[caption id="attachment_365469" align="aligncenter" width="480" caption="sumber gambar: matoa.org"][/caption]
Kalau sedang berkendara di jalanan, kita itu tak cuma bakal berteman dengan polusi udara saja, ada juga polusi mata. Lah kok polusi mata? Edarkan saja pandangan mata di kanan kiri jalan maka akan nampak berbagai gambar visual yang bertebaran. Dengan berbagai gambar serta tulisan yang pasti isinya untuk menarik perhatian. Itulah namanya iklan di luar ruang. Jalanan menjadi etalase menarik untuk memajang berbagai iklan produk maupun jasa sampai obral janji kampanye. Tapi enakkah di pandang mata iklan-iklan yang bejibun itu?
Dengan bermacam bentuk media ruang iklan ada baliho, spanduk, umbul-umbul, atau billboard. Titik-titik strategis menjadi rebutan untuk memasang, berlomba mencari posisi yang terbaik. Pokoknya di sepanjang jalan bakalan kita temui yang namanya iklan dari mulai yang penting sampai nggak penting. Namun karena saking banyak iklan hasilnya kadang malah terlihat semrawut tak beraturan. Penempatannya jamak kita temui asal-asalan, bisa saling tindih supaya lebih terlihat menonjol diantara yang lain. Kalau sudah begini malah tak sedap dipandang, bikin risih mata saja melihatnya.
Permasalahan seperti ini hampir melanda di seluruh kota di Indonesia. Iklan-iklan yang bertebaranserta sudah habis perizinan dan tak segera dibersihkan ini biasa di sebut dengan sampah visual karena ujung-ujungnya cuma mengotori ruang publik saja. Bukan cuma yang berizin, yang ilegal pun disebut sebagai sampah visual karena pasti tak taat aturan. Herannya kenapa pemerintah itu kalau masalah seperti ini sering selalu membiarkan saja. Tanpa ada penataan yang tertib sehingga bisa bikin enak di pandang mata.
Ketidaktegasandalam menegakkan peraturan
Perizinan selalu gampang diberikan asalkan ada pemasukan ke khas daerah. Ini bukannya menolak pendapatan dari perizinan iklan luar ruang, tapi mbok ya di batasi serta penataan itu benar-benar diperhatikan bukan main asal pasang sana sini. Padahal kalau ini dibiarkan sama saja dengan membawa bencana untuk rencana tata lingkungan kota yang baik. Tidakkah berfikir dengan lebih bijak kalau kita selalu dijejali dengan beragam sampah visual yang tak penting itu sama saja menambah stress di jalan bagi yang melihat. Ujung-ujungny kesehatan bisa terganggu padahal biaya sakit di negeri kita itu lumayan mahal.hehehehe
Bisa membahayakan juga
Selain bikin risih mata serta merusak tatanan kota, iklan luar ruang itu bisa saja membahayakan kalau tak sesuai peraturan dan kaidah yang berlaku. Pernah kan kalau lihat berita ada baliho liar yang tak kuat tiba-tiba tumbang di pinggir jalan raya. Hal ini bisa bikin macet jalan atau kalau yang parah bisa saja menimpa orang dan mengakibatkan korban jiwa.
Masa kampanye banjir sampah visual
Yang menjengkelkan lagi adalah ketika masa kampanye baik itu pilkada atau pemilu. Di situlah bakal terjadi panen sampah visual yang melimpah ruah. Gambar para calon bertebaran di sana-sini penuh obral janji. Kalau menurut saya iklan kampanye itu jauh dari kata keren dan nyeni karena paling-paling cuma gambar calon, nama partai, nomor urut, dengan ditambahi kata-kata surga jauh dari kenyataan. Benar-benar membosankan dan tak ada nilai estetikanya sama sekali. Tambah jengkelnya lagi itu masangnya iklan pun kadang juga serampangan di tempat-tempat yang bukan semestinya.
Memasang iklan ditempat yang bukan semestinya
Masalah memasang iklan asal tempat, pernah juga kan menjumpai iklan yang dipasang dengan cara memakunya di pohon. Pohon yang seharusnya bebas dari iklan pun nyatanya kalau untuk orang kita jadi tempat yang strategis. Biasanya nih iklan yang dipasang di pohon tak jauh dari kata sedot wc, sampai tempat hutang duit dengan cara menggadaikan surat berharga. Ada juga tiang listrik yang biasanya ditempeli poster iklan dengan tagline “Telat Haid” hubungi no bla bla bla. Dimana iklan seperti ini juga tak seharusnya dijumpai ditempat umum.
Jadi pertaruhan citra sebuah daerah
Maka masalah sampah visual ini harus benar-benar serius ditangani. Jangan sampai citra baik sebuah kota itu menjadi jelek cuma gara-gara tak bisa menangani iklan luar ruang yang terlihat semrawut alias sampah visual yang bikin risih mata saja. Jadi terkenal kok gara-gara iklan yang semrawut dimana-mana, kan tidak lucu. Salah satu modal utamanya untuk menegakkan peraturan itu berupa larangan dan sanksi yang jelas bagi yang melanggar. Kota tanpa sampah visual itu juga bisa menambah kenyamanan wisatawan yang datang berkunjung. Ujungnya tentu peningkatan kunjungan yang berimbas pada pendapatan daerah tentunya.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H