Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Money

KAA 2015: "Bebaskan Dunia Dari Kolonialisme Baru"

21 April 2015   10:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:50 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KAA 2015: "BEBASKAN DUNIA DARI KOLONIALISME BARU"

(yunusuin@gmail.com)

Kesuksesan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang diselenggarakan pada tanggal 19-24 April 2015 di Bandung, akan memiliki Efek ganda (multiplier effect) yang luar biasa jika dikelola dengan baik oleh Indonesia. Pertama, dari aspek politik, jika dukungan penuh untuk "kemerdekaan Palestina" yang diinisiasi Indonesia disepakati oleh seluruh anggota KAA, akan mengubah persepsi peta politik dunia. Blok Barat yang selama ini dimotori oleh Amerika Serikat, tidak bisa memandang sebelah mata terhadap kekuatan dan peran negara-negara Asia Afrika dalam percaturan global. Sekedar sebagai indikasi awal, Gedung Putih kaget (baca “kecewa”), ketika Indonesia memasukkan Palestina dalam draft pembahasan KAA (lihat http://news.liputan6.com/read/2216866/luhut-dukungan-ri-untuk-palestina-merdeka-kagetkan-gedung-putih, 20/04/2015). Bahwa era perang melawan kolonialisme lama memang telah berakhir, tetapi kolonialisme dalam bentuk baru bukan berarti telah berakhir. "Kasus Palestina" misalnya, merupakan salah satu contoh nyata bentuk ketidakadilan dan kolonialisme lama yang belum berakhir. Oleh sebab itu, dunia harus dibebaskan dari segala bentuk ketidakadilan dan penjajahan (politik, ekonomi, dan budaya). Dalam koteks ini, peran Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar dan negara demokrasi, mesti menunjukkan diri sebagai pelopor Gerakan Non Blok sebagaimana pernah dicetuskan oleh Soerkarno. Jika agenda ini berhasil, kiranya akan menjadi catatan sejarah diplomasi politik yang menghebohkan dunia. Pendekatan diplomasi strategis semacam inilah yang perlu ditekankan, bukan seperti gerakan Hitler atau ISIS yang dikutuk dunia.

Kedua, dari aspek ekonomi, siap atau tidak siap, Indonesia harus mampu mengambil peluang keterbukaan, kerjasama dan kompetisi pasar. Diperkirakan, 40 persen pasar ASEAN ada di Indonesia, dan itu berarti masyarakat Indonesia harus menjadi pemain ekonomi di negeri sendiri. Bukan sebaliknya, rakyat Indonesia ibarat "ayam mati kelaparan di lumbung padi". Sependapat dengan padangan Bahlil Lahadalia, Ketua Umum BPH HIPMI, bahwa RI harus menjadi blok baru kekuatan ekonomi global selain hegemoni ekonomi Barat selama ini. Bila abad 19 adalah eranya Eropa, abad 20 adalah eranya USA, dan abd 21 mestinya adalah era kebangkitan ekonomi bagi Asia-Afrika (http://kabar24.bisnis.com/read/20150420/19/424966, Senin, 20/4/2015).

Ketiga, Nilai-nilai yang tercermin dalam "Dasa Sila Bandung" perlu disesuaikan dengan konteks kekinian. Komunitas Asia-Afrika tentu memiliki nilai-nilai yang unik, berbeda dengan komunitas Barat. Ekonomi persaingan bebas model Barat harus diimbangi dengan kekuatan model "ekonomi institusional" berbasis nilai-nilai Asia-Afrika. Sejalan dengan pendekatan ini, katakan kepada negara lain: “Anda boleh masuk ke Indonesia, tapi harus membuat semacam kelompok pendamping (melibatkan komunitas lokal) yang menjadi bagian dari bisnis Anda, dan pastikan mereka mendapatkan manfaat nyata, bukan dieksploitasi”. Masyarakat kita perlu dilindungi dengan standar mutu yang memihak rakyat Indonesia. Oleh karena itu, penekanan Kerjasama Selatan-Selatan (KSS) dan Trilateral harus menjadi bukti, bahwa KAA memang memiliki prinsip tersediri dan kekuatan khas Asia-Afrika. Menurut Hikmahanto Juwono, guru besar hukum internasional UI,  jika para pemimpin negara Asia Afrika berhasil menyusun 3 hal strategis ini, bisa membuat “geger” masyarakat Eropa dan Global.  Ketiga hal tersebut: (1) menyusun nilai-nilai universal sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan konflik antara negara, seperti menghentikan segala bentuk kolonialisme; (2) melepaskan ketergantungan ekonomi dari negara-negara Barat, dan (3) memiliki komitmen untuk menyelesaikan konflik tanpa campur tangan Barat (http://kabar24.bisnis.com/read/20150420/19/424663/kaa-2015-jika-3-hal-ini-disepakati-dunia-bakal-geger, 20/04/2015).

Walhasil, ayo dukung dan buktikan ke depan bahwa kita memang menghendaki "mandiri secara ekonomi", "berdaulat secara politik", dan "bermartabat secara budaya".  Semoga ketiga visi ini lekas tercapai dalam waktu yang tidak terlalu lama. Entah kapan, tetapi kita harus melakukan dan terus melakukannya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun