Mohon tunggu...
M Wiyono
M Wiyono Mohon Tunggu... Guru biasa -

Ustad Virtual yang selalu menjawab dengan tulisan dan menggali data melalui bacaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Berpasangan Menuju Keseimbangan

24 Januari 2016   09:27 Diperbarui: 24 Januari 2016   09:27 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alam raya yang kita diami ini diciptakan oleh mpunya secara berpasang-pasangan, ada siang ada malam, ada sumber panas berupa api ada sumber dingin berpa air, ada langit ada bumi, ada matahari yang panas ada rembulan yang redup, ada bumi terhampar luas ada gunung sebagai penyeimbang, semua diciptakan oleh Allah untuk mencapai keseimbangan. “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” [Yaa Siin 36:36]

begitu juga dalam fakta sosial, ada kaya  ada miskin, pejabat ada rakyat, ada kaum ningrat ada kaum jelata, semua perlu diseimbangkan menempati porsi yang tepat agar tidak terjadi ketimpangan termasuk ada guru ada pula muridnya.

Dalam penciptaan anggota tubuh pun demikian adanya,  diciptakan oelh sang maha kuasa penuh keseimbangan, dua mata dan dua telinga agar sama dalam membaca dan mendengar, antara belajar dan mengajar, dilengkapi dua kaki untuk bekerja dan dua tangan untuk berbagi.

Uniknya Allah menciptakan satu lisan untuk bicara dan satu hati sebagai komandonya, isyarat agar apa yang dikatakan tulus dan jujur dari lubuk hatinya. kebohongan hanya menutupi persoalan yang bersifat sementara, lambat laun akan tersingkap bentuk orisinilnya. Rasulullah Saw. bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu (hati)." (H.R. Bukhari).

Terkadang mata mengalirkan air mata dalam do'a dan fatwa, tapi air mata buaya sebab yang terucap dari lisannya tidak tulus menembus lubuk hatinya, didengarnya hambar bagaikana masakan yang ganjil  bumbunya, bagaikan syair yang tak berintisari, ceramah pun bila tidak tembus dalam hati, maka yang ada hanya mengisi formalitas saja, tidak mempunyai daya dobrak bagi mustami' (pendengar) yang menyimaknya, penuh kepura-puraan, isinya hanya sebatas intonasi dan retorika permainan kata-kata saja.

Rupanya, hidup ini harus dijalani sesuai dengan realitas kita sendiri, menghindarkan dari bayang-bayang semu pe(niru)an yang bersifat semu, termasuk semu dalam berpenampilan dan ber kepribadian. Dalam hal ini Nabdi saw mengingatkan bahwa hidup harus sesuai dengan keadaan diri sendiri. Dengan bahasa yang sederhana, Rasulullah Saw. mengingatkan kita dengan ungkapan, "Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang memakai dua pakaian palsu." (H.R. Muslim). Dari ungkapan ini, Nabi saw. menganjurkan kepada umatnya untuk selalu hidup di atas kenyataan dan bukan hidup dalam dunia yang semu

Marilah kita perbanyak membaca dan mendengar fakta yang ada, tidak berlebihan dalam berkata, karena toh setiap kata yang teruntai dengan lisan ini akan dimintai pertanggung jawaban Allah swt. Penulis yakin bahwa semua urusan tidak bisa selesai hanya dengan bersilat lidah, usul atau protes saja, tetapi perlu banyak tindakan dengan pikiran, kaki dan tangan ini, semua harus dibuat sedemikian rupa dama porsi yang seimbang.  ( M. Wiyono ))

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun