Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Merenda Makna "Dolan Tapi Ora Dolanan", Begini Hasilnya

18 Maret 2018   21:41 Diperbarui: 18 Maret 2018   21:57 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopdar Bolang di sebuah resto di Jl. Soekarno Hatta, Kota Malang (17/03/2018)/Dokumentasi Pribadi

Museum Mpu Purwa, modern dan koleksinya cukup lengkap/Dokumentasi Pribadi
Museum Mpu Purwa, modern dan koleksinya cukup lengkap/Dokumentasi Pribadi
Selain desainnya indah, koleksi museum ini terbilang lengkap, meliputi benda-benda purbakala dari lima kerajaan yang pernah ada di Jawa Timur, sejak dari Kerajaan Kanjuruhan hingga kerajaan Majapahit. Detail museum, akan saya ceritakan lewat tulisan di lain kesempatan.

Bertemu dengan Penggerak Komunitas "Malang Sejuta Kopi"

Di sela-sela mengamati isi museum, datanglah Mas Budi. Kami pun diajak ngobrol lagi bersama penggerak komunitas "Malang Sejuta Kopi" ini, dimediasi oleh Pak Agung. Mas Budi pun memberi kesempatan kepada kami untuk berpartisipasi mengangkat potensi petani kopi Malang Raya melalui tulisan.

Dalam waktu dekat, Mas Budi dan rekan-rekan hendak menyelenggarakan festival "Malang Sejuta Kopi" selama sebulan. Tersedia kopi secara free untuk publik. Komunitas "Malang Sejuta Kopi", beranggotakan 100 caf yang ada Malang Raya, 30 caf di antaranya berada di kota Malang, Mas Budi menginformasikan kepada kami.

"Orang Malang mungkin mengenal pusat kopi Malang ada di Dampit. Tapi sesungguhnya pusat penampungan kopi Dampit itu berasal dari beragam daerah penghasil kopi, seperti Malang sendiri, Jember, bahkan dari Malaysia", demikian tutur Mas Budi.

"Petani kopi Malang sudah selayaknya merasakan manfaatnya dan menjadi tuan di negeri sendiri, ujarnya bersemangat".

Refleksi untuk Komunitas

Walhasil, untuk menghidupkan komunitas, kami merasakan perlunya "dolan tapi ora dolanan". Kami berjalan mengalir begitu saja, tapi bertujuan. Kami mengalir begitu saja, mengikuti niche market. Saya percaya, dengan menjalin persaudaraan dan silaturrakhmi, peluang baik akan bermunculan di kemudian hari.

Sebagai penulis kompasiana seperti saya, menggali konten melalui "dolan tapi ora dolanan" itu perlu, sembari merekatkan komunitas di antara kami. Setidaknya, manfaatnya sudah terasa, seperti mendapatkan inspirasi dan peluang-peluang baru yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Partisipasi kawan-kawan pun semakin meningkat.

Walhasil, terkandung filosofi yang tak sederhana di balik "dolan tapi ora dolanan". Setiap habis melakukan perjalanan, pasti ada nilainya. Hal ini tergantung dari bagaimana cara kita melakukannya.

 "Dolan tapi ora dolanan", itu keren! Bagaimana menurut Anda? Salam hangat ala Bolang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun