Kala pagi mulai tiba, suasana mentari menyeruak temaram di sela gugusan awan, ku ajak jemari ini menari-nari di atas keyboard komputer yang sudah tidak baru lagi, sambil memuntahkan isi hati yang gundah gulana ini, bukan gundah karena asmara menggelora atau karena cinta yang membara apalagi karena kasmaran anak muda yang sedang edan. Tetapi lebih karena mawas diri yang kurang, dan banyak waktu terbuang hingga seusia ini tak mampu memproduksi karya berharga yang layak dibaca dan diapresiasi generasi mendatang.
Mendung pagi yang menyelimuti alam, menyuramkan mentari yang terang menjadi temaram, hawa dingin yang menandai hujan, menghilangkan gairah hangat tubuh yang semestinya sudah datang, seiring dengan itu semua hati mulai sadar bahwa gundah gulana ini akan dialami siapapun yang berhasrat besar untuk membuat membuat karya namun waktu dan kesibukan terus datang bergelombang. Di tengah sibuk nan terus menghujam entahlah dari mana memulai menyulam benang kegundahan, menyulap nestapa menjadi karya yang mampu dikenang alam semesta dan isinya.
Wajah-wajah penasehat nampak jelas dalam bayang, namun tetap saja masih bandel tidak mampu melakukan perubahan awal untuk menciptakan karya bermanfaat yang lebih banyak dan lebih besar. Aku harus mencoba membuat lompatan tinggi di atas titian gundah gulana di pagi hari ini supaya gundah tidak terus menggelayut dihati berkepanjangan. Yah.. kata perubahan memang mudah diucapkan, semudah membalikkan telapak tangan, namun sulit untuk memulainya apalagi membuktikannya, hanya asa dan cita-cita yang aku punya sebagai modal awal meraih sukses berkarya.
Dalam relung hati menyelinap sebuah ilham bahwa perubahan itu harus dimulai dengan mencoba bermimpi meraih mentari sambil membawa sekantong gemerlap bintang yang dibawa bertengger di atas terang pantulan sinar rembulan yang sejuk dan menenangkan, hati harus bermimpi, jiwa harus mendekat pada sumber ilham dan memohon terangnya akal untuk menuangkan gagasan
Pertolongan Tuhan adalah segalanya, dengan menumpuk puing puing doa hingga membuat gugusan ianyahnya yang diharapkan selalu datang, karena manusia adalah hamba yang lemah, maka sembah sujud harus dilakukan, bukan sujud badan, tetapi sujud hati dan pikiran, menganggap rendah di hadapan Tuhan, dan meminjam kuasanya dengan lantunan doa panjang untuk mengetuk pintu kasih dan rahmat serta inayah darinya.
Ya Allah…rupanya aku ini mengalami apa yang dinamakan dengan galau kepagian..
Ya Allah…gerakkan kami dan lindungi serta berilah pertolongan dari-Mu.
TTD: M. Wiyono Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H