Mohon tunggu...
M.Taufik Budi Wijaya
M.Taufik Budi Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

"Satu langkah kecil seorang manusia, satu langkah besar bagi kemanusiaan"-Neil Armstrong. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kukang, Satwa Khas Indonesia Itu Terancam Punah

11 Mei 2011   14:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:50 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_108753" align="aligncenter" width="491" caption="Kukang di kandang rehabilitasi (Foto: Dokumentasi IAR)"][/caption]

Empat ekor anjing, menggongong menyambut kedatangan saya saat tiba di kantor Yayasan Internasional Animal Rescue (IAR)pertengahan Desember 2010 silam.Lokasi LSM pemerhati satwa kukang dan monyet macaca ini berada di kaki Gunung Salak, Ciapus, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Direktur Yayasan IAR IndonesiaDharma Jaya Sukmana menerangkan organisasi yang lahirpada 2008 silam ini, berdiri akibat keprihatinan terhadap satwa yang dieksploitasi. “Dan kita melihat kukang salah satu yang dieksploitasi. Walaupun sudah dilindungi UU NO 5/1990 bahkan dalam UU Internasional juga dilindungi. Tapi kukang masih diperdagangkan secara terang-terangan di pasar-pasar burung, dan jalan-jalan menuju tempat wisata, sebagai hewan peliharaan,” ungkapnya.

Menurut rekan Dharma di IAR, Nicolien de Langedari 3 jenis satwa bernama Latin Nycticebus Javanicus tsb, kukang asal Jawa lah yang paling terancam kepunahan. Dua kukang lainnya berasal dari Kalimantan dan Sumatera.Kukang masuk dalam daftar 25 primata yang terancam di dunia. Jadi ini cukup parah. Tidak ada estimasi berapa (saat ini) jumlah kukang yang ada di hutan Jawa, Kalimantan atau Sumatera,” ujar perempuan asal Belanda ini.

Hukum internasional sejak 2007 mengatur semua jenis kukang dikategorikan ke dalam Apendiks I CITES. Artinya, primata tersebut terancam kepunahannya dan dilindungi. Juga tak boleh diperdagangkan. Sama halnya seperti orangutan, harimau dan gajah Sumatera yang juga masuk daftar Apendiks 1. Dalam ekosistem, kukang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengontrol populasi serangga.

Rehabilitasi Kukang

Nicolien mengajak saya menengok fauna yang tubuhnya ditumbuhi bulu berwarna coklat dan putih yang tengah dirawat di kandang rehabilitasi milik IAR. Ada sekitar 100 kukang yang tinggal di arealhutan buatan seluas 2 hektar ini. Masing-masing hewantinggal disatu kandang.

Fauna berjuluk kera malam ini, kata Nicolienmerupakan hasil sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam, BKSDA berbagai daerah dan penyerahan sukarela masyarakat. “Kukang bukan satwa soliter. Mereka juga butuh interaksi sosial. Tapi tidak seperti misalnya monyet macaca, yang dalam 1 kandang bisa diisi 10 ekor. Karena macaca hewan yang berkelompok,” jelasnya dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih.

[caption id="attachment_108756" align="aligncenter" width="300" caption="Nicolien de Lange dan salah satu kandang rehabilitasi kukang IAR (Foto: M.Taufik Budi Wijaya)"][/caption] Rata-rata ukuran tubuh kukang hampir 20 sampai 30 centimeter. Berat badannya mencapai 2 kilogram dengan masa hidup hingga 20 tahun.Menurut Manajer Program IAR Indonesia ini, kebanyakan kukang yang dirawat mengalami cacat tubuh. Paling banyak, tak punya gigi karena dipotong paksa. Kukang punya gigi yang tajam, dan mereka suka gigit orang. Penjual (satwa) biasanya pakai potong kuku untuk memotong gigi kukang. Kadang semua gigi mereka yang dipotong,” imbuhnya.

Nicolien menjelaskan berdasarkan pantauan di pasar-pasar satwa Jakarta,kukang yang diperjualbelikan ada yang sudah tinggal dalam kandang berbulan bahkan bertahun-tahun.”Biasanya kukang (dijual) saat masih bayi. Karena lebih mahal. Apalagi kalau mereka sudah tidak punya gigi lagi. Jadi rehabilitasi (yang dilakukan IAR) bisa lebih lama.”

Di pusat rehabilitasi kukang pertama di dunia ini ada 7 perawat. Mereka dibagi 3 shift. Bekerja 24 jam, rutin memperhatikan perilaku dan kesehatan kukang. “Tapi dari 7 perawat ini, 1 perawat yang naik gunung, monitoring pelepasliaran (kukang). Di sana kami juga ada beberapa tim. Ini semuanya orang lokal. Ada sekitar 12 orang. Setiap malam mereka ada di gunung ” paparnya.

Gunung yang dimaksud Nicolien adalah Gunung Salak. Kukang yang selesai dirawat dan dinilai sehat selanjutnya dilepasliarkan diberbagai hutan taman nasional di Kalimantan, Jawa dan Sumatera. Namun sebelum dilepasliarkan ke alam bebas, kukang dimasukan dulu ke kandang habituasi. Tujuannya, membuat kukang mudah beradaptasi dengan lingkungannya yang baru.

Menengok Pelepasliaran Kukang

Bagaimana cara kerja perawat dan relawan meneliti kukang di kandang habituasi? Karena penasaran, saya ikut serta Koordinator Perawat Kukang IAR, Bobi Muhidin mendaki Gunung Salak.

Setelah mendaki hampir 2 jam, kami tiba di base camp kandang habituasi kukang milik IAR. Lokasinya diketinggian sekitar seribu meter di atas permukaan laut. Tanaman perdu sampai aneka jenis pohon hutan nampak tumbuh lebat. Dua tenda untuk beristirahat dan dapur darurat berdiri. Saat bertugas meneliti kukang, Bobi ditemani tiga rekannya warga setempat. Mereka adalah relawan IAR.

[caption id="attachment_108757" align="aligncenter" width="300" caption="Perawat Kukang IAR, Bobi Muhidin (memakai topi) bersama 3 relawan di Gunung Salak (Foto:M.Taufik Budi Wijaya)"][/caption]

Jelang malam. Tiga relawan IAR, mulai sibuk di dapur. Menyiapkan malam malam. Sekitar satu jam memasak, hidangan siap kami santap. Lepas makan malam, kami berkemas-kemas, siap menuju kandang habituasi kukang. Saya melihatBobi tengah memencet tombol alat pendeteksi ketinggian dan suhu. Di alat digital tersebut tercatat ketinggian lokasi mencapai seribu meter di atas permukaan laut dengan suhu 21 derajat Celcius.

Lembaran kertas berisi daftar prilaku kukang sudah di tangan lelaki 26 tahun itu. Satu ekor kukang yang akan diteliti, sudahhampir sepekan berada di kandang habituasi. Tujuannya untuk membuat kukang mudah beradaptasi dengan lingkungannya yang baru setelah dilepasliarkan kelak. Kandang habituasi ini seluas 3 kali 4,5 meter, dengan tinggi 3 meter. Di sekelilingnya dilapisi jaring pengaman.Perilaku kukang diawasi dan dicatat setiap 10 menit sekali. Keadaan kukang yang dicatat, kata Bobi mulai dari kondisi kesehatan sampai pergerakannya.

Tiga relawan IAR, sibuk menyiapkan pakan kukang seperti ulat sagu, jangkrik dan tanaman khas yang sangat disukai kukang: kaliandra. Tanaman khas ini tumbuh di hutan Sumatera dan Jawa. Sekitar pukul 18.30 WIBkami mulai mendaki menuju kandang habituasi. Di kepala kami masing-masing, sudahterpasang head lamp. Cahaya yang dipancarkan, membimbing kami dikegelapan malam.Jalan menuju lokasi kandang habituasi kukang ini cukup terjal dan agak curam. Jika tak hati-hati bisa terperosok ke jurang.

Setengah jam kemudian kami tiba di lokasi. Proses observasi berlangsung hingga dini hari. Cuaca saat itu cukup cerah, namun angin berhembus kencang. Dinginnya menusuk tulang.Seorang relawan lantas masuk ke kandang memberikan pakan.

Pelepasliaran siap dilakukan jika kukang dinilai sudah bisa bertahan di alam bebas.“Kita lihat kondisi kukang, jika dia bisa cari makan sendiri dan pergerakannya bagus dan bisa adaptasi dengan hutan di sini. Sekitar 2 minggu dia sudah bisa dilepasliarkan. Untuk di sini (kawasan Gunung Salak, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak), sudah ada 3 kukang yang dilepasliarkan.),” terang lajang yang 2 tahun terlibat dalam penelitian.

Perdagangan Illegal Ancam Kukang

Tapi tak semua kukang mudah beradaptasi dengan alam Gunung Salak, tambah Bobi. Hanya 1 yang bisa bertahan hidup. 2 ekor kukang lainnya kembali ke bawah, ditemukan di perkebunan masyarakat. Kita temukan dan tidak langsung kami bawa kembali ke gunung, Tapi kami bawa dan rawat ke kandang (rehabilitasi untuk dirawat kembali)).”

Kukang juga tak mudah beradaptasi setelah dilepasliarkan akibat ancaman hewan pemangsa seperti burung elang. Selain predator, hewan bermata bulat ini juga terancam hidupnya akibat sifat rakus manusia. Diperdagangkan secara ilegal di pasar-pasar satwa. Harga satu ekor kukang mulai ratusan ribu hingga mencapai jutaan rupiah.

Nicolien de Lange menyarankan agar masyarakat tak membeli dan memelihara satwa yang dilindungi, termasuk kukang. “Kadang-kadang (yang beli) biasanya ekspatriat. Mereka kasihan, mereka beli. Tapi kalau mereka beli ini menjadi perangsang terjadinya perdagangan kukang.”

[caption id="attachment_108758" align="aligncenter" width="300" caption="Kukang yang diperjualbelikan secara ilegal di salah satu pasar satwa Indonesia (Foto: Dokumentasi IAR)"][/caption] Dharma Jaya Sukmana menambahkan, edukasi dan kampanye soal pentingnya kukang dan program rehabilitasi kukang, akan terus mereka gaungkan. Perlu kesadaran secara menyeluruh baik dari pihak pemerintah terutama untuk penegakan hukum. Ataupun dari masyarakat untuk tak pelihara satwa tsb. Kami akan mengupayakan penyadartahuan dan mengembalikan kembali, pelepasliaran kembali untuk berikan kesempatan hidup satwa yang telah dieksploitasi. Untuk bisa hidup sebagaimana mestinya di alam,” pungkasnya.

Untungnya langkah IAR melestarikan kukang mendapat dukungan warga Ciapus. Tiap kali ditemukan kukang yang sakit di sekitar Gunung Salak, warga langsung menyerahkan ke IAR. (Fik).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun