Mohon tunggu...
M. Syaiful Alim
M. Syaiful Alim Mohon Tunggu... Tentara - Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Ketahanan Energi Fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan Republik Indonesia

Man Jadda Wa Jadda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Peran Laksamana Malahayati sebagai Pemimpin Culture Maker, Strategist dan Sensemaker

6 Juli 2023   23:08 Diperbarui: 6 Juli 2023   23:21 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Laksamana Malahayati, sebagai tokoh penting dalam sejarah Indonesia, beliau merupakan laksamana perang perempuan pertama di dunia yang memiliki peran yang multitalent. Adapun peran beliau diangkat sebagai pembuat budaya (Culture Maker), pemimpin pembuat strategi (Strategist) dan pembuat makna (Sensemaker), dengan lebih detail kami jelaskan sebagai berikut:

¤       Pemimpin sebagai Pembuat Budaya (Culture Maker)

          Laksamana Malahayati memiliki pengaruh sebagai pembuat budaya, sosok perempuan cerdas, terdidik dan tidak kenal lelah dalam memperjuangkan dan menumpas musuh yang mencoba mengganggu atau mengusik bisa dijadikan panutan karena dengan adanya penghargaan yang beliau ciptakan seperti Pelabuhan laut di Teluk Krueng Raya, Aceh Besar dinamakan dengan Pelabuhan Malahayati, kapal perang jenis perusak kawal berpeluru kendali (fregat) kelas Fatahillah milik TNI Angkatan Laut yang dinamakan KRI Malahayati dan di dalam dunia pendidikan, terdapat Universitas Malahayati yang terdapat di Bandar Lampung. Hal tersebut menjelaskan bahwa beliau sebagai pemimpin culture maker.

¤       Pemimpin sebagai Pembuat Strategi (Strategist)       

          Laksamana Malahayati memiliki kecerdasan, kecerdikan dan kecakapan sehingga mampu merancang strategi perang yang efektif yaitu dengan membentuk pasukan terdiri dari janda-janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan yang disebut pasukan Inong Balee dengan jumlah 2.000 orang. Beliau memiliki tugas untuk melindungi pelabuhan-pelabuhan dagang di Aceh. Pada tanggal 21 Juni 1599, beliau berhadapan dengan kapal Belanda yang mencoba memaksakan kehendaknya kemudian mereka mengadakan perlawanan dan berhasil menewaskan Cornelis de Houtman dan beberapa pelaut Belanda serta menangkap wakil komandan armada Belanda yaitu Frederick de Houtman.  

Beliau tidak hanya cakap di medan perang, tetapi juga melakukan perundingan damai mewakili Sultan Aceh dengan pihak Belanda. Perundingan itu adalah upaya Belanda untuk melepaskan Frederick de Houtman yang ditangkap oleh beliau. Perdamaian itu terwujud kemudian Frederick de Houtman dilepaskan namun Belanda harus membayar ganti rugi kepada Kesultanan Aceh.

¤       Pemimpin sebagai Pembuat Makna (Sensemaker)

          Laksamana Malahayati melaksanakan peran yang sangat penting dalam setiap langkah untuk menghadapi lawannya, contohnya beliau menggantikan tugas suaminya yang gugur dimedan perang. Beliau berjanji akan menuntut balas dendam dan bertekad meneruskan perjuangan suaminya. Laksamana Malahayati bukan hanya sebagai seorang Laksamana dan Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh Darussalam, tetapi beliau juga pernah menjabat sebagai Panglima Armada Inong Balee dan Komandan Pasukan Wanita Pengawal Istana. 

Jabatan ini merupakan tugas kesultanan dalam bidang diplomasi dan bertindak sebagai juru runding dalam urusan luar negeri. Beliau juga memiliki sikap yang tegas dan berdisiplin tinggi, tetapi dalam menghadapi perundingan selalu bersikap luwes tanpa mengorbankan prinsipnya dan tegas tanpa mengenal kompromi menghadapi lawan sehingga beliau menerima James Lancaster, duta utusan Ratu Elizabeth I dari Inggris. Dengan begitu, beliau telah menunjukkan bakatnya sebagai pemimpin sensemaker atau memberikan makna dan inspirasi yang cukup berarti kepada masyarakat Aceh, khususnya kaum perempuan.

Analisis diatas menunjukkan bahwa Laksamana Malahayati memiliki peran dan jiwa pemimpin sebagai Culture Maker, Strategist, dan Sensemaker. Selain itu juga sebenarnya beliau memiliki jiwa keberanian, rasa keingintahuan yang tinggi, nasionalisme, bertanggung jawab, dan religious. Oleh sebab itu, beliau mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 6 November 2017 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun