Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjual Konteks, Rahasia "Owner" Kafe Mendulang Untung

16 Juli 2016   08:29 Diperbarui: 16 Juli 2016   10:54 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Latar ruangan sebuah kafé. Di sana terpajang benda-benda kuno. Berkesan antik tidak mistik. Botol-botol pecah bekas minuman anggur terpajang di rak-rak tua. Teropong keker, radio rusak, mesin ketik kuno nangkring di ruang kafé. Kipas angin jaman dulu (jadul) pun ikut “mejeng”. Foto-foto Ir. Soekarno, para pejuang ‘45 dan sejumlah lukisan jadul menghiasi dindingnya. Perabotan keluarga seperti meja kursi tua semakin menambah kesan angkernya. Meski demikian, kafé itu nyaman untuk tempat bersantap. Apalagi ditemani kentang goreng sambil menyeruput kopi tubruk. Segmen pasarnya mayoritas kawula muda. Berbekal Rp 15.000/orang, mereka bisa berdiskusi bersama 10-15 peserta sekaligus menikmati sajian ala kedai kopi bernama Roemah Coffee Loe Mien Toe. Selfi pun boleh, hehe.

Desain Roemah Coffee Loe Mien Toe/Dok. Pribadi
Desain Roemah Coffee Loe Mien Toe/Dok. Pribadi
Menunya sih berkesan biasa-biasa saja, seperti banyak tersedia di tempat lain. Ada nasi mawut, nasi goreng, kopi tubruk, teh jeruk hangat, dan lain-lain. Namun suasananya yang berbeda, membuat pelanggan tergoda. Keunikan latar kafé Loe Mien Toe menjadi daya tarik bisnisnya. Karenanya, tempat ini bisa digunakan untuk shooting film atau foto pre wedding jika pengunjung bersedia dikenai charge senilai Rp 150.000 per jamnya. Pemiliknya pandai menjual konteksnya, bukan kontennya. Inilah rahasia sukses bisnis kafé milik entrepreneur cantik alumnus Machung University, Malang. Berikut hasil kunjungan kami di Roemah Coffee Loe Mien Toe. Lokasinya sekitar 200 m dari pintu gerbang Jalan Tata Surya, Dinoyo, Kota Malang (13/7).

Anita Nyit Nyit (tengah), Owner Coffee Loe Mien Toe bersama penulis, dkk./Dok. Pribadi
Anita Nyit Nyit (tengah), Owner Coffee Loe Mien Toe bersama penulis, dkk./Dok. Pribadi
Menuju Lokasi RoemahCoffeeLoe Mien Toe

Usai shalat maghrib, kami berenam bersama Bolang plus kolega asal Tangerang meluncur dari @MX-Mall sebagai titik kumpulnya. Kami berkendara melewati Jl. Veteran, Jl. Gajayana, Jl. MT. Haryono hingga sampai di pintu gerbang Jl. Tata Surya, kota Malang. Dari sini, kami belok kanan memasuki pintu gerbang itu sampai ujung jalan hingga tiba di lokasi, persis di belakang kampus Unisma.

Sekitar 10 menit, kami sudah tiba di Roemah Coffee Loe Mien Toe. Sejurus kemudian, datang kolega fiksianer dari Jakarta yang kelahiran Malang. Seluruhnya bersebelas kami bersalaman sambil ucapkan mohon maaf lahir batin. Ritual berikutnya adalah  ngobrol ringan seputar kemana teman lain yang tidak bisa kumpul. Membicarakan bagaimana program  komunitas ke depan. Tak kalah serunya, kami menyantap menu makanan sambil mengamati aneka benda-benda unik. Sesekali mengabadikan momen indah di Roemah Coffee Loe Mien Toe.

Pesona Ruang Coffe Loe Mien Toe/Dok. Pribadi
Pesona Ruang Coffe Loe Mien Toe/Dok. Pribadi
Ide Awal Membuka RoemahCoffeeLoe Mien Toe

Dalam bahasa Jawa, “lumintu” (ditulis Loe Mien Toe) berarti berkelanjutan atau terus menerus tidak pernah berhenti. Tujuan kami ke sana adalah untuk Kopdar sekaligus bermaaf-maafan sesama kawan penulis Blog Kompasiana Malang (Bolang). Suasana semakin lengkap, tatkala kolega dari luar kota yang asalnya Malang ikut bergabung. Acara ini berasa seperti “Halal bi Halal”.

Bertemu Fiksianer Dewi Puspa asal Malang/Dok. Pribadi
Bertemu Fiksianer Dewi Puspa asal Malang/Dok. Pribadi
Beruntung, kami diizinkan ngobrol langsung dengan pemilik kafé. Nama lengkapnya Anita Diani Permatasari. Cewek imut muslimah berwajah mirip Chines itu akrab dipanggil “Anita Nyit Nyit”. Dari obrolan itu, diperoleh keterangan dia berlatar belakang pendidikan S1 jurusan Teknik Informatika (TI). Namun Anita justru menggeluti bisnis kuliner. Saat saya tanya bagaimana ide awal mendirikan usaha ini, putri Bapak Bowo Wasito itu menuturkan sebagai berikut:

“Kafé ini berdiri sejak dua tahun lalu. Awalnya sih saya ingin mendirikan tempat penginapan. Lokasinya ingin di pinggir jalan. Ada tanah kosong. Sayang, rumah kami agak masuk ke dalam dari jalan raya. Ide berubah. Saya putuskan mendesain rumah ini menjadi “Roemah Coffee”, bukan penginapan. Ayah saya bekerja sebagai karyawan perusahaan Semen Gresik.

Kebetulan dia suka membawa benda-benda antik sepulang dari bepergian ke luar kota. Jadi, di rumah ini banyak benda-benda kuno. Koleksi barang banyak dari Gresik. Nah… benda-benda ini saya manfaatkan untuk desain ruang coffee. Kalau ide tabrak motif dari ayah. Sebulan sekali desain penataan koleksi diubah. Selain pelanggan bisa menikmati aneka menu kuliner di sini, mereka juga bisa menyewanya untuk membuat film atau foto pre wedding….”

Hasil percakapan di atas mengandung pelajaran bahwa merintis usaha baru itu bisa dimulai dari aset yang sudah ada. Anita tak harus mengeluarkan modal besar, hanya untuk membangun properti atau menyewa rumah di pinggir jalan. Tempat tinggalnya ia sulap menjadi Roemah Coffee Loe Mien Toe. Agar tidak membosankan, tiap bulan sekali Anita Nyit Nyit mengubah desainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun