Terima kasih kuucapkan kepada kampung halaman, yang telah membuatku hidup mapan dan punya pekerjaan. Karenamu hidup ini lebih berarti. Mengingat menyapu halamanmu kau mengajariku kedisiplinan dan cinta kebersihan, tidur di mushola mengajariku kebersamaan, mengaji ditempat Mbah Soleh, Pak Fathoni Muhson, D Fauzi membekaliku uletnya keimanan dan ketaqwaan serta ilmu pengetahuan.
Walau engkau tak seindah cahaya-cahaya kota, namun kau telah memberi kerinduan. Pernah waktu itu tidur di tengah lapang tanpa atap rumah dan hanya dinding-dinding triplek di pasang seadanya hanya untuk menutupi dari jangkauan jalan raya. Sebelum tidur, Aku melihat cahaya bulan dan bintang gemintang bertebaran di langit malam. Sungguh indah, bila tanggal 15, bulan purnama bercahaya sangat indah. Angin malam yang bersiul menerpa, hanya kututupi  dengan sarung pemberian bapak.
Keasyikan itu, memberiku banyak hal yang menarik yang patut disyukuri. Kebersamaan di kampung halaman memupuk persaudaraan antar keluarga dan tetangga. Waktu itu, musim kemarau. Ada perbaikan rumah nenek, yang malam itu disuruh menemani beliau. Aku bersama dua saudara sepupu dan satu teman anak tetangga. Kami tidur di kamar belakang atap rumah masih belum terpasang, kami menyaksikan keindahan malam penuh bertaburan bintang-bintang.
Saat sepertiga malam, mendengar kakek dan beberapa rumah saudara dibacakan alunan ayat-ayat suci Alquran membangunku untuk menuju ke kamar mandi dan menunaikan salat sunah tahajud. Terdengar juga bunyi walang sangit cukup mendayu-dayu mewarnai malam sunyi. Angin fajar menerpa wajah dan tangan suciku, menyapaku untuk selalu ingat kepada Sang Pencipta yakni Ilahi Robbi. Terima kasih banyak kampung halamanku, kau telah memberiku energi positif hingga sampai saat ini.
Tahun ini, tidak seperti tahun sebelumnya masih bersama ibu mendengar nasihat-nasihatnya. Ibu sudah pergi, namun kepergiannya mewakili karakterku yang suka memasak dan membuat ote-ote. Tidak hanya itu engkau mengajariku kepatuhan pada Tuhan dan orang tua. Mengajariku berbagi makanan kepada saudara dan tetangga. Kau kini telah pergi, membuat rindu di hati ini. Tuhan, tolong tempatkan Ibuku di tempat yang Kau kasihi dan Kau sayangi.
Bapak yang mengajariku untuk selalu mendampingi dan menemani ibu. Saat bapak pulang kerja hanya beberapa hari di rumah, beliau memintaku memijat dengan menginjak-injak punggungnya. Beliau juga sering memintaku membeli nasi pecel di warung dekat rumah di pagi hari dan malam hari membeli "Getuk" dari singkong yang di dalamnya ada gula merahnya. Saat bapak kerja di Surabaya, hanya kami berdua yang menemani ibu di rumah. Kemahiranku dalam memasak, terasah saat duduk di bangku sekolah menengah pertama sampai mau daftar kuliah.Â
Rumahku di kampung halaman sungguh terasa, walaupun hanya gubuk yang sederhana. Tetaplah menjadi yang terbaik untuk keluarga tercinta, jagalah bapakku yang sekarang bersama adik di rumah. Tenangkanlah hatinya, jikalau hatinya merasa merindu mendera. Temanilah kesepiannya dan hiburlah ia, dengan mengingat berjuang bersama membesarkan anak-anaknya.Â
Maafkanlah kampung halamanku, karena kesuksesanku hingga kini lebih meninggalkanmu daripada di tempat pekerjaan. Sering melupakanmu, dan sibuk dengan tugas dan harapan. Terima kasih banyak sudah memberikan cahaya-cahaya kehidupan, cahaya keimanan, dan cahaya kebersamaan. Dari cahaya-cahayamu, kini menjadi sebuah kumpulan cahaya  kesuksesan. Debu-debu yang berserakan di kampung halaman biarlah bebas terbang mengantarkan anak kampung menjadi anak yang dirindukan, kebanggaan oleh orang tua, agama dan negara.
Terima kasih kampung halaman!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H