Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memaknai Ulang “Quadro Helix” di Ajang ICCC 2016

1 April 2016   16:39 Diperbarui: 1 April 2016   16:51 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Backdrop ICCC 2016/Fok. Pribadi"][/caption]Setelah Kota Solo, kini giliran Kota Malang menjadi tuan rumah Indonesia Creative Cities Conference (ICCC) 2016. Bertajuk “Menuju Kota Kreatif Indonesia yang Berkelanjutan”, Pembukaan ICCC 2016 berlangsung pada Kamis (31/3) di Hotel Harris, Kota Malang. Acara itu terselenggara berkat kolaborasi antara antara Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf), Pemerintah Kota Malang, dan Indonesia Creative Cities Network (ICCN). Ketua Bekraf, Triawan Munaf, didampingi oleh Wali Kota Malang, H. Moch. Anton, dan Ketua ICCN, Paulus Mintaraga, hadir dalam acara Pembukaan ICCC di Hotel Harris, Kota Malang.

[caption caption="Pembukaan ICC 2016, dengan menyentuh ikon jari digital/Dok. Pribadi"]

[/caption]Ketua Panitia sekaligus ketua ICCN, Paulus Mintaraga, dalam kesempatan tersebut menjelaskan bahwa jeda waktu pelaksanaaan ICCC ke-1 di Surakarta dengan ICCC ke-2 di Kota Malang hanya 5 bulan. ICCC kali ini dihadiri oleh delegasi dari 17 Kota dan 13 Kabupaten di Indonesia, terdiri atas unsur pemerintah, bisnis, akademisi, dan komunitas. Keempat unsur tersebut, merupakan komponen penting dalam Quadro Helix, yaitu model kolaborasi dan sinergi empat sektor yang berperan penting sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi kreatif.

[caption caption="Abah Anton dan Ketua Berkraf beserta tamu penting lainnya yang hadir di Pembukaan ICCC 2016/Dok. Pribadi"]

[/caption]Seperti penjelasan Paulus Mintaraga, ada tiga agenda penting tahunan yang dilakukan oleh Jejaring Kabupaten-Kota Kreatif se Indonesia, ayitu: (1) Konferensi kota kreatif Indonesia (ICCC), (2) ICCN Expo, dan (3) Festival Cultural Event. Tujuan penyelenggaraan ICCC ke-2 antara lain untuk membahas isu, keberhasilan dan permasalahan ekonomi dan industri kreatif serta menghasilkan kesepakatan tentang panduan kota kreatif di Indonesia.

[caption caption="Suasana ICCC 2016 di Hall Hotel Harris/Dok. Pribadi"]

[/caption]Sementara itu, Triawan Munaf selaku Ketua Bekraf, dalam kata sambutannya menyuarakan semangat optimisme yang sering dikatakan Pak Joko Widodo dengan mengatakan: “Ini era kompetisi… ini era kompetisi. Kita tak perlu takut pada kompetisi... untuk itu, kita perlu meningkatkan kompetensi...”.

Ia kemudian menggambarkan kondisi start-up (pebisnis pemula) yang pada umumnya berada pada situasi “lembah Kematian”. Untuk itu, “Berkraf memiliki tanggung jawab untuk membantu membekali para start-up dengan pengetahuan, manajemen, dan cara komunikasi agar mereka tak cepat gagal”. Seraya mengutip pendapat Richard Florida, dia menekankan pentingnya “tiga T” yang mesti ada dalam Kota Kreatif, yaitu Talent (sumber daya yang berbakat), Teknologi, dan Toleransi.

Dalam sebuah sessi konferensi itu, Prof. Sardono Waluyo Kusumo yang akrab dipanggil Mas Don, sebagai salah satu pembicara, berpandangan:

“Kita sudah membicarakan 'quadruple Helix' sebagai platform pengembangan Kota Kreatif, yang terdiri atas empat unsur tadi. Kini kita perlu memaknai ulang masing-masing komponen. Misalnya siapa yang disebut akademisi? Menurutnya, pengertian “akademisi” bukan merujuk hanya pada akademik gelar. Dalam konteks industri kreatif, pengertian akademisi adalah “Man of knowledge”. Orang yang dianggap tak berpendidikan terkadang justeru mampu menciptakan kreativitas di tengah masyarakat, seperti ikon Inul, komedian Benyamin S atau Thukul Arwana”. Maka kita harus ciptakan 5-10 tahun ke depan, para akademisi yang paham dunia kreatif.

Demikian pula government (pemerintah) bisa dimaknai sebagai governance (pengelolaan-tata kepemerintahan). Sedangkan “Bisnis” tidak harus selalu dimaknai “bisnis man”. Pada abad 21, bisnis dibiayai oleh masyarakat (crowd founding). Komunitas Kreatif itu juga tidak given, tetapi dicipta. Jadi, kita perlu jabarkan “quadruple Helix”, kita tafsirkan yang menekankan pada intangible aspect, demikian antara lain pandangan seniman yang dikukuhkan menjadi Guru Besar oleh Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada 14 Januari 2004.

Seniman berambut sebahu itu berpandangan, dilihat dari sudut pandang budaya, bahwa budaya kreatif itu mengandung dua dimensi, yaitu  produk dan proses. Aspek produk merujuk pada arti barang (fisik). Sementara proses kreatif itu intangible, jadi harus dirasa… harus mencari kalau barangnya belum ada. Proses kreatif itu sangat penting. Jadi, ekonomi kreatif ituintangible aspect, dibutuhkan kesabaran membaca dan kita harus bersedia menjadi patner bagi anak-anak muda…”, demikian papar Mas Don.

Di sela-sela konferensi, ditampilkan Tarian “Bala Turangga”, sebuah kreasi baru tarian “Kuda Lumping Kekinian”, menyatu dalam harmonisasi yang luar biasa. Para penari berkolaborasi, membentuk gerakan indah penuh semangat. Masing-masing penari mempermainkan “kuda lumping” cantik berhiaskan lampu-lampu indah, mempertontonkan kebolehannya di hadapan ratusan peserta yang memadati hall Hotel Harris, yang lokasinya menyatu dengan Perumahan River Side di dekat kawasan Terminal Arjosari itu. Tepuk tangan dan gemuruh penonton mewarnai penampilan para penari “Kuda Lumping Kekinian” saat mereka beraksi di panggung utama.

[caption caption="Tari "Bala Turangga" (Kuda Lumping Kekinian) di Forum ICCC 2016/Dok. Pribadi"]

[/caption]Pada malam hari, pukul 19.00 – 21.00 Wib, peserta diberi kesempatan mengikuti empat topik diskusi menarik, yang ditempatkan secara terpisah sesuai dengan empat unsur penting Qudro Helix, yaitu:
  1. Forum Walikota dan Bupati, dengan topik: “Mendorong Kreativitas dan Keunggulan Lokal”
  2. Forum Komunitas Kreatif, dengan topik: “Dialog Usaha Kreatif Berbasis Budaya dan Etika”
  3. Forum Bisnis, dengan topik: “Strategi Kreatif untuk Keberlanjutan Usaha Bisnis”
  4. Forum Akademisi, dengan topik: “Akuntabilitas Indikator Kinerja Kota Kreatif”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun