Memang sulit bila kita harus melupakan masa cinta pertama, karena memang begitu adanya. Kita tidak bisa mengelak dari rasa itu! Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tak bisa melupakan kisah cinta pertama. Semua kenangan manisnya benar-benar maasih terasa sampai sekarang.
Sebuah cinta yang berawal dari sebuah pertemanan yang begitu mengesankan. Dia seorang pria berwajah tampan yang jadi incaran para gadis dan banyak yang sudah dipacarinya. Entah mengapa aku tidak peduli dengan status dan julukan yang diberikan orang-orang padanya. Mungkin karena aku sudah terlanjur menyintainya, aku tidak ingin kehilangan!
Namun perjalana cinta kami tidak dapat restu orang tuaku, karena mereka tidak ingin putrinya dinikahi pria yang suka gonta-ganti pacar, pemabok. Apalagi keluarga pria yang ku cintai pernah mengecewakan orang tuaku di masa lalu.
Orang tuaku benar-benar tidak menginginkan hubungan kami. Aku tidak peduli apa kata orang tuaku, hubungan kami tetap berlanjut hingga tiga tahun lamanya. Aku merasa bahagia bersamanya dan hari-hariku jadi indah adanya, penuh warna!
“Sepandai-pandainya kita menanam bangkai, suatu saat akan tercium juga”, itulah pepatah yang tepat ketika orang tuaku akhirnya mengetahui hubungan kami masih tetap berlanjut. Akhirnya aku putuskan merantau ke sebuah kota untuk bekerja karena tidak ingin melihat orang tuaku menampakkan wajah tak senangnya bila mengetahui aku jalan bareng dia.
Di kota baru ini aku bekerja di supermarket dengan harapan bisa melupakan cinta pertama yang membuatku gila.
Untuk memenuhi harapan orang tua agar aku bisa melupakannya, maka jalan yang ku tempuh adalah bergonta-ganti pacar. Namun, semakin aku berusaha melupakannya, semakin takut aku kehilangannya. Hubungan kami tetap berjalan walau sekedar lewat surat. Saat aku pulang kampung pada hari raya Idul Fitri sebagai kebijaksanaan dari tempatku bekerja, tak aku sia-siakan untuk bertemu dengannya. Menumpahkan segala rasa rindu yang telah lama ku pendam.
Tapi ternyata, dia sudah punya kekasih baru. Aku benar-benar kecewa! Harapanku musnah! Tapi aku masih mau bertemu bila dia mengajakku. Aku merasa bahagia bila ada di dekatnya. Tak ku sadari bahwa dia telah menjadi milik orang lain.
Sampai pada akhirnya, aku memutuskan untuk menikah dengan orang lain dan berusaha menyintainya. Aku tak ingin merusak kebahagiaannya dengan kekasih barunya. Dengan terpaksa aku menikah! Hidup bersama orang yang tidak pernah ku cintai namun ku coba menerima. Mencoba menempatkannya dalam hatiku tapi sia-sia! Hidup dalam kehampaan sampai aku memiliki satu anak laki-laki dengannya.
Setelah menikah, kami hidup dimana aku bekerja. Setiap tahun dapat cuti pulang kampung dan hal ini tidak ku sia-siakan untuk berjumpa dengannya cinta pertamaku. Hal itu sering ku lakukan setiap kali ada kesempatan pulang dalam jangka yang cukup lama. Hingga akhirnya, aku menjalani hidup bersama suami tapi aku tidak merasakan kehadirannya dalam hidupku. Perasaanku hanya kepada cinta pertamaku! Aku tidak bisa melupakannya! Cintaku takkan pudar!
Hari, minggu, bulan dan akhirnya berganti tahun, ku putuskan untuk merantau setelah suamiku kena PHK di tempat kerjanya. Negara yang ku tuju adalah Arab Saudi dengan alasan itu negara Islam yang akan membuatku bisa bekerja dengan nyaman. Tapi ternyata tidak seperti yang ku bayangkan apalagi gajinya tidak terlalu menjanjikan. Setelah finis kontrak, aku pulang ke Indonesia bukan dengan tujuan bertemu suami, tapi lebih ingin bertemu dengan mantan pacarku yang ternyata masih merindukanku. Aku tak peduli dengan keberadaan suamiku.
Namun pada suatu hari secara tak sengaja, ku buka tas milik suamiku dan ku ambil sebuah buku. Dan tidak sengaja pula, jatuhlah beberapa lembar foto perempuan dari buku tersebut. “ Apakah dia juga melakukan hal yang sama dengan apa yang ku lakukan selama ini?” tanyaku dalam hati.
Tapi aku tidak cemburu walau mengetahui bahwa ternyata suami memiliki perempuan lain selain aku. Justru aku berpikir bahwa ini adalah kesempatan agar aku bisa bercerai dengannya dan tetap menjalin hubungan dengan cinta pertamaku tanpa ada rasa bersalah padanya.
Melihat sikap suami, ku putuskan untuk merantau lagi dan kali ini negara yang ku tuju adalah Taiwan. Saat satu tahun masa kerja di Taiwan , aku menerima surat dari suami meminta ijin untuk menikah. Dengan senang hati ku ijinkan dan ku buatkan surat pernyataan tanda setuju. Dengan demikian aku punya keleluasaan dan kebebasan menjalin hubungan dengan cinta pertamaku.
Setelah finis kontrak, aku pulang untuk mengurus surat perceraian dengan suamiku tanpa ada perasaan sedih atau merasa kehilangan. Semua ku lakukan dengan senang hati. Sejak saat itu, syahlah menyandang gelar baru seorang janda! Hubungan cinta pertamaku semakin lancar walaupun dia sudah punya istri sehingga waktu untukku sangat terbatas.
Aku sadar diri sepenuhnya, bahwa hidupnya adalah milik istri dan anak-anaknya. Pertemuan kami dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Namun aku merasa,dengan menyintai tanpa harus memilikinya sudah merasa bahagia. Memang itu benar adanya. Tapi…..
Sering kali aku bertanya pada diri, apakah dengan cara ini bisa membuat hidupku maju? Berguna untuk masa depanku?
Aku terus memaksakan diri untuk melupakannya. Kami tidak mungkin bersatu! Aku pasrahkan segalanya pada Tuhan agar aku diberi kekuatan. Aku bisa ikhlas untuk menerima kenyataan hidup yang menimpa. Perlahan-lahan, aku bisa mengerti dan menerima perasaan bahwa aku tidak mungkin bersatu dengannya. Aku sadari, sebagai manusia, kita tidak bisa melupakan masa lalu tapi kita bisa menerimanya. Ku serahkan urusan ini pada Sang Maha pemberi keputusan. Ku sibukkan diriku dengan banyak belajar, membaca buku positif, ikut seminar atau training dengan tujuan mengubah paradigma.Tidak sia-sia perjuanganku untuk berubah. Aku sudah bisa menerima berlalunya kenangan masa lalu yang hamper membuatku terpuruk! Tuhan menjawab harapan dan semua do’aku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H