Mohon tunggu...
M.Taufik Budi Wijaya
M.Taufik Budi Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

"Satu langkah kecil seorang manusia, satu langkah besar bagi kemanusiaan"-Neil Armstrong. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Money

Penghijauan dan Impian Desa Wisata

1 April 2010   09:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:03 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

[caption id="attachment_108085" align="alignnone" width="500" caption="Sepotong pagi di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Foto-foto: M.Taufik Budi Wijaya)"][/caption]

Minggu (28/3) pagi di salah satu sudutkawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS), Bogor, Jawa Barat. Matahari bersinar cerah. Puluhan orang duduk santai tanpa alas di tanah atau sekadar berbincang ringan. Di sekitar mereka, tergeletak cangkul dan beberapa bibit pohon. Peluhterlihat bercucuran dikening dan tubuh para lelaki tua dan muda itu. Sebagian warga Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor tersebut tengah beristirahat.Mereka baru saja kelar menanam pohon. “Kali ini ada sekitar 300 bibit pohon yang ditanam yakni jenis meranti dan mahoni,” ujar Muhidin, tokoh masyarakat setempat. Sebagian pohon ditanam di bantaran sungai, sekitar curug atau air terjun Pangeran.

[caption id="attachment_108091" align="alignleft" width="225" caption="Warga Desa Gunung Sari menanam bibit pohon,di sekitar kawasan TNGHS Bogor, Minggu (28/3). "][/caption]

Impian Desa Wisata

Adalah Saptaji, pemuda setempat yang mengajak wargadan pemilik vila yang berasal dari luar kawasan itu, menggiatkan program penghijauan. “Penanaman pohon dilakukan secara spontanitas. Terkadang sebagian pemilik vila ikut serta menanam bersama warga,” jelas lelaki 37 tahun ini. Salah seorang pemilik vila yang ikut hadir, Syamsu membenarkan. “Selain tanggung jawab moral menjaga lingkungan, kebetulan di rumah saya suka menyemai bibit pohon,” kata warga yang tinggal di Serpong, Tangerang Selatan ini.

Bagi Saptajiprogram penghijauan di Desa Gunung Sari tidak sekadarmencegah erosi dan banjir.Bapak tiga anak ini,bermimpi di masa datang pohon yang mereka tanam kelak, akan mendukung terwujudnya desa wisata alam. “Harapannya pada2012 jalan di pinggir desa menuju Gunung Salak sudah ditumbuhi pohon dan bunga ,” imbuhnya.

[caption id="attachment_108093" align="alignright" width="225" caption="Saptaji, salah satu penggerak penghijauan kawasan TNGHS "][/caption]

Saptaji mengaku sudah tak ingat lagi, berapa persis jumlah bibit pohon yang mereka tanam. “Mungkin sudah ribuan pohon jumlahnya,” kata Ketua Relawan TNGHS ini.

Vila Illegal di Kawasan TNGHS

Belakangan, kawasan areal hutan di Desa Gunung Sari seluas 256 hektar tengah disorot Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Bogor. Pasalnya di areal resapan air tersebut, berdiri lebih dari 140 vila dan bangunan tanpa izin (IMB). Rencananya pertengahan April mendatang, vila dan bangunan yang sebagian dimiliki pejabat sampai artis ibukota itu akan dibongkar paksa.

[caption id="attachment_108097" align="alignleft" width="300" caption="Salah satu vila di kawasan TNGHS, Desa Gunung Sari yang akan dibongkar April ini"][/caption]

Saptajiberharap jika pembongkaran vila harus dilakukan, pemerintah mesti memperhatikan nasib masyarakat yang sebagian menggantungkan hidup darikeberadaan vila dan tamu yang menginap.Penyelesaian kasus ini diharapkan tidak mengabaikannasib warga. “Masyarakat akan kehilangan pekerjaan dan dikhawatirkan jika tak ada pekerjaan, wargaakankembali membalak hutanuntuk memenuhi kebutuhan mereka,”ujarnya mengingatkan. “Kalau memang ada satu zona yang mesti diselamatkan atau dihijaukan kembali,mengapa tidak. Asal itu berpihak ke masyarakat banyak. Saya siap menjembatani dari pihak pemerintah dan pengelola vila. Semua pihak akan terima,ketika konsep itu menguntungkan semuanya,” imbuhnya.

Dipupuk Sejak Dini

Kepedulian Saptaji pada alam dan lingkungan, bermula sejak mendirikan organisasi Relawan Taruna Kemanusiaan (Rentek) pada 7 Januari 1997. Awalnya organisasi tersebut bergerak dibidang penyelamatan dan pendataan para pendaki gunung.Selanjutnya Rentek bergerak kepada wisata luar ruang (outbound). Bukan itu saja, kegiatan lainnya adalah menggelar pendidikan usia dini serta perlindungan hutanyang bisa diikuti warga. “Kepedulian pada kelestarian hutan,mulai kami galakkansejak usia anak-anak,” kata Ketua Rentek tersebut.

[caption id="attachment_108104" align="aligncenter" width="300" caption="Penulis dan warga Desa Gunung Sari usai penanaman pohon di Curug Pangeran"][/caption]

Lewat Rentek, Saptaji bersama rekannya membentuk kader-kader konservasi. Harapannya di masa datangakan terbentuk tatanan masyarakat yang peduli pada kelestarian hutan.“Masih adazonawilayah hutan di TNGHSyang kurang rapi, yang perlu ditata kembali,” paparnya.

[caption id="attachment_108132" align="aligncenter" width="300" caption="Sebagian pohon pinus yang masih berdiri kokoh disalah satu sudut TNGHS"][/caption] Penghijauan yang dilakukan warga Desa Gunung Sari adalah salah satu cara untuk menjaga kelestarian di kawasan lindung tersebut. “Setelah ditanam, kami ingin menjaga dan merawat. Jangan hanya pandai menebang. Kami sudah sadar untuk tidak menebang pohon secara berlebihan. Kami ingin menjaga ekosistem di sini agar tak rusak.Karena hutan adalah penyambung kehidupan. Tanpa hutan manusia akan merana, gersang seperti hutan yang gundul dan gersang,” pungkas seorang warga,Dudung Suhendar (Fik) Tulisan senada dimuat pula di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun