[caption caption="Seorang Pengunjung Sedang Mencoba Membatik di Stan No. 38 Balai Besar Kerajinan dan Batik, pada PPI 2015/Dok. Pribadi"][/caption]
Mau membatik, ya Astoetik saja. Hemm… emang siapa Astoetik itu ya?. Dia itu bukan nama orang. Astoetik itu merupakan merk kompor listrik yang digunakan untuk membatik, singkatan dari Auto-Electric Stove for Batik, yang berarti kompor listrik otomatis untuk membatik. Salah satu produk unggulan teknologi rekayasa alat membatik itu ditampilkan di Pameran Produksi Indonesia (PPI) yang berlangsung sejak 6 – 9 Agustus 2015 di Convention & Exhibition Hall, Grand City Surabaya.
Sementara Workshop dengan penemu Kompor Listrik Astoetik itu dilangsungkan di Panggung Utama arena PPI 2015 pada hari Minggu (9/8/2015), dimulai Pukul 12.00 Wib. Artikel ini mereview seputar batik dan keunggulan inovasi produk kompor otomatis Astoetik yang digunakan untuk membatik, ditulis sebelum acara workshop itu ditampilkan di arena panggung utama.
[caption caption="Inovasi Kompor Listrik Astoetik yang Ditampilkan di PPI 2015 pada Minggu (9/8/2015)/Foto Dok. Mbak Ika"]
Pada saat mengunjungi PPI 2015 (6/8/2015), saya sempat mampir di anjungan Kementerian Perindustrian, tepatnya No 38 Balai Besar Kerajinan dan Batik. Kebetulan saya diterima dengan baik oleh Pak Wisnu. Menurut penjelasan Beliau, ada tiga jenis batik, yaitu: batik tulis, batik cap, dan batik kombinasi (perpaduan batik tulis dan cap). Apakah batik printing itu bukan termasuk batik, Pak? Tanya saya. Pak Wisnu menjelaskan pada saya, “batik printing itu bukan batik, tetapi motif batik yang dihasilkan dengan teknologi printing”. Oalah… jadi, baju-baju yang corak warnanya umumnya “ngejreng” bermotif batik itu tidak tergolong batik… itu printing bermotif batik. Pantesan harganya lebih murah dari pada batik tulis, dan desainnya mudah ditiru. Kini saatnya kita banggakan batik khas Indonesia yang memang benar-benar batik.
"Bahan Dasar Limbah Pembuat Warna Batik di Stan PPI 2015/Dok. Pribadi
Budaya Batik dan Keunggulan Inovasi Kompor Astoetik
Batik identik dengan budaya Indonesia yang unik. Sejak tahun 2009, Batik ditetapkan oleh UNESCO sebagai “warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi (masterpieces of the oral and intangible heritage of humanity) yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Karenanya batik melekat dengan identitas budaya Indonesia, warna dan motifnya mencerminkan kreativitas dan spiritualitas budaya bangsa. Ada batik khas Bali, Madura, Malang, Solo, Yogyakarta, Cirebon, dan lain sebagainya. Beberapa motif batik juga dapat menunjukkan status seseorang.
Agar budaya batik tetap lestari dan semakin menarik, diperlukan inovasi, baik dalam desain maupun teknologi proses pembuatannya. Salah satu alat terpenting dalam proses pembuatan batik adalah kompor. Dulu masyarakat membatik menggunakan kompor minyak tanah, sehingga kestabilan panas kurang terjaga. Kompor Astoetik hadir untuk memecahkan masalah itu. Setelah bagian kain tertutup “malam” dengan sempurna, maka proses melukiskan motif batik sesuai selera dengan “canting” di kain semakin mudah. Agar proses mencairkan “malam” berjalan stabil, maka membutuhkan kompor dengan suhu panas yang stabil pula.
"Membatik dengan Kompor Listrik/Sumber: fb SanggarBatikAstoetik"
"Kompor Listrik Astoetik Limited Edition, Bodinya Bermotif Batik/Dok. SanggarBatikAstoetik"