Mohon tunggu...
M.Taufik Budi Wijaya
M.Taufik Budi Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

"Satu langkah kecil seorang manusia, satu langkah besar bagi kemanusiaan"-Neil Armstrong. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perbincangan 15 Menit Bersama Badut Asep

27 Juli 2010   03:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:34 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_205792" align="alignleft" width="225" caption="Asep Sahroji-Foto-foto: koleksi M.Taufik Budi Wijaya"][/caption] Wajahnya dipoles cat bewarna putih, merah dan hitam.Tubuhnya dibalutpakaian dan celanabewarna merah menyala . Topi pet hitam bertengger dikepalanya. Dengantinggi tubuh lebih dari tiga meter, sudah tentu kehadirannya menyedot perhatian sebagian pengunjung “IndonesiaInternasional Motor Show 2010” di Kemayoran, Jakarta, Minggu (25/7). Tubuhnya tinggi karenakedua kakinya, ditopang kayu berukuran sekitardua meter. Alat ini menyerupai kaki, lengkap dengan alas kaki sepatu. Dengan engrang tersebut ia berjalan dan sesekali menyapa pengunjung pameran . Respon pengunjung beragam. Ada yangtersenyum, sebagian lainnya nampak acuh tak acuh.

Orang yang berperan sebagai badut dengan engrang tersebutAsep Sahrojinamanya. Disela-sela istirahat, saya menemui lajang 24 tahun itu.Rekannya sesama badut, Fanung tengah asik menikmati makan siangnya. Asep bersama Fanung berperan sebagai badut sambil mempromosikan salah satu majalah terbitan media nasional. “Sejak dua tahun lalu, saya menekuni profesi ini,”kata Asep membuka percakapan. Dia mengaku tak perlu pelatih khusus untukberjalan dengan engrang. Cukup latihan selama satu minggu. Pria lulusan salah satu Sekolah Teknik Menengah, STM di Jakarta ini mengaku, profesi sebagai penghibur sekaligus mempromosikan produk tertentu, dilakoni karenaajakan temannya. “Awalnya saya tampil sebagai badut yang mempromosikan salah satu produk teleponselular di sekitar perempatan Jalan Pancoran, Jakarta,” kenangnya.

Malu gak sihmenekuni pekerjaan ini ? “Gak . Ya dibawa happy saja. Meskidilihatbanyak orang, kan wajah kita ditutupi masker bercat,” ucapnya seraya tersenyum. Tak selamanyasaat menekunipekerjaannya, hati Asep selalu senang.“Kami tampil seperti ini kan supaya dapat menarik dan menghibur pengunjung.Tapi rasanya ada yang kurang, kalau pengunjungtak terhibur.” Belum lagi celetukan iseng dari penonton yang merendahkan profesinya. “Yah, terima saja,” ujarnya sambil mengelus dada.

Asep bekerja sebagai karyawan lepas salah satu perusahaan penyediajasa hiburan di Jakarta. Selain menyediakan jasa badut, perusahaannya jugasiapmendekorasi ruangan untuk berbagai acara. Tak saban hari ia bekerja. Tergantungpesanan. Anak mudayang pernah bekerja sebagai pelayan kafe dan office boyini,mengaku penghasilan yang diperolehnya tak menentu. “Yah tergantung budget-nya. Misalnya, kalau budgetnya terbatas, katakanlah Rp 500 ribu, maka saya akan memperoleh Rp 100 ribu.Tapi itu belum termasuk uang makan dan transportasi,” jelasnya.

Aseptak ingin selamanyamenekuni profesi badut . “Cita-cita saya suatu saatingin menjadi pengusaha pakaian. Membuka distributor outlet (distro),” ucapnya optimis.Memang saat ini harapannya belum terealisasi, karenaterbentur kendala modal dan lokasi berjualan. (Fik)

Catatan:Reportaseini dibuat sehari setelah acara pelatihan “Jurnalis Warga (Citizen Journalist) Kompasiana-iB Syariah “ di Gedung Niaga, Kemayoran Jakarta 25 Juli 2010. Rencananya hasil reportaseinidirilis petang hari,sesuai waktu yang ditetapkan panitia. Karena laptop penulis kesulitan(tak kompatibel) dalam mengakses jaringan internet (Wifi) di lokasi pelatihan, terpaksa baru dirilis sekarang. Meski pelatihannya singkat, tapi terima kasih kepada seluruh nara sumber khususnya Kang Pepih Nugraha danBang Iskandar Zulkarnaen yang tak pelit berbagi ilmu. Saya pikir dari pelatihan kemarin hanya 1 persen teori jurnalisme warga yang dibagi ke peserta. Sisanya 99 persenmesti dipraktekan.Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun