Pada awal tahun 2024 tidak hanya tahun yang berubah, tetapi cukai rokok pada awal tahun ini pun berubah dan naik. Kebijakan awal tahun baru ini telah ditetapkan sebagaimana yang tertuang pada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot, Dan Tembakau Iris.
Dengan adanya peraturan tersebut, maka harga rokok pun di Indonesia akan mengalami kenaikan harga dengan rata rata kenaikan 10%. Sri mulyani selaku Kementrian Keuangan yang menetapkan regulasi ini mengatakan kenaikan cukai rokok untuk menekan konsumsi rokok pada masyarakat terutama pada konsumsi rokok yang dilakukan oleh anak anak. Dengan kebijakan kenaikan cukai rokok ini, diharapkan masyarakat dapan mengontrol konsumsi rokoknya dan konsumsi rokok oleh anak anak dapat ditekan. Selain itu juga kenaikan cukai rokok ini telah mempertimbangkan juga seluruh pihak terkait pada indsutri tembakau.
"Selain untuk pengendalian konsumsi rokok, kenaikan tarif cukai rokok juga telah mempertimbangkan petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau, penerimaan negara, dan pengawasan Barang Kena Cukai (BKC) ilegal," ungkap Kemenkeu.
Walaupun demikian, adanya kebijakan ini dan alasan terbitnya pertauran kementrian keuangan yang menekan konsumsi rokok pada anak masih banyak pihak yang menolaknya dengan alasan sebagai berikut;
- Mensuburkan Rokok Ilegal, Dengan kenaikan cukai rokok otomatis tarif rokok pun akan mengalami kenaikan dan hal ini merupakan kesempatan pabrik rokok illegal karena rokok illegal harganya cenderung jauh lebih murah dan tidak terdampak pada cukai yang naik sehingga masyarakat akan berpindah pada rokok illegal ini karena harganya jauh lebih murah. Hal ini dapat merugikan industri rokok yang terdampak(legal) dan pemerintah itu sendiri.
- Merugikan Pekerja pada Pabrik Rokok, Dari sisi buruh atau ketenagakerjaan, kenaikan cukai rokok yang sangat besar ini berpotensi akan jadi masalah dengan kemungkinan pemutusan hubungan kerja atau PHK oleh pihak produsen karena pengaruh berkurangnya volume penjualan. Semestinya pemerintah mendukung sektor ekonomi yang berpotensi termasuk rokok sebagaimana yang kita ketahui industri rokok mempekerjakan jutaan pekerja pada pabriknya.
Dengan demikian, adanya kebijakan kenaikan cukai rokok sebesar 10% ini terdapat pro dan kontra di ranah publik. Pemerintah dengan kebijakan ini mengharapkan adanya penekanan terhadap konsumsi rokok pada masyarakat dengan tujuan menciptakan masyarakat yang sehat. Sisi lain para pelaku Industri merasa dirugikan karena adanya kenaikan cukai rokok ini karena akan berdampak pada penjualan yang dapat merugikan banyak pihak seperti pekerja, petani tembakau, dan pengkonsumsi rokok itu sendiri. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah dapat menguntungkan kedua belah pihak, dari segi pemerintah dan dari segi pelaku industri rokok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H