Mohon tunggu...
Muhammad Prihatno
Muhammad Prihatno Mohon Tunggu... lainnya -

Kebenaran itu: Tidak punya orang tua Tidak punya tanah air Tidak punya bangsa Bahkan... Tidak punya agama Ia hanya punya TUHAN

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Merdeka 100%?

16 Maret 2019   10:51 Diperbarui: 16 Maret 2019   16:09 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Perlu disadari bahwa kondisi kemanusiaan hari ini hampir berada pada titik nadir yang mencemaskan. Sisi terdalam dari profil seorang manusia, yaitu eksistensi spiritual, pelan-pelan tergerus oleh gelombang pragmatisme, sehingga manusia hilang dari kediriannya, menjadi sosok makhluk yang "bionik" dan kehidupan sosialnya menjadi "sosionik", selain itu praksis kehidupannya diatur oleh yang namanya "administronik".

Kondisi kemanusiaan yang seperti ini, menjadikan manusia mencari kompensasi hidup, untuk mengisi ruang-ruang kosong spiritual, dengan kompensasi-kompensasi yang berbentuk kenikmatan sesaat. Kompensasi yang mereka lakukan berada pada dua titik ekstrim, yaitu kekerasan dan selebrasi.

Dengan demikian sangat wajar ketika kekerasan menjadi solusi dalam memecahkan persolan kehidupan. Kekerasan dilakukan bukan hanya oleh masyarakat tetapi juga oleh penyelenggara negara. Dan, beratnya beban yang harus ditanggung oleh manusia yang bionik ditengah keringnya kehidupan spiritual membuat manusia menerjunkan dirinya dalam kehidupan yang menawarkan kenikmatan virtual, sehingga berkembanglah dengan suburnya instrumen-instrumen selebrasi.

Pada hakekatnya, gambaran manusia yang seperti itu dapat disebut sebagai manusia yang TIDAK MERDEKA. Kemerdekaan manusia yang disyaratkan oleh kemampuan mengekspresikan potensi spiritual terhadap Tuhan secara bebas, beralih menjadi pemenuhan keinginan-keinginan. Keinginan yang selalu dikejar oleh manusia harus disadari bahwa semua itu muncul dari potensi nafsu hewaniah yang terdapat di diri manusia. Kondisi manusia yang seperti ini, selanjutnya menjadikan dominasi manusia yang HOMO HOMINI LUPUS.

Potensi Spiritual Kemanusiaan terhdap Tuhan berubah menjadi potensi Spiritual kemanusiaan terhadap kenikmatan.

Dengan demikian gerakan kemanusiaan selayaknya diarahkan kepada pembangunan manusia yang "spiritualis". Hal ini bukan berarti menafikan potensi "material" manusia, tetapi hal ini berkaitan dengan skala prioritas. Prioritas utama dari pembangunan kemanusiaan adalah Spiritual of God.

intersisinews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun