Mohon tunggu...
Muhamad Khaerulloh
Muhamad Khaerulloh Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa yang sedang berjuang menuntut ilmu... Berteman dengan orang-orang yang super di Kampus Biru... Senang mengembara dan membaca... Tarbiyah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cukup Allah dan Rasul-Nya Menjadi Bagian Kita..

7 Juli 2012   17:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:12 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kehidupan dunia dari "lembaga kebaikan" yang penuh onak dan duri, kehidupan yang memang pantas diterjang godaan setan dan cobaan Allah yang begitu hebatnya, hanya orang-orang yang mempunyai jiwa dan ruhiyah hebat pula yang dapat tetap tersenyum tegar memuliakan hatinya dan selalu menebalkan imannya –semoga kita termasuk golongan tersebut-. Cobaan terberat untuk para hamba antara lain ada tiga yang paling popular; harta, tahta, dan wanita. Apakah kita kuat dalam beramal jika harus berkorban harta atau tak mendapat harta? Apakah kita rela beramal jika tidak mendapat posisi yang baik ataupun diabaikan dalam kedudukan? Atau apakah kita ikhlas dalam beramal jika mendapat bujuk rayu seorang wanita cantik atau berubah niat dalam beramal?

Mari kita tengok sepenggal kisah mengharukan dari zaman ketika seorang yang mulia masih berjuang dengan umat pertama yang luar biasa. Semoga kisah dibawah ini dapat menggetarkan hati kita, meskipun kita jauh dari zaman yang menjadi telah menjadi kerinduaan. Meskipun hati ini sangat jauh mulianya dari mereka semua. Namun, tak ada salah jika kita berjuang menyempurnakan iman dengan mecontoh mereka semua.

Simak kisah berikut ini..

#Hening

Golongan Ansar penduduk Madinah pernah marah kepada kaum Muhajirin, karena pertama kali mereka datang sebagai tamu bersama Rasulullah, kaum Ansar jugalah yang memberi tempat perlindungan dan membela mereka. Setelah sekarang mereka dalam keadaan aman mereka mau menguasai sendiri keadaan. Demikian perasaan mereka pada masa Nabi, dan sudah wajar apabila setelah Nabi wafat hal ini akan jelas naik ke permukaan. Bahkan pada masa Nabi pun pernah terasa juga, yakni setelah Mekah dibebaskan dan sesudah perang Hunain dan Ta'if. Tindakan Muhammad memberikan rampasan perang yang cukup banyak kepada golongan "mualaf' penduduk Mekah telah menjadi bahan pembicaraan kalangan Ansar: "Rasulullah telah bertemu dengan masyarakatnya sendiri," kata mereka.

Setelah hal ini disampaikan kepada Nabi, dimintanya Sa'd bin Ubadah — pemimpin Khazraj — mengumpulkan mereka. Sesudah mereka berkumpul kata Nabi kepada mereka:

"Saudara-saudara kaum Ansar. Ada desas-desus disampaikan kepadaku, yang merupakan perasaan yang ada dalam hati kamu terhadap diriku, bukan? Bukankah kamu dalam kesesatan ketika aku datang lalu Allah membimbing kamu? Kamu dalam kesengsaraan lalu Allah memberikan kecukupan kepada kamu, kamu dalam permusuhan, Allah mempersatukan

kamu?"

Mendengar itu Ansar hanya menekur, dan jawaban mereka hanyalah:

"Ya benar. Allah dan Rasulullah juga yang lebih bermurah hati." Nabi bertanya lagi: "Saudara-saudara Ansar, kamu tidak menjawab kata-kataku!"

Mereka masih menekur, dan tak lebih hanya mengatakan: "Dengan apa harus kami jawab, ya Rasulullah? Segala kemurahan hati dan kebaikan ada pada Allah dan Rasul-Nya juga."

Mendengar jawaban itu Rasulullah berkata lagi:

"Ya, sungguh, demi Allah. Kalau kamu mau, tentu kamu masih dapat mengatakan — kamu benar dan pasti dibenarkan — "Engkau datang kepada kami didustakan orang, kamilah yang mempercayaimu; engkau ditinggalkan orang, kamilah yang menolongmu; engkau diusir, kamilah yang memberimu tempat; engkau dalam sengsara, kami yang menghiburmu." Kata-kata itu diucapkan oleh Nabi dengan jelas sekali dan penuh keharuan. Kemudian katanya lagi.

"Kamu marah, Saudara-saudara Ansar, hanya karena sekelumit harta dunia yang hendak kuberikan kepada orang-orang yang perlu diambil hatinya agar mereka sudi masuk Islam, sedang keislamanmu sudah dapat dipercaya. Tidakkah kamu rela Saudara-saudara Ansar, apabila orang-orang itu pergi membawa kambing, membawa unta, sedang kamu pulang membawa Rasulullah ke tempat kamu? Demi Dia Yang memegang hidup Muhammad! Kalau tidak karena hijrah, tentu aku termasuk orang Ansar. Jika orang menempuh suatu jalan di celah gunung, dan Ansar menempuh jalan yang lain, niscaya aku akan menempuh jalan Ansar. Allahumma ya Allah, rahmatilah orang-orang Ansar, anak-anak Ansar dan cucu-cucu Ansar."

Begitu terharu orang-orang Ansar mendengar kata-kata Nabi yang keluar dari lubuk hati yang ikhlas diucapkan dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang, terutama kepada mereka yang dulu pernah memberikan ikrar, pernah memberikan pertolongan dengan satu sama saling memberikan kekuatan — sehingga orang-orang Ansar itu menangis seraya berkata:

"Kami rela dengan Rasulullah sebagai bagian kami."

#Hening…

Begitulah kisahnya, semoga Allah merahmati kita semua, seperti Allah merahmati orang-orang Anshar.

Ada beberapa poin amalan yang bisa kita ambil dan sudah seharusnya kita miliki dari kisah di atas. Kita adalah orang yang sudah tertarbiyah, ya tarbiyah. Sudah sejatinya memiliki kapasitas kebaikan lebih hingga mampu mendominasi sifat-sifat setan dalam diri.

Apakah kita masih pantas merasa iri dengan harta hingga merusak keikhlasan kita dalam beramal?

“Cukuplah Allah dan Rasul-Nya bersama kita kelak.”

Apakah kita masih rela amalan yang sudah kita bangun itu tercabik-cabik oleh tahta yang menggiurkan kita?

“Cukuplah Allah dan Rasul-Nya bersama kita kelak.”

Apakah kita masih rela niatan yang suci dalam beramal itu ternodai dengan wanita (bagi ikhwan)?

“Cukuplah Allah dan Rasul-Nya bersama kita kelak.”

Poin berikutnya..

Sudah sepantasnya dan tugas para pemimpin yang selalu memerhatikan kondisi bawahannya dan pemimpin yang dapat menyentuh hati para pengikutnya untuk bisa menjaga amalan-amalan dalam kebaikan ini. Tak mungkin pengikut setia bisa kuat dan berkata “Cukuplah Allah dan Rasul-Nya bersama kita kelak”, jika tak ada sentuhan ruhani dari para pemimpin yang meluruskan dakwah ini menuju ridhonya.

Semoga ridho Allah selalu bersama dengan kita, dakwah kita, dan amalan-amalan kita. Semoga kelak kita berkumpul dengan senyuman yang penuh cahaya di Jannah-Nya. Aamiin

Tak ada cinta tanpa adanya rasa saling memiliki...

Tak akan ada pula segenggam kekuatan tanpa adanya cinta dalam amalan...

Kita semua adalah generasi yang dirancang sebagai arsitek...

Arsitek yang handal merancang bangunan dakwah di negeri tercinta..

(@M_K_Heru)


Wallohu ‘alamu bisshowab

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun