Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunitas Zakat Malang Hadirkan Inovasi Hulu-Hilir Daur Ulang Plastik

9 Desember 2015   14:48 Diperbarui: 9 Desember 2015   17:26 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Tas Plastik, Salah satu Hasil Daur Ulang Limbah Plastik yang dipamerkan di "Stand Ekspo UMKM Baznas dan LAZ Kota Malang pada 16-17 November 2015 di depan Sport Center UIN Maliki Malang/Dok. Pribadi "]

[/caption]

Pembangunan Berkelanjutan yang manfaatnya dapat dinikmati oleh publik tanpa kecuali, tidak cukup (sufficient condition) hanya mengandalkan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan. Ia membutuhkan syarat perlu (necessary condition) untuk mendukung pembangunan, seperti inovasi produk Komposter dan Biofil yang dihasilkan oleh Balitbang PUPR. Mengatasi masalah sampah dengan inovasi alat teknologi saja juga tidak cukup, keterlibatan komunitas peduli sampah dan partisipasi rumah tangga juga diperlukan.

Masalah lain seperti banjir, sarana air besih, permukiman padat penduduk, dan kemacetan juga masih menjadi tantangan. Solusinya tak cukup hanya sekedar membangun jalan tol dan jembatan, hunian vertikal, dan penyediaan transportasi; tetapi perlu didukung dengan produk-produk infrastruktur pendukung yang dapat memberikan solusi.

[caption caption="Kondisi HIPAM di dekat gudang produksi daur ulang limbah, Kedungkandang, Malang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Mungkin publik belum banyak yang tahu, termasuk saya, terhadap kiprah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Balitbang PUPR) dalam menghasilkan produk-produk inovatif bidang sumber daya air (SDA), permukiman, jalan-jembatan, dan kebijakan penerapan teknologi.

Beberapa inovasi produk unggulan Balitbang PUPR antara lain Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) yang cukup populer; inovasi partisi dinding pada rumah Timor melalui teknologi Laminasi dan Pengempaan Gewang. Ada pula produk Bambu Zephyr, bambu yang dipipihkan dan direkatkan dengan teknologi perekat organik. Limbah industri minyak bumi pun dapat diubah menjadi “Bata Beton Ringan dari Residual Cracking Catalyst (RCC). Tak hanya itu, sejumlah produk unggulan seperti tungku sanira, bendungan knock down yang dapat difungsikan sebagai pengaman sungai, sumur resapan, Ruang Henti Khusus (RHK), tambalan cepat mantap untuk jalan berlubang, dan masih banyak produk inovasi lainnya dari Balitbang PUPR.

Merespon kebutuhan untuk menjawab ragam masalah infrastruktur pendukung “Pembangunan Berkelanjutan” itulah, Balitbang PUPR hadir untuk menemukan solusi yang inovatif sekaligus produk-produk inovasi yang solutif dengan mengusung spirit “create our future with innovations”.

Sejalan dengan maksud tersebut, penulis hendak menunjukkan masalah sampah dekat pasar dan permukiman padat penduduk yang ada di kota Malang sekaligus solusinya. Usaha awal seperti yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Malang dengan pendekatan hulu-hilir (upstream and downstream system) berbasis komunitas zakat di bawah ini, barangkali menjadi sumber inspirasi yang dapat disempurnakan lebih lanjut.

Alternatif Solusi Pengelaan Sampah Pasar Tradisional

Kota Malang belum bebas dari masalah sampah, baik yang disumbang oleh limbah rumah tangga maupun industri. Bahkan, keberadaan permukiman kumuh di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas kota Malang, mencerminkan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan yang perlu dipecahkan. Mereka yang tinggal di sepanjang DAS itu, menyumbang sampah domestik dan berpotensi mencemari air sungai. Bahkan sebagian warga yang tinggal di sepanjang DAS, masih banyak yang Buang Air Besar (BAB) di sungai.

Di Kota Malang, terdapat sekitar 28 pasar tradisional. Pada umumnya tempat aktivitas ekonomi rakyat itu masih belum tertata dengan baik, sehingga terlihat kumuh. Salah satu cara yang ditempuh oleh Pemerintah Daerah, antara lain merevitalisasi pasar tradisional menjadi pasar modern. Sebagian di antaranya melibatkan investor, seperti yang terjadi pada revitalisasi Pasar Dinoyo, Pasar Blimbing dan Pasar Induk Gadang di kota Malang.

[caption caption="Kondisi Pasar Dinoyo di Merjosari Kota Malang pada hari Minggu sore (6/12/2015)/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Jika melibatkan investor, tentu investor memilih lokasi yang strategis. Ketiga pasar yang direvitalisasi di atas, tergolong strategis tempatnya. Karenanya, investor memilihnya. Sementara pasar-pasar tradisional lain seperti pasar Bareng, Bunulrejo, Cemorokandang, Kebalen, atau Kedungkandang mungkin kurang menarik di mata investor. Namun jika semua anggaran revitalisasi pasar diserahkan kepada pemerintah, anggaran Pemkot tidak mencukupi. 

Masalah lainnya, pembangunan fasilitas dan infrastruktur pasar yang melibatkan investor, rawan terjadi konflik antara pemerintah daerah dan para pedagang saat relokasi. Menata fasilitas dan infrastruktur pasar tradisional cukup dilematis. Ada tarik menarik antara pertimbangan sosial, lingkungan dan ekonomi. Merespon masalah ini, dirasa perlu kehadiran Balitbang PUPR untuk membuat inovasi fasilitas dan infrastruktur pasar yang murah, aman dan nyaman berplatform sosial tanpa harus kehilangan nilai ekonomisnya.

Keberadaan pasar, di satu sisi adalah kebutuhan, namun di sisi lain berdampak pada masalah sampah dan kesehatan lingkungan. Pasar Dinoyo dan pasar tradisional Merjosari misalnya, berada di dekat permukiman padat penduduk. Di sekitar pasar itu juga terdapat banyak pedagang kuliner yang berpotensi menumpuk sampah. Untuk mengatasinya, perlu pendekatan terpadu. Mengatasi timbunan sampah tak cukup hanya dilakukan dengan cara mengangkut sampah dari tempat produksinya, kemudian dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

[caption caption="Onggokan sampah terlihat menumpuk di depan Pasar Dinoyo, Merjosari Kota Malang, pada Minggu sore hari (6/12/2015)/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Solusi yang dapat penulis ajukan berbentuk perpaduan antara inovasi aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan teknologi terapan yang bersifat umum (generic) sebagai berikut:

Pertama, mengubah paradigma pengelolaan sampah lama yang masih bertumpu pada pendekatan akhir (end of pipe) menuju paradima baru 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang lebih efektif dan efisien. Paradigma ini sejalan dengan amanat Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Kedua, melibatkan aktivis lingkungan atau komunitas peduli sampah. Mereka dijadikan bagian tak terpisahkan dari upaya pengelolaan dan pemanfaatan sampah. Budaya gotong royong yang ada di tingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Ibu-ibu PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga), kelompok pengajian, majelis taklim, dan komunitas sejenis terus dipupuk dan dikembangkan menjadi “modal sosial” yang produktif.

Ketiga, memperkuat “modal sosial” di atas dengan memberikan “pancingan” (stimulus) berupa belanja modal untuk menghasilkan nilai tambah ekonomi, misalnya Balitbang PUPR memfasilitasi pembuatan mesin produksi inovatif pengolah sampah. Limbah pasar tradisional yang berasal dari aneka jenis plastik, diolah menjadi produk baru yang bernilai ekonomi, seperti rege (sejenis tempat makanan), karung/tas plastik, tas kresek, dan lain sebagainya yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara sampah organik, diolah menjadi bahan pupuk untuk pertanian dan peternakan.

Keempat, memasukkan nilai ekonomis ke dalam tatakelola pendukung infrastruktur sampah. Katakanlah komunitas peternak cacing “Adam Community” di daerah Sukun Malang yang memiliki ribuan anggota peternak, dapat memanfaatkan limbah tersebut sebagai bahan pakannya. Komunitas semacam ini, dijadikan sebagai jejaring pasar yang saling mengutungkan. Intinya, seiring dengan hadirnya inovasi mesin pengolah sampah, mesti disiapkan jejaring pasar yang mampu menyerap produksi mereka.  

Itulah solusi generik yang dapat saya ajukan, mengenai teknisnya perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana masyarakat itu hidup. Sebagai contoh, kita dapat menarik pelajaran dari kehendak Baznas yang memberikan stimulus berupa modal untuk mendirikan gudang-gudang industri pengolah sampah di daerah Kedungkandang Malang, Jawa Timur berikut ini. 

Komunitas Zakat Malang Hadirkan Hulu-Hilir Daur Ulang Plastik

Pada bulan November 2015 lalu, saya bersama Mas Fauzan Zenrif, Mas Jamal, dan Mas M. Lutfi Musthofa, sengaja mengunjungi gudang daur ulang limbah plastik yang sedang dibangun oleh anggota komunitas Baitul Maal Al-Amin, binaan Baznas Kota Malang. Lokasinya berada di Jl. KH. Malik Gg VI RT 04 RW 04 Kedungkandang, Kota Malang.

[caption caption="Kantor Baitul Baal Al Amiin Kedungkandang, Malang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Sesampai di tempat tujuan, saya melihat dua buah bangunan berbentuk gudang pengolah limbah plastik sedang dibangun, dalam proses finishing. Gudang pengolah limbah pertama, kondisinya hampir 100% selesai, tinggal menyiapkan mesin produksinya. Sementara kondisi bangunan gudang kedua, 85% hampir selesai dibangun. Lokasi gudang kedua tidak jauh dari gudang pertama, jaraknya kira-kira sekitar 200 meter. Bentuk dan model kedua bangunan tersebut nyaris sama.

[caption caption="Gudang Tempat Produksi Daur Ulang Limbah Plastik di Kedungkandang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Ukuran bangunan gudang daur ulang limbah plastik itu sekitar 10 x 20 meter. Gudang itu dilengkapi dengan ruang produksi, ruang penyimpanan, ruang administrasi, dan kamar kecil. Halaman depan gudang cukup luas. Infrastrutur jalan menuju lokasi itu relatif mudah dijangkau dengan sarana transportasi roda empat.

Menurut penuturan Mas Fauzan Zenrif, yang juga sebagai Ketua Baznas Kota Malang, “seluruh gudang yang hendak dibangun ada enam buah. Gudang lainnya berada di daerah Arjowinangun, sekitar 100 meter dari Kantor Kelurahan”, demikian dia menjelaskan. Dari enam gudang tersebut, tiga buah gudang yang sudah didirikan, yaitu dua gudang di Kedungkandang dan satu gudang lagi berada di Arjowinangun. Apa fungsinya? Menurut Mas Jamal, yang juga Ketua Baitul Maal Merjosari, kedua gudang ini berfungsi sebagai penghasil produk plastik seperti kantong plastik, kantong kresek, dan produk plastik lainnya yang banyak dibutuhkan masyarakat. Mesin produksi yang hendak digunakan berjenis mesin blowing, yaitu mesin produksi model tiup. Sementara mesin produksi di gudang lainnya, hendak menggunakan mesin tipe injeksi atau tekan (press), demikian dia menjelaskan.

[caption caption="Panel listrik dan mesin produksi daur ulang limbah plastik di salah satu ruang gudang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Bagaimana model pemberdayaannya? Berdasarkan hasil obrolan saya dengan mereka di gudang pada waktu itu (November 2015) sambil ngopi bareng, tergambar model pengembangan ekonomi berbasis komunitas dengan pendekatan hulu-hilir atau “Upstream and Downstream System”. Secara ringkas, mekanismenya dapat saya kemukakan sebagai berikut: 

Langkah awal adalah melakukan analisis Sosekling (Sosial Ekonomi dan Lingkungan). Baznas Kota Malang memetakan potensi wilayah binaan dan membentuk cluster Kelompok Masyarakat Kota Produktif (KMKP). Wilayah yang dipilih adalah wilayah yang memungkinkan usaha produksi daur limbah plastik berpotensi berkembang secara berkelanjutan. Mereka yang tergabung dalam cluster adalah komunitas lokal dan usaha kecil yang secara sosial-ekonomi patut difasilitasi.

