[caption id="attachment_419615" align="aligncenter" width="700" caption="Di Kaca Depan Tertulis Bus Halokes (Sumber Foto: Suara Pembaharuan, 20/1/2015)"][/caption]
Gratis. Naik ‘BUS HALOKES” di Kota Malang tidak berbayar alias gratis. Jika “BUS HALOKES” dibaca terbalik, terbaca BUS SEKOLAH. Begitulah bahasa “walikan” yang sering digunakan Arek Malang (Arema) atau Ngalamers. Bus Halokes, Mungkin satu-satunya bus gratis dan bebas hambatan di Indonesia. Bus ini dioperasikan pada pukul 05.30-07.00 WIB untuk keberangkatan dan pukul 13.00-14.30 WIB saat kepulangan anak sekolah, dan gratis. Mengapa gratis? Pasalnya, anak-anak sekolah di bawah umur 17 tahun dilarang mengendarai sepeda motor. Namun akibat kenaikan harga BBM 2014 lalu, banyak anak-anak sekolah pergi ke sekolah naik motor. Ongkos naik angkutan kota (angkot) dianggap lebih mahal dari pada beaya berkendara roda dua. Apalagi mereka harus beberapa kali pindah angkot untuk bisa sampai ke sekolah, belum lagi untuk uang saku tiap harinya. Bagi komunitas tertentu, masalah ini dilematis. Naik angkot ongkosnya mahal, naik sepeda motor ditilang polisi. Harus bagaimana nih?
[caption caption="Jl. Ijen Kota Malang, Boulevardnya Warga Malangers/Dok. Pribadi"]
Dalam kondisi seperti itu, hukum ekonomi bekerja. Jika harga suatu produk naik sementara pendapatan tetap, maka konsumen akan mencari barang substitusi. Menggunakan sepeda motor adalah salah satu pilihannya. Ini manusiawi banget, manusia adalah homo economicus. Namun akibatnya, banyak peristiwa kecelakaan di jalan yang melibatkan anak-anak sekolah. Hal ini berbahaya. Maka, Pemkot Malang menyediakan alternatif BUS HALOKES bebas hambatan. Sangat membantu memang, terutama untuk anak-anak SMP yang kesulitan mengakses transportasi. Para Ngalamers tentu senang. Sayang, jumlahnya masih terbatas, demikian pula dengan halte-nya. Penyediaan Bus Halokes hanya salah satu layanan publik agar “keramahan kota” dapat dirasakan oleh semua warga, termasuk warga yang paling miskin sekalipun.
Ternyata, salah satu ciri kota cerdas (smart city) adalah sebuah kota yang mampu memberikan kenyamanan bagi penduduknya. Kota cerdas tidak selalu berarti kota serba digital, tetapi juga kota yang nyaman. Ada transportasi publik bebas hambatan, drainasenya lancar, penduduknya ramah, mudah berinteraksi baik antar sesama maupun dengan pemerintah kotanya. Demikian halnya para penghuninya tinggal di rumah layak huni, sehat, dan hemat dalam mengkonsumsi energi. Tak terkecuali, perekonomian kota terus berkembang. Kotanya ditopang dengan teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan warganya mudah bertranskasi. Pendek kata, baik sosial, lingkungan, dan pondasi ekonominya memungkinkan warga kota hidup aman, nyaman dan makmur. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, karakteristik ini cocok dengan gambaran Malang sebagai Kota “Tribina Cita”, yaitu kota pendidikan, destinasi wisata, dan industri jasa yang sudah 15 lebih saya huni.
Kondisi dan Potensi Kota Malang
[caption id="attachment_419653" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana Pagi Car Free Day di Jl. Ijen (Ilustrasi, rudiprastyo.blogspot.com)"]
Saya layak bersyukur, ketika diterima bekerja di kota Malang di akhir tahun 1996. Malang adalah kota impianku. Wow waktu itu hawanya dingin, udaranya segar, makanannya enak dan murah, serta masih ada sisa-sisa “bemo” berkeliaran di jalan-jalan. Hal yang relatif sama juga dialami seorang dokter muda. Sekitar tahun 2012, saya bertemu seorang dokter muda yang ditugaskan di Malang. Saya bertanya kepadaya, apa alasan pak dokter milih Malang? Sambil tersenyum dia mengatakan, selain karena saya diterima bekerja di sini, saya ingin kualitas hidup yang lebih baik. Usut punya usut, ternyata hidup berkualitas yang ia maksud adalah hidup di daerah yang sejuk, udaranya segar, dan nyaman. Sebelumnya ia tinggal di daerah industri yang panas, sering banjir, dan acapkali terjebak macet di jalan raya. Ini hanya sekedar gambaran, bahwa Kota cerdas adalah kota yang ramah secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Malang ternyata punya daya tarik. Maka tak heran, jika banyak pendatang baru di kota ini, baik untuk alasan lanjut studi, bekerja, atau sekedar berwisata.
Namun kini situasinya berbeda. Terminal Dinoyo sudah berubah jadi pusat-pusat perbelanjaan. Toko swalayan “Persada”, tempo dulu adalah terminal Dinoyo. Bemo-bemo yang berkeliaran ramah, kini diganti “mikrolet”. Namun ketika harga-harga BBM naik, si biru itu tidak selaku seperti sebelumnya. Maka ketika ada kebijakan lalu lintas satu jalur, mereka menolak. Akhirnya dibuatkan jalur mikrolet sendiri. Si Biru dibuatkan jalur dengan tanda garis kuning di sepanjang jalan yang sama. Uniknya, ada lalu lintas satu jalur, namun mikrolet boleh melintas melawan arus. Ini keunikan kedua lalu lintas di kota Malang, selain ada BUS HALOKES.
[caption caption="Malang Town Square (MATOS)/Ilustrasi/Dok. justgola.com"]
Keruwetan jalan masih tetap belum terurai, masyarakat yang tinggal di sepanjang Jalan MT. Haryono dan Jalan Panjaitan mengajukan protes, minta dikembalikan lagi ke jalan dengan sistem dua jalur. Jadilah seperti sekarang ini. Setelah dikembalikan, masyarakat yang sebelumnya protes mengucapkan terima kasih. Mereka memasang spanduk bertuliskan: “Terima kasih Pemkot, engkau telah mengembalikan jalan kami”.
Namun apa yang terjadi? Keadaan memang berubah, tapi belum seperti yang diharapkan. Mikrolet tetap melintas di jalur kuningnya. Kemacetan belum bisa terurai secara maksimal. Masalah utamanya hemat saya karena jumlah kendaraan dan luas jalan tidak sebanding. Akibatnya, ke manapun arus lalu lintas dialihkan, tetap saja keruwetan relatif tidak terurai secara maksimal. Maka jangan heran, di setiap persimpangan jalan yang macet, muncul “polisi cepek”. Contohnya di persimpangan Jl. Gajayana (pojok Swalayan Sardo), ada polisi cepek setiap hari. Mereka adalah relawan yang membantu tugas polisi dalam mengatur lalu lintas. Ini salah satu bentuk keramaham warga. Coba aja lewat jalan alternatif dari Dinoyo-Karangploso, meski jalannya sempit, namun lalu lalang kendaraan roda empat dan roda dua tiada henti-hentinya. Karena jalan ini satu-satunya alternatif, jalur penghubung antara Dinoyo Karangploso melalui daerah Tunggulwulung. Di situ hadir “polisi cepek”, mereka tidak minta uang, tetapi diberi secepekpun sudah senang. Mereka hadir membantu polisi mengatur lalu lintas.
Sungguh pun begitu, kita patut bersyukur. Jalan-jalan raya di luar jalur utama sudah diaspal. Titik-titik bajir terparah ketika musim hujan tiba di sekitar wilayah Jalan Galunggung, kawasan Gadingkasri, Bareng, dan Dinoyo (terutama di Jalan Sigura-gura) kini sudah teratasi. Pemkot berhasil membangun sistem terowongan air dengan cara membuat drainase melalui pengeboran di dalam tanah sebelum dipasang "box tunnel" di sepanjang titik banjir.
Dengan segala keterbatasannya, Malang layak disebut-sebut sebagai kota maju kedua di Jawa Timur, setelah Surabaya. Sebagai kota “Tribina Cita”, kota Malang ditopang oleh potensi pendidikan, destinasi wisata, dan industri jasa. Kota ini dihuni oleh sekitar 800-an ribu penduduk, terdapat 98 perguruan tinggi, belasan hotel dan puluhan villa, guest house, home stay, atau apapun namanya yang berarti tempat penginapan dengan harga menarik. Ada pusat-pusat perbelanjaan seperti Malang Town Square (MATOS), Malang Olympic Garden (MOG), dan @MX-Mall dilengkapi dengan alat transaksi non tunai. Toko-toko swalayan yang lebih kecil bertebaran. Mereka ikut ambil bagian dalam mengambil peluang bisnis dari pertumbuhan kota.
[caption caption="Logo Arema Fire, Club Sepak Bola Arek Malang/Ilustrasi/ongisnade.co.id"]
Ada Aremania, klub supporter sepak bola paling popular di kota ini. Kehadirannya berpotensi mendorong pertumbuhan sosial, budaya, dan ekonomi perkotaan. Tumbuh di kota ini budaya Topengan khas Malangan. Banyak kuliner yang menawarkan aneka sajian yang menggiurkan. Berkembang pula kelompok-kelompok berbasis komunitas yang memiliki hobi yang sama seperti seperti komunitas pecinta burung, bunga, atau Vespa (roda dua). Di sekitar Taman Krida Budaya Kota Malang, Jalan Soekarno Hatta setiap sore-malam ramai dikunjungi orang, baik sekedar untuk jalan-jalan atau cari makanan ringan sambil lesehan. Apalagi malam minggu, suasananya cukup ramai. Taman ini merupakan tempat penyelenggaraan aktivitas Seni Budaya dan Pariwisata Jatim dan Malang. Fungsinya selain sebagai wahana aktualisasi diri bagi para seniman daerah, taman juga berfungsi untuk menggelar acara besar seperti pameran produk kerajinan, pameran pendidikan, pagelaran seni, hingga hajatan pernikahan.