Diluar aktivitas dunia cetak, SAF adalah ulama, penulis dan juga politisi. Sebab inilah SAF berturut – turut mempertemukan muridnya dari dunia Melayu dengan Sultan Turki, untuk meminta pendapat dan bantuan Sultan agar melepaskan dunia Melayu dari penjajahan.
Beberapa muridnya dari semenanjung Melayu yang dibawanya menghadap adalah: Raja Haji Ali Kelana, Raja Haji Utsman atau lebih dikenal dengan Raja Khalid Hitam bin Raja Hasan Riau, Dato’ Nik Mahmud (Perdana Menteri Paduka Raja Kelantan) dan Dato’ Laksamana Kelantan serta Haji Sulung al Fathani (Bapak Revolusi Islam Patani saat perang dunia II). Pertemuan itu terkait langkah politik dunia Melayu melawan penjajahan asing.
Pada Tahun 1307 H/ 1889 M SAF dilantik sebagai penasehat Syarif (Raja Mekah). Ditahun yang sama pula SAF dihadiahi kewarganegaraan Turki oleh Sultan, untuk memudahkan geraknya dalam urusan ‘kitab’ dan politik, tepatnya 28 Rajab 1307 H/ 1889 M.
Jejaring Al Ahmadiah
Dalam buku cetakan Khazanah Fathaniyah Kuala Lumpur yang merupakan Pusat Penyelidikan dan Penyebaran Khazanah Islam Klasik dan Moden Dunia Melayu itu, disebutkan Tok Dil bahwa untuk memajukan percetakan dunia Melayu, SAF melantik beberapa murid untuk membantu tugasnya.
Diantaranya, Syeikh Daud bin Ismail al Fatani sepupu SAF yang awalnya bertugas membantu SAF di Mekah, ditugaskan di Percetakan al Miriyah al Kalantaniyah di Kota Bharu Kelantan. Kemudian, Raja Ali Kelana dipercaya mengelola percetakan al Miriyah ar Riyauwiyah, yang berkembang menjadi percetakan al Miriyah al Ahmadiyah. Nama al Ahmadiyah diberikan oleh kaum intelektual Riau (Penyengat) untuk mengenang jasa SAF sebagai guru yang memperjuangkan kitab – kitab Melayu di Timur Tengah serta peran Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi.
Masa itu Kepulauan Riau dikenal dengan nama Riau Lingga. Percetakan Riauwiyah/ Ahmadiyah di Pulau Penyengat yang melibatkan Raja Haji Ali Kelana diperkirakan berdiri pada tahun 1894 M (U.U Hamidy) dan tahun 1893 M (Abu Hassan Sham). Perkiraan Tok Dil sang penulis buku tentang SAF, berdirinya Ahmadiyah (Penyengat) pada tahun 1882 M, karena literatur pendukung lainnya dan SAF sudah mempelajari sastra arab secara mendalam mulai tahun 1288 H/ 1871 M, diusia 16 tahun.
Semasa hidup Tok Dil, adik kandung dari almarhum Kakek saya ini, beberapa kali bertandang kerumah keluarga kami di Tanjungpinang. Saat jeda perjalananya pulang – pergi dari Kuala Lumpur ke Provinsi Kepulauan Riau (Natuna dan Anambas), Riau dan Singapura, kala memfokuskan dirinya meneliti sejarah Percetakan Ahmadi dan menelisik bukti pendukungnya.
Dalam bukunya tahun 2005 (cetakan pertama) itu, Tok Dil menjelaskan bahwa Percetakan al-Ahmadiah Singapura tidak sama dengan percetakan al Ahmadiah Riau (Penyengat). Ahmadiah Singapura merupakan cabang dari Syarkah Al Ahmadi & Co dari Pulau Midai, Natuna. Ide mendirikan percetakan di Singapura, berawal dari Raja Haji Ahmad bin Raja Haji Umar atau dikenal dengan Tengku Endut. Keinginan tersebut mucul karena  pertemuannya dengan Syeikh Muhammad bin Ismail al Fathani yang menceritakan cita – cita SAF terkait dunia percetakan di tanah Melayu.
Syarikat tersebut lahir saat Raja Haji Ahmad menghadap Sultan Abdur Rahman Mu’azzam Syah (Sultan Riau Lingga terakhir) di Pulau Penyengat. Pada 10 Syaban 1324 H/ 17 September 1906 M berdirilah perusahaan yang awalnya fokus pada perniagaan semata. Kemudian hari, pada masa kemerdekaan, Al Ahmadi Midai dikunjungi oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dan tersirat dalam sejarah sebagai koperasi pertama di Indonesia.
Cabang dari perusahaan Ahmadi Midai, mulai dijalankan di Singapura oleh Raja Ali bin Raja Muhammad pada 1 Saban 1333 H/ 14 Juni 1915 M. Raja Ali juga dikenal dengan nama Tengku Selat. Ia berjasa mengalahkan lanun disekitar Laut Kepulauan Letung dan Tarempa atas perintah Sultan Abdur Rahman Mu’azzam Syah. Khusus Percetakan Al Ahmadiah Press Singapura, didirikan setelah Raja Haji Ahmad pulang dari Mekah, diperkirakan mulai 22 Rabiul Akhir 1339 H/ 3 Desember 1920 M beroperasi.