Minggu sore itu (22/04/2018), saya berhenti di pojok Hutan Kota Malabar, Malang. Paru-parunya kota seluas 16.718m2 itu terus bekerja memproduksi oksigen. Idealnya, tiap kota punya Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik minimal 20 % dan RTH privat minimal 10 % dari total luas wilayahnya.
Bagian dalam Hutan Kota Malabar, Malang|Dok. Pribadi
Hutan Kota Malabar menyatu dengan Pasar Oro Oro Dowo (Jalan Malabar), area Taman Merbabu (Jl. Merbabu),
guest house, rumah kosa-kosan, dan hunian warga kota. Suasananya asri dan terhubung hingga ke
Ijen Boulevard, ikonnya taman Kota Malang. Kondisi demikian, mendukung tumbuhnya ragam penjaja kuliner, resto dan cafe, serta tempat-tempat penginapan.
Bagian depan Nakam Dulu Resto & Coffee|Dok. Pribadi
Di sisi lain, Malang Raya dan sekitarnya dikelilingi oleh alam pegunungan berhawa sejuk. Tanaman kopi tumbuh di lereng-lereng pegunungan Arjuno, Raung, Semeru, Bromo, Kawi, Dieng, Kelud, Lawu, Panderman, dan Welirang. Tiap biji kopi yang dihasilkan, punya cita rasa berbeda. Bahkan, ada kopi rakyat di Malang Selatan yang tumbuh di dataran Nol DPL dengan cita rasanya yang khas.
Respon Terhadap Gerakan Malang Sejuta Kopi
Untuk mengangkat Kopi Malang Raya, muncul gerakan Malang Sejuta Kopi (MSK), yaitu gerakan bersama masyarakat kopi dari hulu ke hilir, terdiri atas anggota petani kopi, pendamping petani, pemroses kopi, roastery, pemilik kedai, barista, peneliti atau pemerhati kopi dan unsur lainnya.
Visi terbesarnya adalah ingin menjadikan Malang sebagai destinasi
wisata ngopi di dunia. Karena itu, komunitas ini mengajak semua komponen
MSK saling bersinergi. Bak gayung bersambut, sekitar 40 kedai kopi yang tergabung dalam MSK bersedia memberikan 20 cup kopi gratis/hari, sejak 1 April hingga 30 April 2018. Tak terkecuali
Nakam Dulu Resto
and Cafe turut berpartisipasi
. Alamatnya di Jl. Merbabu 11 A, Malang.
Bar Nakam Dulu Resto & Coffee|Dok. Pribadi
Minggu sore itu, saya sengaja mampir di
Nakam Dulu. Lokasinya tepat di sebelah Hutan Kota Malabar. Suasananya asri. Banyak pepohonan menghijau. Halaman parkir luas. Tempat duduknya menghadap view hutan kota. Pantas, lelaki asal Jakarta ini menyerupakan kawasan itu seperti Dago, Kota Bandung.
View Hutan Kota Malabar terlihat dari
"
Saya berada di sini sejak empat bulan lalu. Menurut gue, suasananya seperti di Dago", begitu kesan Mas Rahman asal Jakarta itu kepada saya. Menurut bahasa
walikan khas Malangan,
Nakam Dulu berarti
Makan Dulu.
Nah, di tempat itulah, saya bertemu orang yang dipercaya sebagai manajer Nakam Dulu Resto & Cafe itu. Saya berkesempatan mencicipi Kopi Ibrik, Turkish Style Coffee yang disebut-sebut merupakan yang pertama di Malang.
"Omong-omong, bagaimana respon Nakam Dulu terhadap gerakan Malang Sejuta Kopi?" Tanya saya. Berikut ini jawabnya.
"Gue sampaikan ke ownernya, Pak Koko Hadiono, di Jakarta. Beliau bilang, kita tunggu-tunggu nih event yang seperti ini.... Ya udah, kita ngikut. Dan gak ada jam-jaman. Artinya, jam berapa pun mereka bisa datang ke sini. Terutama pada hari Jumat dan Sabtu, ada yang melebihi dari jatah kopi gratis 20 cup per hari. Ya udah, gak apa-apa, 21 cup itu digratiskan ...".
Lihat Travel Story Selengkapnya