Setelah terpetakan, menentukan lokasi mesin pencacah limbah plastik di lokasi terdekat dengan sumber sampah, yaitu di Merjosari. Pertimbangannya, daerah ini dekat dengan pasar tradisional Merjosari dan Pasar Dinoyo. Kedua pasar tersebut saling berdekatan dan merupakan tempat penghasil limbah pasar yang cukup melimpah. Pelakunya adalah komunitas Baitul Maal Merjosari yang dekat dengan kedua pasar tersebut. Sampai saat ini, pengurus Baitul Maal Merjosari masih mencari lahan yang tepat untuk mendirikan gudang produksi. Karena mesin jenis pencacah ini, mengeluarkan efek suara agak bising.

Mesin pencacah limbah di Merjosari ini fokus untuk menghasilkan bahan input, selanjutnya diubah menjadi pelet plastik. Dari pelet plastik inilah, beragam produk kebutuhan rumah tangga dari bahan plastik dapat diproduksi di gudang-gudang lain dalam satu jejaring, seperti dua gudang di Kedungkandang yang sudah didirikan Baznas. Dua gudang produksi di Kedungkandang ini diisi dengan mesin berjenis blowing atau injection (press). Mesin produksi ini fokus untuk mengubah pelet plastik menjadi hasil produksi siap dipasarkan, khususnya ke para anggota yang bergabung dalam sejumlah Baitul Maal dan KMKP.

[caption caption="Pelet plastik hasil olah limbah, bisa dibuat senar, dipintal, dan jadi produk Tas plastik. Produk ini dipamerkan di "Stand Ekspo UMKM Baznas 2015"/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Di lokasi ini, sudah terbentuk komunitas Baitul Maal Al-Amin Kedungkandang yang memungkinkan bisa bersinergi dengan komunitas terdekat lainnya seperti Baitul Maal al-Hidayah di Jodipan dan Baitul Maal Barokah di Arjowinangun. Di samping itu, di sekitar wilayah Kedungkandang, Cemorokandang, Jodipan, dan Arjowinangun, terdapat ratusan anggota yang tergabung dalam cluster KMKP yang sudah terbentuk sebelumnya atas inisiatif Baznas kota Malang.

Katakanlah di Arjowinangun saja, terdapat 344 jenis usaha yang sudah diberikan pancingan dana, sebagaimana terdata dalam Annual Report Baznas Kota Malang 2014 (Baznas, 2014). Cluster-cluster semacam ini sekaligus berfungsi sebagai penjamin ceruk pasar. Artinya, hasil produksi daur limbah plastik tidak harus mengandalkan pasar luar, karena ceruk pasar internal (nice market) sudah ada. Namun jika terapat over produksi, akan disalurkan melalui Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia (APDUPI) yang siap menampungnya.

Baznas juga mensupport dana stimulan, yaitu belanja modal yang dirupakan dalam bentuk infrastrutur bangunan gudang dan mesin produksi. Menurut Mas Fauzan Zenrif, “pemasukan Baznas kota Malang selama dua tahun (2014-2015) sekitar Rp 6 milyar. Dari jumlah itu, sebanyak 75% digunakan untuk optimalisasi zakat produktif, seperti pemberian bantuan modal untuk mendirikan gudang pengolah limbah plastik semacam ini…”, demikian tuturnya.

Masih menurut Mas Fauzan, tujuannya adalah “untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus pengentasan kemiskinan. Suatu saat, justeru merekalah yang diharapkan mampu menyumbang ke Baznas. Bantuan ini bersifat pancingan (stimulus), pada gilirannya masyarakat sendiri yang akan mengembangkan lebih produktif lagi”, demikian dia menegaskan.

