Generasi millenneal jangan mau disebut sebagai generasi "menunduk" hanya karena sering memainkan tombol gawai pintar. Di era digital, saatnya generasi millenneal dan UMKM memanfaatkan smartphone untuk memantik rezeki sosial dan rezeki ekonomi. Setuju?
Jika ya, mari kita diskusikan tulisan ini.
Rezeki sosial itu dapat berupa networking (jejaring sosial). Dengan menulis dan membaginya di media sosial, rezeki sosial itu potensial terbangun. Hal itu seperti yang saya rasakan ketika menulis di Kompasiana.
Rezeki ekonomi pun dapat terbangun. Bentuknya dapat berupa uang, memperoleh hadiah utama mengunjungi holyland atau umrah ke tanah suci, dan lain sebagainya. Satu diantara caranya adalah, jurnalis dapat mengikuti event "JNE Journalist Competition 2019". Selain itu, para blogger dapat mengikuti JNE Kopiwriting.
Kopiwriting: Ngopi, Menulis, dan Rezeki
Komunitas butuh tempat ngopi yang nyaman. Cafe hadir berebut memberi tawaran. Narasi kopi semakin liar. Narasinya jauh melampaui cita rasa kopi itu sendiri. Filosofi kopi pun kian berkembang. Bahkan telah dibukukan.
Ada gastronomi. Pengetahuan atau seni tentang makanan yang baik (good eating), termasuk ihwal keunikan seni meracik kopi di seluruh dunia. Kala itu, saya pernah merasakan nikmatnya Kopi Ibrik, Turkish Style Coffee di ajang Malang Sejuta Kopi.
Ya ngopi, yang menulis. Asyik. Kalau digabung, mungkin itu yang dinamakan Kopiwriting dengan makna yang luas.
Ini versi saya. Sebagian maknanya, Kopiwriting dapat dianggap sebagai gaya hidup kaum urban. Di era digital seperti dewasa ini, kehidupan kaum urban sulit dilepaskan dengan cafe dengan beragam namanya: "kedai", kitchen, warkop, dan semacamnya. Entah itu untuk tujuan mencari inspirasi, berkumpul dengan komunitas, sebagai penikmat kopi, atau hanya sekedar untuk melepas kejenuhan.