[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Husein Bin Ali, warga Ciputat peduli sampah. (Foto-foto: M.Taufik Budi Wijaya) "][/caption] "Sampah adalah masalah kita. Saya ingin mengubah paradigma lama dimana sampah dianggap sebagai musuh. Di masa depan sampah adalah sahabat dan menjadi berkah." Sejumlah pejalan kaki, pengendara mobil dan motor menutup hidung rapat-rapat, saat melewati salah satu sudut jalan di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Jum'at (5/3) lalu. Bau tak sedap datang dari gunungan sampah yang belum terangkut. Tumpukan sampah yang telah membusuk, ini berasal dari pedagang Pasar Ciputat. "Sudah hampir sepekan, sampah belum terangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir sampah, TPA Cipeucang, Serpong," jelas Imam,salah satu petugas kebersihan. [caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Gunungan sampah di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan. Foto diambil Jumat sore (5/3). "][/caption] Sejak Pemerintah Kota Tangerang Selatan dimekarkan dari Kabupaten Tangerang pada 2008, sampah jadi salah satu masalah. Pemkot Tangsel beralasan, sampah tak terangkut akibat sarana pendukung kebersihan seperti truk sampah, diambil alih Pemkab Tangerang. Awalnya tersedia 42 truk sampah yang siap angkut sampah dilebih dari 600 titik. Pasca pemekaran wilayah, Pemkab Tangerang lantas menarik 32 truk ke wilayahnya. Akibatnya sampah tak terangkut dan dibiarkan membusuk berhari-hari . Pilah Sampah Mulai Dari Rumah Tangga Penanganan sampah yang tak serius dan berlarut-larut, membuat hati, Husein Bin Ali terpanggil. Pensiunan sebuah perusahaan swasta nasional tersebut, berinisiatif menggandeng Dinas Kebersihan Pemkot Tangsel dan warga sekitar di TPA Cipeucang untuk mengatasi masalah klasik di perkotaan tersebut. "Kalau lewat Pasar Ciputat itu rasanya risih juga. Jiwa saya tergugah dan terpanggil untuk berjuang bersama mengatasi sampah," jelas Husein. Konsep penanggulan sampah seperti apa yang ditawarkan warga Ciputat ini? "Penanganan sampah dimulai dari rumah tangga, bukan dari tempat pembuangan akhir sampah. Sampah basah atau organik yang mudah terurai seperti sampah sayuran di dapur dipisahkan dengan sampah-sampah non organik, seperti plastik," papar lelaki 57 tahun ini. Sementara untuk pedagang di pasar, Husein punya gagasan agar setiap pedagang diberi dua atau tiga karung untuk tempat sampah. Mereka lantas dididik untuk membiasakan memilah sampah organik dan non organik. Selanjutnya sampah yang telah dipisah diangkut petugas kebersihan ke TPA Cipeucang untuk diolah menjadi pupuk kompos . "Sampah adalah masalah kita. Saya ingin mengubah paradigma lama dimana sampah adalah musuh, tapi di masa depan sampah adalah sahabat dan berkah," ujar bapak empat anak ini optimistis. Libatkan Warga Atasi Sampah Sabtu (6/3), lalu saya menemui Husein, di TPA Cipeucang. Ia bersama belasan warga Kelurahan Serpong dan pejabat Dinas Kebersihan Pemkot Tangsel. Husein tengah menjelaskan kepada warga yang akan bekerja di TPA Cipeucang. Tugas mereka nantinya memilah dan mengolah sampah jadi produk yang bernilai ekonomis. Sebagian besar warga adalah penganggur atau bekerja serabutan. Di sana Husein menerangkan, mulai dari keamanan dan keselamatan saat bekerja, tugas yang mesti mereka lakukan sampai upah yang akan diterima. Gaji para pekerja, bukan dari kantong Husein, tapi dari Pemkot Tangsel. [caption id="" align="alignright" width="300" caption="Husein dan warga Serpong dilokasi TPA sampah Cipecang, Sabtu (6/3) "][/caption] "Saya libatkan warga setempat yang nganggur, agar mereka bekerja. Kalau masalah materi atau gaji yang saya terima, itu belum kami bicarakan (dengan Pemkot Tangsel). Saat ini bagaimana mengatasi masalah sampah dulu," jelas kakek lima cucu itu terus terang. Di lokasi pembuangan sampah TPA Cipeucang, Pemkot Tangsel telah menyiapkan satu unit mesin pencacah sampah. Mesin yang diberi nama Sistem Pengolahan Sampah Terpadu atau "Si Pesat" tersebut buatan Singgih Saktianu, putera Indonesia. Mesin yang pernah diuji coba di Pasar Cisalak, Depok, Jawa Barat, kata Husein per satu jamnya mampu mencacah sampah sebanyak 10 meter kubik. "Dari sampah yang tercacah, 20 persen menjadi kompos," urai Husein. Dalam waktu dekat, mesin pencacah akan ditambah menjadi 4 unit. Kompos hasil produksi pekerja selanjutnya digunakan untuk keperluan warga sekitar TPA Cipeucang dan Pemkot Tangsel untuk menyuburkan tanaman. Jika produksi berlebihan, akan dijual." Mesin ini, akan diujicobakan selama 3 bulan. Jika Pemkot Tangsel menilai gagasan Husein berhasil membantu mengurangi sampah, maka Si Pesat rencananya akan dioperasikan disejumlah pasar tradisional di Tangsel. Tak Berharap Tanda Jasa Ketertarikan Husein Bin Ali pada persoalan lingkungan khususnya sampah, tumbuh sejak dua tahun silam. Ia kerap memberikan penyuluhan pengolahan sampah untuk pupuk kompos di lingkungan rumahnya. "Saya punya program penyuluhan pembuatan kompos melalui komposter dan lubang biopori," ungkapnya. Pada pertengahan 2008, Husin bersama Dinas Kebersihan Pemkot Tangsel bekerjasama mengolah sampah basah menjadi kompos di Pasar Ciputat. Namun karena mesin pencacah sampah yang dioperasikan saat itu, memiliki kemampuan terbatas serta mengganggu aktivitas lalu lintas, maka aktivitas pengolahan sampah sejak akhir Februari 2010, dialihkan ke TPA Cipeucang . Kepedulian Husein membantu atasi sampah di wilayahnya semata-mata karena ibadah. Tak ada niat berharap tanda jasa atau penghargaan dari pemerintah. "Saya tak perlu penghargaan lah, untuk apa sih? Hanya secarik kertas ditempel di tembok. Gak ada artinya. Yang penting pembuktian, kita bekerja untuk masyarakat," ujarnya merendah. Harapannya sederhana. Dimasa datang Pemkot Tangsel, serius menangani masalah sampah. Sehingga sampah yang bertumpuk dan membusuk seperti di Pasar Ciputat tak lagi dijumpai. *** Tulisan serupa dapat dibaca di sini: http://www.facebook.com/notes/m-taufik-budi-wijaya/husein-bin-ali-jadikan-sampah-sebagai-sahabat-dan-berkah/375282757027
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H