Pernah menyaksikan Nujum Pak Belalang? Film perdana tayang 26 Desember 1959 itu, tak membutuhkan waktu lama untuk mengantarkan dirinya sebagai film terbaik. Karya besutan sutradara P. Ramlee tersebut dinobatkan sebagai Film Komedi Terbaik Festival Fillm Asia Pasifik ketujuh tahun 1960 di Tokyo, Jepang.
Film hitam putih itu mengisahkan keberuntungan duda papa kedana hingga menjadi ahli nujum negara. Puncaknya, ketika adegan Pak Belalang harus menjawab beberapa pertanyaan dari pihak nujum kerajaan Masai. Sultan menjadikan negerinya, Beringin Rendang sebagai taruhan. Kerajaan akan berpindahtangan andaikata Pak Belalang tak mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Pak Belalang dan anaknya menjadi pahlawan diakhir cerita.
Rasanya kisah berbahasa Melayu itu memang ditakdirkan jadi legenda. Tak berlebihan rasanya bila penulis berasumsi bahwa generasi puak Melayu pernah menikmatinya, minimal mendengar judul film ini. Film yang diperankan oleh pelakon ternama P. Ramlee, Bat Latiff, Ahmad Nisfu, Aziz Satar dan S. Shamsuddin cs itu, masih kerap tayang hingga sekarang.
Benarkah ilmu nujum pernah eksis dalam peradaban bangsa Melayu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditemukan nujum berarti perbintangan untuk meramalkan (mengetahui) nasib orang dan sebagainya. Makna lainnya, orang yang mengetahui segala alam. Nujum juga bisa diartikan sebagai bintang – bintang. Apabila diberi awalan, menujum diartikan sebagai meramal.
Sepintas, kata ini semacam skill wajib yang kodratnya melekat pada dukun, paranormal, bomoh, ahli metafisika atau sebangsa sebutan itu. Seseorang yang terus mengasah mata batinnya dengan misterius, rahasia dan prihatin yang disertai pantang larang. Tidak seperti kita, penikmat dan pemakan segala.
Pengetahuan ini pelik. Bukan berarti penulis seorang pakar yang tahan uji ilmunya asbab tulisan ini. Nujum dan dinamikanya perlu dipandang sebagai sebuah warisan keilmuan yang pernah subur dimasa lampau, diwarnai oleh manuskrip tua dari Timur Tengah, lalu memberi corak pada kebudayaan Melayu.
Kitab Melayu terkait ramalan dan nujum seperti Tajul Muluk dan Ilmu Bintang Duabelas yang banyak menyebar adalah gambaran pola pikir Melayu tentang hubungan manusia dengan geliat alam; ombak, angin atau bintang. Juga perihal pengobatan, pembahasan hubungan rumah tangga, doa – doa tertentu hingga tafsir mimpi.
Mimpi dianggap sebagai sebuah sinyal penting. Tak heran penulis Melayu juga membuat tafsir mimpi. Dari penelusuran online, sekurangnya ada empat manuskrip (transkrip tulis tangan) tafsir mimpi klasik. Pertama, kitab yang berjudul Tafsir Mimpi yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden Belanda (kode Or. 6672). Kitab ini terdiri dari empat puluh bab. Or 6672 diterjemahkan kedalam bahasa Melayu dari kitab Dar al-Manzum fi’l Syara’ al-Azam menjadi kitab Bintang Duabelas.
Kedua, kode Or. 1695 yang berjudul Tafsir Mimpi (juga). Yang ketiga, tafsir mimpi dalam HS 604 yang tersimpan di Perpustakaan KITLV. Teks ini dijadikan kajian ilmiah oleh Surianiah binti Pakih (Malaysia) ditahun 1993 dengan judul Manuskrip Tafsir Mimpi: Analisis dan Tranliterasi Teks. Dasar kajiannya dari salinan Microfiche 67 yang tersimpan di Perpustakaan Universiti Malaya, Malaysia. Isinya terbagi tiga bagian; tafsir mimpi, tafsir gerhana matahari dan bulan serta tafsir lindu. Keempat, teks tafsir mimpi oleh Abu Bakar Deris, Kedah (Malaysia). Kemudian dicetak oleh Sulaiman Mari’e, Pulau Pinang dan terbagi menjadi tafsir mimpi dan gerak badan.
Manuskrip disinyalir bermula sejak abad 15 hingga abad 19 dan merupakan pendokumentasian peninggalan jejak Melayu pada masa lalu. Manuskrip nujum muncul dilingkungan masyarakat tradisional, dimana kehidupannya selalu dipengaruhi oleh sistem kepercayaan yang meyakini tuhan telah menggariskan nasib manusia sebelum kejadian itu benar – benar dialaminya. Faktor inilah yang mendorong wujudnya ilmu nujum.
Ramalan dapat diketahui dari banyak pertanda. Melalui media bintang, bentuk fisik maupun tanggal lahir. Secara umum, nujum Melayu selalu dikaitkan dengan ramalan nasib manusia yang dipengaruhi alam sekitar, cenderung bersifat astrologi.