"Perjalanan Lintas 5 Gunung" merupakan sebuah catatan perjalanan akhir tahun dua orang insan untuk meresapi kehidupan pegunungan dan sekitarnya. Perjalanan diawali di Jogjakarta dan berakhir kembali di Jogjakarta melalui Magelang, Wonosobo, Parakan, Temanggung, Semarang, Salatiga, Boyolali, dan Klaten.
Dalam perjalanan tersebut penulis mendapatkan banyak hikmah dalam perjalanan, terutama mengenai alam, manusia, masyarakat dan terakhir, Sang Khaliq yang menciptakan segala sesuatu yang nampak maupun yang tidak. Maksud dari penulisan ini adalah untuk menampakkan yang tidak nampak. Sebuah perjalanan merupakan suatu proses pembelajaran. Sebagaimana pembelajaran, tentunya banyak sekali yang kita dapatkan di ranah pemaknaan kita. Alangkah ruginya apabila hikmah perjalanan hanya kita simpan di dalam memori kita tanpa "knowledge sharing".
Penulis sebut sebagai "Perjalanan 5 Gunung" karena perjalanan melewati lima pegunungan, yaitu gunung Merapi yang dahsyat, Gunung Merbabu yang tenang serta misterius, Gunung Sumbing-Sindoro "sang kembar" nan subur, serta Gunung Ungaran nan elok. Wilayah diseputar kelima gunung ini sering disebut sebagai JOGLOSEMAR atau Jogja-Solo-Semarang yang dikatakan sebagai pusat pengembangan perekonomian Jawa Tengah. Banyak sekali tulisan yang menyinggung masalah kawasan JOGLOSEMAR dalam hubungannya dengan perekonomian, namun rangkaian kisah ini hanyalah sebuah catatan perjalanan yang bagi penulis penuh hikmah perjalanan. Seri ini merupakan lanjutan dari seri pertama "Perjalanan Lintas 5 Gunung". Pada kisah yang lalu, kami melanjutkan perjalanan setelah menikmati mie ongklok.
Kami berdua akhirnya keluar dari kota Wonosobo menuju Parakan. Parakan merupakan sebuah ibukota kecamatan yang terletak di kaki gunung Sumbing-Sindoro. Kota kecil ini merupakan semacam supply-hub agro-politan dimana para petani wilayah kaki gunung Sumbing -Sindoro menjual hasil bumi maupun mengolah hasil bumi untuk selanjutnya dijual ke wilayah lain.
Paling tidak sepanjang perjalanan antara perbatasan Wonosobo-Parakan, kami melihat berbagai aktivitas perekonomian yang berhubungan dengan pertanian dan perkebunan. Pemetik memetik teh di lahan perusahaan teh Tambi, pengusaha restoran yang mendirikan restoran dengan pemandangan indah di wilayah Kledung Pass, truk berbaris mengangkut kayu maupun hasil produksi palet untuk disetor ke wilayah lain, petani sayur Sindoro membawa hasil bumi ke pasar Parakan dan masih banyak lagi aktivitas ekonomis berbasis agro.
Boleh dikatakan, wilayah ini hidup dari aktivitas alamiah bercocok tanam. Berbeda dengan kawasan perkotaan besar dimana roda perekonomian bertumpu pada sektor jasa maupun manufaktur, wilayah ini bertumpu pada suburnya alam dan keberlanjutan daya dukung lingkungan dan lahan pertanian. Perkembangan agribisnis-agroindustri sangat ditentukan oleh kondisi iklim. Teringat saat-saat dulu ketika Kuliah Kerja Nyata di wilayah Ngadirejo, betapa kehidupan warga maupun roda perekonomian setempat terganggu tatkala panen Tembakau gagal akibat pada saat panen, hujan turun. Dapat dikatakan, kasus Gayus tidak akan menggoyang konsentrasi warga Sumbing-Sindoro, namun hujan "salah waktu" dapat mengakibatkan kacaunya masyarakat, bahkan kerusuhan sosial.
Berbeda dengan wilayah Dieng-Wonosobo yang bertumpu pada kentang, wilayah ini lebih menggantungkan pada tanaman tembakau. Kentang relatif memiliki keberlanjutan dan resiko relatif kecil dibandingkan tembakau yang rentan terhadap iklim yang tidak menentu. Panen tembakau yang bagus pada suatu musim panen akan mempengaruhi pola belanja masyarakat. Dealer mobil dan motor serta barang elektronik banyak didirikan di wilayah ini dan akan meraup banyak keuntungan ketika panen berhasil, sebaliknya ketika panen tidak berhasil, pegadaian gantian laku di masyarakat.
Di wilayah ini terdapat beberapa gudang perusahaan rokok skala nasional di wilayah Bulu. Begitu pula gudang palet (alat terbuat dari kayu untuk pemindahan barang) ada beberapa, gudang kayu, bengkel truk angkutan banyak terdapat di kanan kiri jalan. Menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian lumayan maju.
Namun, beberapa hal menarik perhatianku, yaitu kampanye yang dilakukan pemerintah kabupaten Wonosobo maupun Temanggung dalam mengkampanyekan pelarangan penambangan pasir Sumbing-Sindoro. Bahkan di kanan-kiri Kledung Pass terdapat spanduk "Hati-hati, jangan sampai terjadi Merapi ke-2", "Dilarang menambang pasir" dan sebagainya. Pemerintah kabupaten kedua wilayah ini nampaknya sadar akan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sehingga pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan pelestarian lingkungan.