Coba datang kelokasi atau bangunan sejarah yang anda ketahui memiliki nilai historis. Dari penjelasan atau pengetahuan yang anda pahami, yakini  titik – titik tersebut masuk dalam lingkaran peradaban zaman itu. Tenangkan fikiran, tarik nafas perlahan dan resapi energi ruang atau keadaan, lalu khayalkan anda melihat era itu dan rasakan kehadirannya. Lakukan berulang dan nikmati reaksi dalam diri anda. Dampaknya akan berbeda masing - masing orang.
Teori ini tidak penulis ambil dari siapapun. Mencoba menawarkan pengalaman untuk jawaban alternatif dari perdebatan panjang mengenai putera daerah, khususnya generasi Kepulauan Riau. Akal kita terkuras habis kala mengupas apa itu Melayu hingga siapakah warga Melayu sejati. Kemudian muncul nama – nama negara atau kota dibelakang pemersatu yang bernama Melayu tersebut. Bahkan ada yang menegaskan Melayu itu merupakan ras, bukan puak semata.
Kaitan dua hal diatas adalah; bila saudara merasa Melayu, saat anda meresapi energi dari lokasi bersejarah Melayu yang anda pahami itu, reaksi tubuh anda akan mengkhidmatinya dengan sadar bahwa darah yang mengalir dalam tubuh saudara adalah darah Melayu. Dimana kisah lampau dari kakek – nenek atau bacaan sejarah saudara, menautkan saudara pada suatu kesadaran tertentu, memunculkan semangat dan kebanggaan tanpa perlu stimulus lain lagi. Saat hal semacam itu terasa, itulah jati diri. Suatu kaum akan memiliki getaran dan spirit khas hanya pada peninggalan puak yang diyakininya tersebut. Masuk akal?
Itu hanya kesimpulan dan cara penulis menemukan inti. Bisa jadi cara saudara berbeda. Hemat penulis, warga suku takkan pernah merasakan energi yang sama pada getaran yang menyatukan nadinya pada peninggalan para leluhurnya. Jadi, jangan perpanjang debat. Rasakan saja hal tadi secara rahasia. Tepuk dada tanya selera, siapa anda?
Pulau Penyengat juga merupakan tanah leluhur bagi orang Melayu. Penulis tak ingin menambah embel – embel dibelakang kata Melayu untuk membaca Penyengat. Pulau ini merupakan salah satu simbol pemersatu Melayu. Terlalu panjang apabila dikisahkan tentang pulau yang pada tahun 1805 itu dijadikan hadiah dari Sultan Mahmud kepada istrinya, Engku Putri Raja Hamidah.
Sehingga menurut sejarah, kala itulah pulau ini mulai diperhatikan secara ekstra. Perkembangan Penyengat makin pesat saat Yang Dipertuan Muda Jaafar (1806-1832) memindahkan kedudukannya dari Ulu Riau (Pulau Bintan) ke Pulau Penyengat, sedangkan Sultan Mahmud pindah ke Daik, Lingga. Bisa saja ada versi sedikit berbeda dari catatan ini. Lengkap dan sahihnya, dapat saudara baca dari catatan sejarah atau mencari referensi website terpercaya.
Tahun 2016, Pulau Penyengat dijadikan lokasi sebuah perhelatan akbar. Banyak pihak terlibat, khususnya Pemerintah Kota Tanjungpinang, tempat dimana Pulau Penyengat bernaung. Dari duapuluh hingga duapuluh empat Febuari, Penyengat lebih riuh. Setidaknya ada 22 iven besar dalam 4 hari tersebut. Dari yang santai; lomba jong, kuliner khas Melayu, gasing, ngambat Itik sampai perkara serius seperti seminar Gurindam Duabelas, klinik sastra, cerdas cermat pantun serta penyajian sejarah.
Momen yang diberi nama Festival Pulau Penyengat 2016 tersebut adalah pengejawantahan dari sebuah stereotipe; Puak pulau yang warganya bermukim disepanjang bibir pantai yang jikalau ditanya hendak kemana, selalu didahului dengan jawab ‘tak ade’. Suku yang dulunya terbiasa sehari melaut lalu dua hari kedepan santai didarat. Nah, Pulau Penyengat dapat merepresentasikan geografis dan budaya Melayu di Kepulauan Riau secara umum.
Festival ini adalah simbol. Simbol bahwa pernah ada sebuah kejayaan besar dari tanah leluhur kita, Kepulauan Riau dan kini diperhitungkan (lagi) oleh negara. Terakhir, sejak dikeluarkannya SK Presiden Nomor 089/TK/2004 Tahun 2004 tentang penganugerahan gelar pahlawan kepada pria kelahiran Penyengat (1808) keturunan Bugis, Raja Ali Haji (Mengenal Pahlawan Indonesia); untuk skala nasional, tak ada gaung acara sehebat festival ini. Kali ini, pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata turut berjibaku menyukseskan pagelaran nasional tersebut.Â
Festival ini terlaksana juga karena keberuntungan wilayah kita, yang berseberang langsung dengan beberapa negeri jiran. Pusat memahami itu adalah kekuatan. Minimal mendongkrak target kunjungan wisatawan manca negara. Alhamdulillah. Tapi tak hanya itu sebenarnya. Kita bisa lebih, bila kreatif.
Jangan kita minder atas peran Penyengat dan puak Melayu untuk Indonesia. Sebab jasa Raja Ali Haji lah Bahasa Indonesia yang kita gunakan hari ini memiliki struktur atau pola padu padan begini. Dari leluhur Kepulauan Riau inilah, berdiri tonggak sastra Melayu yang kemudian dinobatkan menjadi pelopor atau cikal bakal bahasa (nasional) Indonesia sebagaimana yang kita pahami sekarang. Jasa ini yang mengantarkan beliau memperoleh gelar pahlawan nasional.