Baznas juga telah mengirimkan sejumlah peserta calon pengelola mesin daur limbah plastik itu untuk mengikuti pelatihan di Jawa Tengah. Mereka juga bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia (APDUPI). Mereka yang sudah dilatih inilah, diharapkan menjadi pemandu bagi teman-teman anggota lainnya yang tergabung dalam sejumlah Baitul Maal dan KMPKP, khususnya untuk cluster daur ulang limbah plastik, demikian Mas Fauzan menambahkan penjelasannya.

Salah satu contoh hasil produksinya adalah “tas plastik” untuk belanja. Produk ini diolah dari limbah plastik. Hasil olahan limbah plastik dibentuk menjadi pelet plastik. Pelet plastik ini bisa dibentuk menjadi senar (benang plastik) dengan beragam warna, selanjutnya dipintal. Nah hasil pintalan ini bisa dibuat menjadi tas plastik. Hasil produksi itu dipamerkan bersama-sama dengan produk KMKP lainnya di “Stand Expo UMKM Binaan Baznas dan LAS Kota Malang” pada 16-17 November 2015 lalu, yang diselenggarakan di depan gedung Sport Center UIN Maliki Malang.

[caption caption="Expo UMKM Binaan Baznas Kota Malang/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Sayang, sampai saat ini Baznas belum memiliki mesin produksi pencacah limbah plastik dan penghasil pelet plastik sendiri. Untuk itu, hendak dibangun enam gudang produksi pengolah limbah dalam satu jejaring berpola “Upstream and Downstream system”, yaitu mengintegrasikan sumber input produsksi, proses produksi, dan hasil produksi hingga ke pasar. Sementara ini, bahan baku produksi tas plastik yang dipamerkan itu berasal dari pelet plastik yang diproduksi pihak lain.

Ke depan, di gudang dekat pasar Dinoyo-Merjosari inilah yang akan diandalkan sebagai mesin penghasil pencacah limbah pasar. Dari Gudang pengolah limbah plastik di Merjosari, selanjutnya dikirim ke gudang lain untuk dibuat pelet, dan diproduksi menjadi barang jadi seperti kantong plastik, tas kresek, tempat makanan (rege), dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Itulah gambaran ringkas, bagaimana mengatasi masalah sampah pasar-pasar tradisional dan limbah rumah tangga yang dibuang ke TPA menjadi hasil produksi yang bernilai ekonomis. Sementara limbah organik, belum sempat ditangani oleh komunitas mereka.

Di samping itu, daur ulang limbah plastik tersebut tidak mengganggu lingkungan. Saat saya berkunjung pada bulan November 2015 lalu, saya sempat bertanya: “kenapa lokasi gudang diletakkan dekat permukiman penduduk, apa tidak merusak lingkungan? Demikian tanya saya. Dijawab oleh Mas Jamal, salah satu pegiat Baitul Maal yang sudah mengikuti latihan pengolahan daur ulang limbah plastik, bahwa “mesin produksi pengolah sampah plastik itu tidak merusak lingkungan”, tuturnya.

Masih menurut Mas Jamal, “gudang itu dibangun justeru untuk mengatasi masalah limbah, terutama berupa sampah plastik; mesin ini 100% tidak menyisakan limbah sama sekali…. karena jika ada produk yang gagal, maka bisa diolah kembali, jadi tidak menyisakan limbah turunan… disamping itu, jenis mesin produksi yang ada di Kedungkandang ini tidak mengeluarkan suara bising”, demikian dia menambahkan.

Semoga gagasan inovatif ini benar-benar menjadi solusi bagi masalah sampah, lingkungan sosial, dan ekonomi warga sekitar di masa depan. Bagaimana dengan ide inovatif dan solusi di daerah Anda? Jika ada yang cocok dengan permasalahan di daerah Anda, mari manfaatkan inovasi produk Balitbang PUPR untuk memecahkan ragam masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan di sekitar kita. Spirit Create Our Fututre with Innovation, semoga benar-benar dapat diaplikasikan dan menjadi solusi seiring dengan inovasi. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun