Muara kongres PDI Perjuangan telah nampak dalam arus yang mempertemukan berbagai kepentingan partai pemenang pemilu sebagai unjuk kekuatan politik yang mendukung sepenuhnya pemerintahan Jokowi-JK. Layaknya sebuah sietron tv Indonesia, dengan jalan cerita yang akan tersaji di dalam kongres ini sudah tertebak. Kongres ini hanya menjadi formalitas cap stempel sah atas terpilihnya kembali seorang srikandi politik bernama Megawati Soekarno Putri. Memimpin kembali PDI Perjuangan sebanyak 4 kali berturut-turut. Kongres yang adem ayem tidak terjadi kubu-kubuan seperti terjadi di dua partai lainnya PPP dan Golkar yang sampai adu kekuatan di depan pengadilan sampai adu fisik oleh para kadernya.
Kongres ini justru jadi panggung untuknya berbicara lantang alias curhat di depan publik atas berbagai tuduhan selama ini yang dialamatkan kepada dirinya. Merasa dirinya dikhianati secara politik oleh orang-orang yang dulu berkawan. Ditusuk dari belakang. Sakitnya tuh disini kalau kata Cita-Citata. Apalagi sampai disalip disaat-saat tikungan akhir ketika pengisian pos-pos jabatan aka bagi-bagi kue.
Bahkan sampai mengeluarkan kalimat sakti yang membuat berbagai kalangan jadi terkaget bahkan ada yang marah. “Kalau enggak suka disebut sebagi petugas partai, silahkan keluar”. Begitu kira-kira bunyinya. Kalimat yang bersayap dan tidak dijelaskan kepada siapa kalimat itu sebenarnya ditujukan. Mengakibatkan dirinya tertuduh bahwa kalimat itu ditujukan untuk Jokowi.Yang berarti dipersepsikan sedang menghina simbol negara.
Dengan segala kontroversi yang timbul akibat dari ucapan pidato curhatnya tersebut, setidaknya mampu membuat kongres ini tidak terkesan monoton dan mampu menghadirkan drama politik yang ada dagelannya sedikit. Sehingga penonton pun tak merasa bosan dibuatnya.
Diberikan kepercayaan lagi untuk memimpin partai dalam usianya yang sudah senja, Megawati sepertinya dalam masa kepemimpinan ini juga sedang meniti jalan untuk pewaris tahta di PDIP. Tercermin dalam kepengurusan DPP yang kini juga menyertakan nama anak laki-lakinya Prananda Prabowo untuk duduk sebagai Ketua Bidang Ekonomi Kreatif. Anehnya nama Puan pun dimasukkan kedalam pengurus DPP padahal Presiden Jokowi telah mengultimatum bahwa menteri tak boleh rangkap jabatan di partai. Sehingga Puan pun langsung menjadi non aktif dari Ketua Bidang Polkam yang akan diembannya di kepengurusan DPP.
Mengejutkan memang ketika seorang Megawati memunculkan nama Prananda Prabowo. Sebuah sinyalemen atas keputusan untuk menggembleng sang putra agar berada di depan layar setelah sebelumnya hanya terus berada di belakang layar. Dibandingkan dengan sang adik yang sering tampil di depan publik, sosok Prananda ini justru tidak terlalu suka untuk terekspos oleh media.
Dengan cara ini nampak kalau Megawati menginginkan trah Soekarno harus terus berada di jalur politik terutama untuk meneruskan regenarasi di tubuh partai moncong putih. Menggembleng kedua anaknya menjadi politisi yang tangguh dan tidak langsung hilang tak berbekas. Dapat dibaca kalau skenario pemunculan nama Prananda dalam kongres ke 4 ini telah dipersiapkan dengan matang dan cermat oleh Megawati sendiri.
Dalam kepengurusan DPP baru ini juga masih tetap didominasi muka-muka lama. Tapi tentu juga ada kejutan sendiri ala Megawati. Ketika tampuk Sekjen diserahkan kepada Hasto Kristiyanto dan bukan kepada Pramono Anung. Sosok yang dinilai lebih cakap dalam urusan lobi-lobi setelah Tjahyo Kumolo mengisi jabatan Mendagri. Kader potensial dan dikenal vokal di partai ini juga ada yang harus rela tidak mengisi jabatan dalam kepengurusan seperti Maruarar Sirait, Effendi Simbolon, Eva Kusuma Sundari dan Rieke Dyah Pitaloka. Dan seperti biasanya seorang Megawati akan merahasiakan alasan tentang keputusan pilihan pengangkatan tersebut.
Dalam kongres ini juga memperlihatkan bagaimana standar ganda yang dilakukan oleh PDIP dalam hal pemberantasan korupsi. Ketika bertepatan dengan pelaksanaan Kongres ini KPK unjuk diri bahwa mereka belum habis. Tak sungkan untuk menangkap kader PDIP bernama Adriansyah yang menjadi anggota fraksi di DPR. Kasus yang menjeratnya berkaitan dengan hal perizinan tambang.
Menyikapi hal kejadian ini, PDIP nampak cepat tegas dan lugas dengan langsung memecat yang bersangkutan dari keanggotaan partai. Ditambah tidak akan memberi bantuan hukum sama sekali. Malang nian nasib anggota partai yang satu ini, berbeda dengan yang lainnya ketika ada kasus korupsi mendera ada saja pembelaan dari kawan di partai semisal menggunakan kalimat basi “Kami menerapkan asas praduga tak bersalah”.
Yang jadi ironi dan tanda tanya adalah ketika ada anggota lainnya yang sudah menyandang gelar tersangka kasus korupsi malah tetap bisa duduk di dalam kepengurusan pusat. Dengan kejadian ini bakal menjadi preseden buruk tentang cita-cita pemberantasan korupsi yang dicita-citakan Jokowi sendiri sebagai kader PDIP yang sedang menjabat Presiden. Tindakan pemberantasan korupsi belum benar-benar dijalankan sepenuhnya oleh partai tempat Presiden bernaung.
Selain yang serius duarius ada juga kejadian standup comedy ala Megawati ketika pidato penutupan kongres. Membahas tentang berantemnya orang Batak dan Madura yang mampu mengundang gelak tawa yang hadir. Atau ngajak guyon dan menggoda para wartawan bahwa dirinya bukan seorang yang serius dan kaku.
Itulah sekelumit rangkuman dari peritiwa Kongres PDIP yang dilakukan di Sanur Bali. Kalau ada yang merasa kurang silahkan menambahkan sendiri. Wassalam
SALAM KOMPASIANA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H