Mohon tunggu...
M.Taufik Budi Wijaya
M.Taufik Budi Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

"Satu langkah kecil seorang manusia, satu langkah besar bagi kemanusiaan"-Neil Armstrong. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cak Munir Dimata Keluarga Korban Pelanggaran HAM

7 September 2010   14:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:22 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_252630" align="aligncenter" width="500" caption="(Foto:M.Taufik Budi Wijaya)"][/caption]

Hari ini, tepat diperingati 6 tahun kasus pembunuhan pejuang hak azasi manusia, Munir Said Thalib.Munir tewas diracun arsenik, 7 September 2004. Ia meregang nyawa di udara, dipesawat Garuda no penerbangan 974 tujuan Jakarta-Amsterdam, Belanda. Cak Munir pergi ke negeri kincir angin  untuk melanjutkan studi masternya. Hingga kini, aktor intelektual pembunuh Munir masih gelap. Semasa hidupnya pendiri dan Koordinator KontraStersebut dekat dengan keluarga korban pelanggaran HAM.

Tujuh September, enam tahun lalu. Ruminah masih ingat betul ketika pertama kali mendapat kabar, Munir meninggal. Perempuan paruh baya itu adalah salah satu keluarga korban kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Ketika itu ia tengah rapat di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, KontraS, bersama keluarga korban pelanggaran HAM lainnya. Di situ ada mantan Koordinator KontraS, Usman Hamid. Telepon selular Usman berbunyi. Di seberang sana sesorang mengabarkan berita duka. Munir meninggal. “ Inalilahiwainalilahi Rojiun. Terus bengong saja saya. Saya sedih dan menangis,” kenang Ruminah yang penulis temui setahun silam di rumahnya di Klender, Jakarta Timur.

Ruminah kenal Munir sejak 1998. Romo Sandyawan dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan yang memperkenalkannya. “Kesannya dia berani, bertanggungjawab, cerdas makanya saya percaya sama dia, mengambil keputusannya tepat. Dari omongannya juga gak plintat plintutjadi saya senang dengan pengacara seperti itu, ” terangnya. Ruminah kehilangan anaknya Gunawan saatkerusuhan melanda Jakarta14 Mei 1998. Diduga Gunawan tewas terpanggang di salah satupusat perbelanjaan di Klender, Jakarta Timur.“Saya sering mengeluh (saat Munir masih hidup) dan bertemu di Kontras sering ngobrol. Gimana Pak Munir. Ini kasus Mei 1998 kayak gini. Anak saya kan hilang cari kemana-mana ke mall, Setiap bertemu dia, saya selalu menangis…” kenangnya. Setiap Ruminah menangis,Munir coba membesarkan hatinya. 

Hingga kini Ruminah tak pernah melihat jenazah anaknya. Hanyakaos dan ikat pinggangmilik Gunawan yang tersisa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSCM Jakarta. BersamaMunir dan KontraS, Ruminah berserta keluargakorban kerusuhan Mei lainnyaberjuang mencari keadilan. Mulai dari menyambangi Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Kejaksaan Agung sampai DPR.

Kasus Munir Barometer Penegakan HAM

Kenangan lain terhadap sosok Cak Munir disampaikan AriefPriyadi. Dia adalah ayah B. R Norma IrmawanatauWawan,mahasiswa Universitas Atmajaya, Jakartayang tewas saat kasus Tragedi Semanggi 1. “Sebetulnya saya kenal Cak Munir itu gak lama. Kan peristiwa Semanggi I itu November 1998 dan mengenal Munir sekitar Januari-Februari 1998. Saat itu kenalnya saatmengadakan konfrensi pers Semanggi I,” kenang Ariefkepada penulis, akhir Agustus 2009 silam.

Menurutlelaki berkacamata ini,Munir orangnya sangat sederhana, cerdas, dan tak sombong. “Munir itu pembelaannya kepada korban tidak setengah setengah. Dia turut dalam tim perumuspenyusunan naskah akademik Rancangan Undang Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, KKR. Nah Cak Muniringin memasukan unsur Keadilan di dalam RUU tsb Jadi KKKR.Tapi, karena tidak diterima usulannya, akhirnya Cak Munir mundur dari tim perumus itu. Itu disampaikan kepada saya,” papar Arief.

Sementara Bedjo Untung, korban pelanggaran HAM 1965, menilai Munir sebagai sosok anak muda yang sangat berani. “Saya melihat dia vocal dan lantang, dia berani mengkritisi institusi ABRI.Tidak dengan tokoh lain. Dia blak-blakan dan terang terangan mengkritisi. Inilah kelebihan Cak Munir,” tegas Bedjo yang penulis temui di kediamannya bilangan Tangerang, Banten.

Bedjo, Ruminah dan Arief berharap kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat menuntaskan kasus Munir. Apalagi sebelumnya, SBY pernah berjanji akan menuntaskan kasus ini. “Kasus Munir sebagai barometer pengungkapan HAM masa lalu dan masa datang. Kalau kasus ini masih sangat buram dan tak bisa dibongkarapalagi kasus 1965. Jadi saya akan katakan sangat prihatin,bahwa sampai hari ini pemerintahan yang mengusung reformasi ternyata, gagal mengungkap kasus kasus HAM,” ungkap Bedjo. (Fik)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun