkah gendang yang bertalu. Wajah sendu seirama alunan suasana kalbu lebih mengena, bangunkan mereka yang rindu maupun yang begitu benci karena tak juga bersambut lambaiannya. 

Pak Manten... Pak Manten... [entah bagaimana mengekspresikan nada panggilan ini]

Saya yakin dan pasti, saudara Pak Manten yang hajatnya mendapat perhatian khusus dengan surat yang dikirimnya akan sangat berterima kasih sekalipun isinya berupa teguran, nasehat, sindiran atau apalah mereka semua menganggapnya, dengan segala macam komentar dan status hingga balasan dan ujaran yang melahirkan makian di berbagai sudut negeri. 

Karena Pak Manten juga, acara yang hanya berbilang jam auranya makin besar dan kuat membuncah bahkan mampu menghipnotis segenap penggembira pesta demokrasi di negeri nan indah ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun